BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Pertanian khususnya pada sub-sektor perkebunan pada masa akan datang dihadapkan pada globalisasi perdagangan internasional, karena itu perhatian harus difokuskan pada komoditas-komoditas unggulan yang dapat bersaing dipasar domestik maupun internasional. Salah satu komoditas pertanian yang mempunyai prospek besar untuk meningkatkan pendapatan perkapita petani dan sekaligus sebagai sumber devisa bagi daerah dan negara adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack). Komoditas sawit memiliki keunggulan yang tinggi dibanding komoditas lain, karena merupakan bahan baku dari berbagai industri penting yang sangat diburuhkan oleh masyarakat luas, seperti industri mentega, minyak goreng, farmasi, kosmetik, industri sabun dan lain-lain
Pengembangan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg) di Indonesia sudah dimulai sebelum perang dunia ke dua, namun hanya dalam bentuk usaha perkebunan besar. Pengembangan perkebunan besar kelapa sawit sampai dengan tahun 1977 hanya memberikan dampak yang relatif sangat terbatas, baik dari segi perkembangan luasannya, produksi maupun perkembangan dunia usahanya. Sejak tahun 1977 – 1978 pemerintah Indonesia bertekad mengubah situasi tersebut melalui berbagai pola pengembangan kelapa sawit, dengan melibatkan masyarakat. Semenjak tahun 1977 pemerintah mencanangkan proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN), antara lain PIR Lokal, PIR Khusus, PIR Berbantuan, dan selanjutnya sejak tahun 1986 muncul PIR Trans.
Sejak adanya pola PIR-BUN, maka komposisi pengusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berubah dengan cepat. Luas perkebunan rakyat tumbuh dengan kecepatan 50,2%, sedangkan perkebunan negara 9,5%, dan perkebunan swasta 9,2%. Pada tahun 1968 luas areal perkebunan kelapa sawit baru mencapai 120 ribu Hektar, namun pada tahun 1978 menjadi 250 ribu hektar. Hingga pada perkembangan selanjutnya, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa luas areal kebun kelapa sawit dimasing-masing propinsi untuk tahun 1997 – 2002. Secara nasional, luas areal kebun kelapa sawit adalah 2.516.079 Ha untuk tahun 1997, dan pada tahun 2002 mencapai 5.067.058 Ha. Hal ini berarti tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai tahun 1997-2002 sebesar 200%, atau tumbuh 33,5% pertahun. Hal tersebut disebabkan antara lain adanya pengembangan baru dari propinsi Bangka Belitung, Banten dan Sulawesi Tenggara dan juga sebagai dampak positif otonomi daerah. Pemerintah Daerah diberi kewenangan penuh untuk mendayagunakan keunggulan komparatif (comparative adventage) menjadi keunggulan bersaing (competitive adventage).
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia (Ha).
Propinsi | Tahun | |||||
1997 | 1998 | 1999 | 2000 | 2001 | 2002 | |
Nanggroe Aceh Darussalam | 176.546 | 196.912 | 211.199 | 310.802 | 252.114 | 257.684 |
Sumatera Utara | 584.746 | 603.247 | 764.232 | 2.210.954 | 869.074 | 886.612 |
Sumatera Barat | 130.138 | 131.306 | 213.336 | 358.132 | 266.387 | 270.047 |
Riau | 522.434 | 573.621 | 731.823 | 1.665.426 | 1.047.644 | 1.238.106 |
Jambi | 195.460 | 222.096 | 389.849 | 490.457 | 422.503 | 429.209 |
Sumatera Selatan | 247.109 | 278.761 | 552.798 | 676.804 | 496.950 | 516.928 |
Bengkulu | 60.397 | 65.359 | 54.791 | 85.066 | 66.730 | 70.409 |
Lampung | 61.089 | 68.606 | 94.388 | 132.665 | 119.803 | 131.362 |
Bangka Belitung | 0 | 0 | 0 | 9 | 89.225 | 90.065 |
Jawa Barat | 21.502 | 21.502 | 18.654 | 4.274 | 6.251 | 6.251 |
Banten | 0 | 0 | 0 | 29.861 | 14.080 | 16.983 |
Kalimantan Barat | 227.712 | 266.035 | 351.078 | 433.582 | 389.006 | 406.372 |
Kalimantan Tengah | 63.236 | 74.140 | 191.331 | 165.590 | 217.666 | 221.034 |
Kalimantan Selatan | 69.241 | 83.973 | 101.585 | 90.889 | 129.673 | 138.634 |
Kalimantan Timur | 49.219 | 68.938 | 74.385 | 99.377 | 144.567 | 191.146 |
Sulawesi Tengah | 24.616 | 34.426 | 32.678 | 31.786 | 40.976 | 47.029 |
Sulawesi Selatan | 63.384 | 77.184 | 71.026 | 133.887 | 77.363 | 83.085 |
Sulawesi Tenggara | 0 | 0 | 13.286 | 19.941 | 13.286 | 13.285 |
Papua | 19.250 | 22.677 | 35.363 | 48.105 | 61.005 | 52.817 |
NASIONAL | 2.516.079 | 2.788.783 | 3.901.802 | 4.158.077 | 4.713.435 | 5.067.058 |
Sumber: Departemen Pertanian, 2003
Sejalan dengan perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 produksi Tandan Buah Segar (TBS) nasional sebesar 5.380.447 ton, dan pada tahun 2002 mencapai 9.622.344 ton. Hal ini berarti terjadi peningkatan produksi sebesar 178,8% atau 29,8% pertahun.
