PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) PADA MATERI POKOK TRIGONOMETRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS SMAN 1 KERUAK TAHUN PELAJARAN 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan ketrampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik (Sukmadinata, 2003). Sehingga tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak, tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek sosial emosional disamping ketrampilan-ketrampilan lain.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pihak pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2006 ). Sehingga pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa, interaksi tersebut harus terjalin sebaik mungkin untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal. Guru harus dapat menyesuaikan antara bahan ajar dengan metode pembelajaran agar murid dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal.
Metode pembelajaran yang dipergunakan oleh seorang guru sangat besar peranannya terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Rooijakkers (dalam Sagala, 2006) mengemukakan bilamana pengajar tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran peserta didiknya untuk mengetahui sesuatu, kiranya diapun tidak akan dapat memberi dorongan yang tepat kepada mereka yang sedang belajar. Maka dari itu pengajar harus dapat menggunakan metode-metode dan pendekatan mengajar yang dapat menjamin pembelajaran berhasil sesuai dengan yang direncanakan.
Kesalahan dalam pemilihan metode pembelajaran tersebut terjadi pula dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah salah satu pelajaran mendasar yang diajarkan di sekolah karena matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar bagi bidang studi lain seperti Ilmu Pengetahuan Alam hingga Ilmu Pengetahuan Sosial. Sebagai ilmu eksakta, untuk mempelajarinya tidak cukup hanya dengan hafalan dan membaca, tetapi memerlukan pemikiran dan pemahaman.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas X SMAN 1 Keruak didapatkan data ketuntasan belajar siswa sebagai berikut :
Tabel 1.1 Data ketuntasan belajar semester ganjil siswa kelas X SMAN 1 Keruak Tahun Pelajaran 2010/2011
No | Jumlah siswa | Ketuntasan yang dicapai (konvensional) |
1 | 36 | 41.67% |
2 | 36 | 75% |
3 | 32 | 37.5% |
4 | 34 | 73.52% |
5 | 33 | 63.64% |
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ketuntasan belajar yang dicapai dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional belum mencapai standar ketuntasan klasikal yang ditetapkan yakni 85%.
Pada umumnya guru selalu menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam mengajar matematika tanpa menyesuaikan dengan bahan ajar dan keadaan siswa. Metode pembelajaran konvensional disini merupakan pembelajaran tradisional yang sering dipakai oleh guru berupa metode ceramah. Metode tersebut pada dasarnya mentransfer pengetahuan secara utuh pada siswa. Meskipun dianggap baik tetapi pada kenyataannya sering membuat siswa kurang berkembang karena pembelajaran yang hanya terfokus pada guru. Selain itu aktivitas dan motivasi pada diri peserta didik tentunya akan menjadi hal penting dalam suatu pembelajaran. Sebab setiap perbuatan termasuk perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif atau biasa juga disebut dorongan merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa yang mendorongnya untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Kurang tepatnya pemilihan metode pembelajaran dan kurangnya aktivitas dan motivasi belajar siswa memungkinkan tidak adanya pembelajaran yang membekas pada diri siswa, sehingga pretasi belajar siswa tidak maksimal.
Dalam matematika tidak semua pokok bahasan dapat menggunakan suatu metode pembelajaran yang sama, maka dari itu seorang tenaga pendidik harus dapat memilih suatu metode pembelajaran yang sesuai. Khususnya dalam pokok bahasan trigonometri, disana terdapat banyak penerapan rumus sehingga diperlukan latihan soal yang lebih. Disamping itu terkadang siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan rumus dan tidak berani bertanya kepada gurunya. Oleh karena itu sebagai alternatif pilihan dalam mengajar pokok bahasan trigonometri dapat digunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT). Pada metode tersebut peran aktif siswa sangat diperlukan. Siswa yang kurang mengerti dapat belajar dari siswa yang telah faham dalam kelompok-kelompok kecil. Pengetahuan siswa akan bertambah dengan permainan (turnamen) pada saat proses pembelajaran.
Dari uraian diatas maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Pada Materi Pokok Trigonometri Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas SMAN 1 Keruak Tahun Pelajaran 2010/2011”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) pada materi pokok trigonometri dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas SMAN 1 Keruak Tahun Pelajaran 2010/2011 ?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas SMAN 1 Keruak Tahun Pelajaran 2010/2011 pada materi pokok Trigonometri dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam usaha meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) pada materi pokok trigonometri di kelas SMA Negeri 1 Keruak Tahun pelajaran 2010/2011.
1.4.2 Manfaat praktis
1.4.2.1 Bagi siswa
Dengan membuat kelompok-kelompok diharakan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap siswa dan untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri siswa sehingga terbina rasa kesetiakawanan sosial di dalam kelas. Selain itu proses pembelajaran akan lebih bervariasi, lebih menyenangkan dan tidak membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat dalam proses belajar mengajar.
1.4.2.2 Bagi guru
Guru lebih mudah mengajarkan materi karena siswa sudah dibagi menjadi beberapa kelompok dan membuat suasana kelas menjadi lebih menyenagkan karena adanya permainan-permainan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar. Dan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan konsep-konsep matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
1.4.2.3 Bagi peneliti
Dapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan dapat menambah keterampilan dalam mengadakan variasi mengajar sehinggga pembelajaran akan lebih bermakna.
1.4.2.4 Bagi sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMAN 1 Keruak. Guru yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang strategi pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat menjadi nara sumber dan bekerja sama dengan guru lainnya dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah.
1.5 Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Keruak Jalan Jurusan Tanjung Luar-Keruak Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur.
1.5.2 Subjek penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas SMAN 1 Keruak dengan jumlah 32 siswa.
1.5.3 Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah materi pokok Trigonometri.
1.6 Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah tafsir terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut :
1) Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2) Model pembelajaran adalah cara guru mengorganisasikan pembelajaran siswa atau cara guru mengembangkan kegiatan belajar siswa sehubungan dengan bahan pelajaran yang dipelajari.
3) Kooperatif adalah bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996).
4) Team Games Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
5) Trigonometri adalah bagian dari matematika yang mempelajari tentang segitiga dan sudut-sudut.
6) Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.(sriyono ,-)
7) Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan (Badudu Dan Zain : 2001).
8) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik : 2001).
9) Peningkatan hasil belajar adalah selisih nilai kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dan hasil belajar siswa setelah mengalami pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hakekat matematika
2.1.1.1 Pengertian matematika
Matematika berasa dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penaran deduktif, yang kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.
2.1.1.2 Fungsi dan tujuan
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperoleh dala kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.
Tujuan pembelajaran matematika adalah :
1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsisten.
2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, didalam menjelaskan gagasan.
2.1.1.3 Ruang lingkup
Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam komponen kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya. Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada aspek tersebut didasarkan menurut disiplin ilmunya atau didasarkan menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak dicapai.
Ruang lingkup materi pada standar kompetensi matematika ini adalah aljabar, pengukuran dan geometri, peluang dan statistik, trigonometri, serta kalkulus. Kompetensi dalam aljabar ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung pada persamaan, pertidaksamaan, dan fungsi. Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan menggunakan sifat dan aturan dalam menentukan posisi, jarak, sudut, volum, dan transformasi. Peluang dan statistik ditekankan pada menyajikan dan meringkas data dengan berbagai cara. Trigonometri ditekankan pada menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri. Kalkulus ditekankan pada menggunakan konsep limit laju perubahan fungsi. (Nurdin Mochammad, 1996)
2.1.2 Teori belajar
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertiann ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berebeda dan cocok untuk situasi tertentu. Gagne (1970) mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut :
1) Belajar isyarat (signal learning)
Belajar isyarat mirip dengan respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Therndike (1961), bentuk belajar seperti ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.
2) Belajar stimulus-respons (stimulus respons learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional. Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik. adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S-R.
3) Belajar rangkaian (chaining)
Rangkaian ataurantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik seperti gerakan dalam mengikat sepatu.
4) Asosiasi verbal (verbal asosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramide itu berbangun limas” adalah contoh tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangun, seperti balok, kubus kerucut, atau yang lainnya.
5) Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.
6) Belajar konsep (concept learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung, konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.
7) Belajar aturan (rule learning)
Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segitiga besar sudut se;uruhnya 180 derajat.
8) Belajar penyelesaian masalah (problem solving)
Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya.
2.1.3 Belajar dan pembelajaran
Menurut Degeng (1993) dalam Hamzah (2006) Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.
Dalam hal ini pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana pembelajaran siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Adapun perhatian terrhadap apa yang dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai tujuan adalah bagaimana cara mengorganisasikan pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Berdasarkan pandangan Skinner, guru dapat menyusun program pembelajaran. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner. Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperlihatkan dua hal penting yaitu pemilihan stimulus yang diskriminatif dan penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta respons ranah kognitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar “menyebut ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta”, tentu saja hanya dilatih menghafal (Hamzah, 2006).