Tabel 2. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Ton)
Propinsi | Tahun | |||||
1997 | 1998 | 1999 | 2000 | 2001 | 2002 | |
Nanggroe Aceh Darussalam | 328.309 | 361.070 | 296.731 | 310.802 | 374.833 | 392.564 |
Sumatera Utara | 2.281.413 | 2.330.118 | 2.119.154 | 2.210.954 | 2.467.598 | 2.619.271 |
Sumatera Barat | 218.279 | 259.323 | 341.472 | 358.132 | 398.427 | 451.283 |
Riau | 1.185.949 | 1.184.081 | 1.489.490 | 1.665.426 | 2.031.389 | 2.587.416 |
Jambi | 255.502 | 289.266 | 440.249 | 490.457 | 659.047 | 742.097 |
Sumatera Selatan | 353.582 | 376.093 | 564.633 | 676.804 | 864.782 | 945.895 |
Bengkulu | 78.908 | 85.730 | 82.273 | 85.066 | 100.742 | 116.830 |
Lampung | 65.872 | 63.986 | 126.227 | 132.665 | 167.006 | 176.563 |
Bangka Belitung | 0 | 0 | 0 | 9 | 97.926 | 158.352 |
Jawa Barat | 33.368 | 31.924 | 35.101 | 20.781 | 8.357 | 8.495 |
Banten | 0 | 0 | 0 | 13354 | 24069 | 25028 |
Kalimantan Barat | 295.477 | 352.036 | 419.059 | 433.582 | 493.029 | 528.352 |
Kalimantan Tengah | 32.646 | 32.873 | 156.893 | 165.590 | 193.068 | 245.924 |
Kalimantan Selatan | 37.198 | 37.239 | 53.575 | 90.889 | 115.568 | 176.308 |
Kalimantan Timur | 71.877 | 68.696 | 94.229 | 99.377 | 102.049 | 114.239 |
Sulawesi Tengah | 19.739 | 20.239 | 29.399 | 31.786 | 56.705 | 72.969 |
Sulawesi Selatan | 71.086 | 99.131 | 132.458 | 133.887 | 155.766 | 159.264 |
Sulawesi Tenggara | 0 | 0 | 19367 | 19941 | 20525 | 29082 |
Papua | 51.242 | 48.349 | 55.280 | 61.005 | 65.586 | 72.412 |
NASIONAL | 5.380.447 | 5.640.154 | 6.455.590 | 7.000.507 | 8.396.472 | 9.622.344 |
Sumber: Departemen Pertanian, 2003
Dalam perkembangan pengusahaan perkebunan kelapa sawit, telah terjadi perubahan secara mendasar dalam pola pengusahaannya dan menjadikan komoditas kelapa sawit sebagai bagian dari komoditas perkebunan rakyat. Pengembangan perkebunan rakyat secara cepat ini merupakan salah satu tujuan pemerintah, karena disamping untuk menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona. Luasan arealnya terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta, tetapi juga terdapat perkebunan rakyat yang sudah berkembang dengan pesat. Pengembangan kelapa sawit yang pada awalnya terkonsentrasi di Sumatera Utara dan Aceh, saat ini sudah dikembangkan di beberapa propinsi, antara lain: Sumatera barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Irian Jaya, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Barat.
Berbagai kemajuan telah diperoleh dalam pengembangan tanaman kelapa sawit dan berbagai manfaat telah dapat diwujudkan sebagai hasil upaya dari para pelaku agribisnis kelapa sawit, dukungan perbankan, dukungan penelitian dan pengembangan serta dukungan sarana dan prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait. Berbagai manfaat yang berhasil diwujudkan antara lain adalah peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, peningkatan ekspor, peningkatan kesempatan kerja, serta mendukung dalam pengembangan wilayah. Dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan gas-gas rumah kaca atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity atau eko-wisata. Selanjutnya, perkembangan internasional, yaitu sidang FAO di Roma beberapa waktu yang lalu telah menerima usulan Malaysia yaitu kebun kelapa sawit bisa diterima sebagai tanaman hutan karena fungsi-fungsinya yang komplementer dengan fungsi tanaman hutan.