2.1.4 Prestasi belajar
Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan baik secara individu maupun kelompok dan pretasi tidak akan pernah berhasil apabila seorang tidak melakukan suatu kegiatan yang diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar bisa dikatakan sebagai rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002).
Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas dari pada itu, yaitu mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2003).
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si pembelajar untuk mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari aktivitas belajar ini menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu pembelajaran itu sendiri.
2.1.5 Aktifitas belajar
Menurut Mulyono (2001), aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.
Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Adapun pembagian aktivitas adalah sebagai berikut :
1) Aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dangan orang lain. Guru dapat dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesui dengan tingkat kesulitan penugasan.
2) Aktivitas belajar mandiri
Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
2.1.6.1 Faktor-faktor intern
Didalam faktor intern dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
Ø Faktor jasmaniah
1) Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya / bebas dari penyakit. Jika kesehatan terganggu maka proses belajar juga akan terganggu karena akan cepat lelah, ngantuk, tidak bersemangat, dan yang lainnya. Sehingga, untuk menjaga kesehatan dilakukan dengan cara mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah.
2) Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh / badan.
Ø Faktor psikologis
1) Inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif.
2) Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata dipertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.
3) Minat yaitu kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
4) Bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Artinya kemampuan akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.
5) Motif yaitu penggerak / pendorong untuk berbuat sesuatu agar dapat belajar dengan baik.
6) Kematangan yaitu suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
7) Kesiapan yaitu kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi.
Ø Faktor kelelahan
Kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani dapat terlihat dengan lemah lunglainya tubuh sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan dalam belajar.
2.1.6.2 Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern yang berpengeruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Ø Faktor keluarga
1) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidki besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyakan bahwa “keluarga adalah lembaga pendidkikan yang pertama dan utama”.
2) Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya lainnya pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi kebencian.
3) Suasana rumah
Situasi rumah yang dimaksud adalah situasi kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak berada dan belajar.
4) Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat kaitannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya juga membutuhkanfasilitas seperti alat tulis menulis, ruang belajar, buku-buku, dan lain-lain.
5) Pengertian orang tua
Anak perlu dorongan dan pengertian dari orang tua agar sedapat mungkin membantu kesulitan yang dialami anak di sekolah.
6) Latar belakang kebudayaan
Kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar sehingga perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar mendorong semangat anak untuk belajar.
Ø Faktor sekolah
1) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar.
2) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.
3) Relasi guru dengan siswa
Proses belajar terjadi antara guru dengan siswa. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasi guru dengan siswanya.
4) Relasi siswa dengan siswa
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat bahwa didalam kelas ada kelompok yang saling bersaing secara tidak sehat. Jadi, menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
5) Disiplin sekolah
Agar siswa lebih maju maka siswa harus disiplin didalam belajar baik disekolah, dirumah, dan di perpustakaan.
6) Alat pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa karena alat yang dipakai oleh guru mengajar akan digunakan juga oleh siswa.
7) Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi pikiran yang masih segar, jasmani dalam kondisi baik maka siswa akan menikmati belajarnya.
8) Standar pelajaran diatas ukuran
Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.
9) Keadaan gedung
Jumlah siswa haruslah sesuai dengan kondisi gedungnnya agar siswa merasa nyaman.
10) Metode belajar
Dengan cara belajar yang tepat maka hasil belajar siwa juga akan efektif sehingga pembagian waktu belajar harus disesuaikan.
11) Tugas rumah
Waktu belajar yang utama adalah di sekolah. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah sehingga anak tidak mempunyai waktu untuk kegiatan lain.
Ø Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpenngaruh terhadap belajar siswa.pengaruh tersebut terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Adapun kegiatan siswa dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan siswa dengan masyarakat
2) Mass media
3) Teman bergaul
4) Bentuk kehidupan masyarakat
2.1.7 Model Pembelajaran
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenagkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, sertamemberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini dapat tercipta jika para guru menguasai beberapa model pembelajaran baik secara teoritis maupun dari segi praktis.
Adanya pembelajaran yangh bervariasi diharapkan dapat lebih membangkitkan semangat dan aktivitas siswa dalam belajar, supaya kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum dapat dicapai oleh siswa (Suryanti, 2008).
Salah satu model pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Kooperatif mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996). Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et al., 1994 ; Hamid Hasan, 1996).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, slavin (1984) mengatakan bahwa cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Menurut Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut :
1) Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya,
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didlam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya,
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan
7) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2.1.8 Model Pembelajaran kooperatif tipe Teams games Tournament (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok–kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing–masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja–meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara (Isjoni, 2009).
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok (team recognition).Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
2) Games tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
3) Penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh oleh seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
Dengan keterangansebagai berikut:
Top scorer (skor tertinggi), high middle scorer (skor tinggi), low middle scorer (skor rendah), middle scorer (skor sedang), dan low scorer (skor terendah).
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan yang perlu ditempuh, yaitu :
1) Mengajar (teach)
Mempresentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
2) Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
3) Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
4) Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rata-rata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu (Isjoni, 2009).
2.1.9 Trigonometri
2.1.9.1 Pengertian trigonometri
Trigonometri berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kata yaitu “trigonon” berarti segitiga dan “metron” berarti ukuran. Pada saat ini trigonometri bukan hanya mempelajari tentang segitiga dan sudut-sudut tetapi juga merupakan cabang dari metematika modern yang membahas tentang sirkulasi dan fungsinya. (Nurdin Mochammad, 1996)
2.1.9.2 Ukuran sudut
Satu derajat (ditulis : ) didefinisikan sebagai ukuran besar sudut yang disapu oleh jari-jari lingkaran dalam jarak putar sejauh putaran.
putaran
Satu radian(ditulis : 1 rad) didefinisikansebagai ukuran sudut pada bidang datar yang berada diantara dua jari-jari lingkaran dengan panjang busur sama dengan panjang jari-jari lingkaran itu.
Satuan besar sudut dapat menggunakan derajat atau radian. Kedua satuan itu terdapat hubungan seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Hubungan satuan derajat dan radian
Jadi, radian.
Sehingga, dari derajatke radiandidapatkan rumus rad. Sedangkan dari radian ke derajat rumusnya .
2.1.9.3 Perbandingan trigonometri
Pada segitiga siku-siku yang sebangun, perbandingan sisi-sisi menurut salah satu sudutnya bernilai tetap. Perbandingan antara sepasang sisi pada segitiga siku-siku yang sebangun itulah yang disebut perbandingan trigonometri.
Perhatikan segitiga berikut :
Gambar 2.2 Segitiga ABC siku-siku di B
Menurut sudut :
Sisi BC disebut sisi depan sudut,
Sisi AB disebut sisi samping sudut, dan
Sisi AC disebut sisi miring sudut (hipotenusa).
Dalil Pythagoras :
Perbandingan trigogometri pada segitiga ABC :
2.1.9.4 Identitas trigonometri
Dalam identitas trigonometri dasar terdapat beberapa hubungan, antara lain :
1) Hubungan kebalikan
2) Hubungan perbandingan
Identitas trigonometri dasar diperoleh dari definisi perbandingan trigonometri.
3) Hubungan teorema Pythagoras
2.1.9.5 Aturan sinus dan kosinus
1) Aturan sinus
Adapun bentuk persamaan aturan sinus yaitu :
Secara umum aturan sinus digunakan untuk menentukan unsur-unsur dalam suatu segitiga apabila unsur-unsur yang lain telah diketahui.
2) Aturan kosinus
Bentuk persamaan aturan kosinus adalah sebagai berikut :
Aturan kosinus digunakan untuk menentukan panjang sisi dari suatu segitiga, apabila dua sisi yang lain dan besar sudut yang diapit oleh kedua sisi itu diketahui. Dan juga untuk menentukan sudut dalam sebuah segitiga jika panjang ketiga buah sisinya diketahui.
2.1.9.6 Luas segitiga sembarang
Jika tinggi segitiga tidak diketahui, maka digunakan rumus berikut :
Gambar 2.3 Segitiga sembarang dengan sisi dan
2.2 Kerangka Berfikir
Matematika sebagai ilmu eksakta, untuk mempelajarinya tidak cukup hanya dengan hafalan dan membaca, tetapi memerlukan pemikiran dan pemahaman. Dalam proses belajar mengajar tradisional, guru mendominasi kegiatan. Meskipun dianggap baik tetapi pada kenyataannya sering membuat siswa kurang berkembang karena pembelajaran yang hanya terfokus pada guru sehingga siswa menjadi pasif, sedangkan guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Aktivitas anakpun terbatas hanya pada mendengar, mencatat dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan. Proses belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa berpikir dan beraktivitas.