Peluang untuk pengembangan agribinis kelapa sawit masih cukup terbuka bagi Indonesia, terutama karena ketersediaan sumberdaya alam/lahan, tenaga kerja, teknologi maupun tenaga ahli. Dengan posisi sebagai produsen terbesar kedua saat ini dan menuju produsen utama di dunia pada masa depan, Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini dengan lebih baik, mulai dari perencanaan sampai dengan upaya menjaga agar tetap bertahan pada posisi sebagai lead country. Disamping itu, tuntutan akan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan perlu juga menjadi pertimbangan. Tugas ini tentu sangat berat, dan untuk itu perlu dilakukan upaya yang tepat untuk pengembangan agribinis kelapa sawit Indonesia.
Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan. Prospek pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan permintaan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape seed dan bunga matahari. Pangsa konsumsi minyak kelapa sawit lebih besar dari pangsa konsumsi minyak kedelai, rape seed dan bunga matahari. Dari segi daya saing, minyak kelapa sawit mempunyai kemampuan daya saing yang cukup kompetitif dibanding minyak nabati lainnya, karena: ( a) Produktivitas perhektar cukup tinggi; (b) Merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat; dan (c) Ditinjau dari aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol, bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A.
Selain sebagai sumber minyak makan, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain:
1. Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak makan dapat dihasilkan margarine, shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel.
2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary, Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun dan Detergent, Shampoo dan Kosmetik.
3. Produk Turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing, Lubricants, Emulsifiers, Detergent, Glicerine, Cosmetic, Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective Coatings.
Persaingan dalam perdagangan minyak kelapa sawit (CPO) sebenarnya hanya terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Nigeria sebagai produsen nomor tiga lebih banyak mengalokasikan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Malaysia yang merupakan produsen dan eksportir terbesar akhir-akhir ini berusaha secara konsisten mengolah minyak sawitnya sehingga volume ekspornya dalam bentuk minyak sawit (CPO) diperkirakan akan mulai tertahan. Keterbatasan lahan yang sesuai serta tingginya upah, juga akan menahan perluasan areal di Malaysia sehingga akan memperlambat laju ekspor. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir terbesar ke dua mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspornya. Indonesia dikenal sebagai negara paling efisien dalam memproduksi minyak sawit sehingga CPO Indonesia sangat kompetitif di pasar internasional. Dengan ketersediaan lahannya yang relatif luas, Indonesia berpeluang untuk meningkatkan produksi sehingga memacu pertumbuhan ekspor. Namun demikian, karena tingkat konsumsi dalam negeri masih meningkat pesat, laju peningkatan ekspor tampaknya juga akan terhambat.
Saat ini, Indonesia dan Malaysia merupakan produsen utama minyak kelapa sawit dunia. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit sekitar 5 juta hektar, jauh lebih luas dari Malaysia. Tetapi, dari segi hasil kelapa sawit proses yang diekspor, Malaysia lebih besar. Sekarang Indonesia hanya mengolah kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO). Sedangkan Malaysia telah mampu mengolah minyak kelapa sawit menjadi olein yang bernilai jual jauh lebih tinggi. Malaysia mengolah 95 persen kelapa sawit di dalam negeri, sedangkan Indonesia mengekspor 80 persen dalam bentuk CPO, yang nilainya hanya 350 dollar AS per ton. Namun, bila diolah lebih lanjut harganya bisa menjadi 2.000 dollar AS per ton.
Kabupaten Kutai Timur merupakan salah satu Kabupaten yang mempunyai kekayaan dan sumberdaya alam yang berlimpah dan apabila SDA tersebut dikelola dengan baik secara terencana serta didukung oleh faktor pendukung lainnya seperti ilmu pengetahuan dan tehnologi serta kebijakan pemerintah maka akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah menyadari, bahwa era pembangunan yang semata-mata berbasis sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti batu bara dan minyak bumi sudah tidak tepat dan harus ditinggalkan. Sumber-sumber tersebut secara teknis dan ekonomis akan kehilangan kemampuannya untuk menunjang pembangunan. Oleh karena itu, strategi pembangunan harus berpaling dan mengandalkan potensi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya manusia yang justru selalu mengalami apresiasi, dan agribisnis merupakan pilihan yang tepat dan bijak.
Kegiatan pembangunan perkebunan merupakan kegiatan yang pada dasar-nya berbasiskan sumberdaya domestik yang dapat diperbaharui (renewable resources). Selain itu, sektor perkebunan tidak saja memberikan kontribusi pada devisa negara tetapi juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia khususnya yang tinggal di pedesaan.
Program Sejuta Hektar Sawit yang dicanangkan oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang ditargetkan dapat mengembangkan kelapa sawit seluas 350.000 Ha. Oleh karena itu dengan melihat tanaman kelapa sawit sangat prospektif maka sangatlah beralasan bila tanaman kelapa sawit menjadi komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kabupaten Kutai Timur.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
No comments:
Post a Comment