Dalam pokok bahasan trigonometri, disana terdapat banyak penerapan rumus sehingga diperlukan latihan soal yang lebih. Disamping itu terkadang siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan rumus dan tidak berani bertanya kepada gurunya. Oleh karena itu, untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada materi trigonometri diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bisa menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajarinya. Sebagai alternatif pilihan dalam mengajar pokok bahasan trigonometri dapat digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) karena pada pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diperlukan. Siswa yang kurang mengerti dapat belajar dari siswa yang telah faham dalam kelompok-kelompok kecil. Pengetahuan siswa akan bertambah dengan permainan (turnamen) pada saat proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas maka penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep atau isi pelajaran guna meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe teams games tournaments pada pokok bahasan trigonometri diduga dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas SMAN 1 Keruak tahun pelajaran 2010/2011.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru atau kelompok guru untuk menguji-menguji anggapan-anggapan dari suatu teori pendidikan dalam praktek, atau sebagai arti dari evaluasi dan melaksanakan seluruh prioritas progtram sekolah. Sementara itu, menurut Russefendi (1999), penelitian kelas merupakan suatu tindakan yang terarah, terencana, cermat, dan penuh perhatian yang dilakukan oleh praktisi pendidikan (guru) terhadap permasalahan yang ada dalam kelas yang bertujuan untuk perbaikan pendidikan seperti metode mengajar, kurikulum, dan sebagainya.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. (Arikunto Suharsimi, 2008)
Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus menerus selama kegiatan penelitian dilakukan. Oleh karena itu dalam PTK di kenal adanya siklus pelaksanaan berupa pola : perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan revisi (perencanaan ulang) pada siklus selanjutnya sampai mencapai target yang diinginkan.
3.2 Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengolah data hasil belajar, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1 Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011.
3.3.2 Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas SMA Negeri 1 Keruak.
3.4 Rancangan Penelitian
Peneliti dan guru bekerja sama dalam pelaksanaan pembelajaran diperoleh kesepakatan dan pemahaman yang sama terhadap masalah yang dihadapi. Peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sedangkan guru sebagai observernya. Penelitan ini dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam materi pokok trigonometri. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi di akhir tindakan. Berikut adalah gambar siklus pembuatan PTK (Natalia Mega, 2008).
3.4.1 Siklus I
3.4.1.1 Perencanaan tindakan
Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi / bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode / teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi / evaluasi dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dan juga perlu diperhitungkan kendala yang mungkin timbul pada saat implementasi berlangsung, sehingga dengan melakukan antisipasi diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
3.4.1.2 Pelaksanaan tindakan
Dalam tahap ini, guru dituntut agar konsisten dengan segala perencanaan yang telah dibuat. Hal yang bharus diperhatikan adalah menyelaraskan relevansi antara tahap perencanaan dengan tahap pelaksanaan agar sejalan dengan maksud awal.
3.4.1.3 Pengamatan tindakan dan evaluasi
Kegiatan pengamatan atau observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil instruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu atau instrumen yang dikembangkan oleh peneliti. Dalam tahap ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar(sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaborasi. Kegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali berlangsung pelaksanaan tindakan dengan mengamati aktivitas siswa dan guru.
Evaluasi dilakukan pada akhir siklus dengan memberikan tes yang dikerjakan secara individual selama dua jam pelajaran untuk mengetahui pemahaman atau pengetahuan siswa terhadap konsep yang dipelajari
3.4.1.4 Refleksi terhadap tindakan
Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat pada saat melakukan pengamatan. Pada tahap ini peneliti bersama guru mengkaji kekurangan dan hambatan yang muncul untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik dari tindakan yang telah diberikan dengan memperhatikan hasil observasi dan evaluasi. Jika refleksi ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh pada tindakan siklus I tidak optimal, maka untuk memperbaiki kelemahan yang muncul pada siklus I, akan diadakan penyempurnaan tindakan pada siklus II dan III.
3.4.2 Siklus II
Prosedur siklus kedua dilaksanakan apabila pembelajaran siklus I dinilai belum berhasil mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan tahapan yang dilakukan dalam siklus kedua pada dasarnya sama dengan tahapan pada siklus pertama hanya saja pada siklus kedua diberikan materi perpangkatan dan suku. Sedangkan refleksi dilakukan berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku siswa dan guru. Adanya kekurangan atau hambatan selama mengikuti proses pembelajaran selanjutnya dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan untuk pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus selanjutya
3.4.3 Siklus III
Siklus ini merupakan lanjutan dari siklus II. Pada siklus ini yang akan dibahas adalah pecahan bentuk aljabar . Langkah-langkah yang dilakukan pada siklus III juga sama tetapi perbedaan pada pemberian tindakan. Perbedaan tindakan siklus III dengan siklus II jika tidak ada perubahan pada tahap pengembangan dan penerapan. Sedangkan pada tahap refleksi pada siklus III untuk mengetahui berhasil tidaknya pemberian tindakan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Sumber data
Sumber data penelitian ini berasal dari guru matematika kelas dan siswa kelas SMAN 1 Keruak Tahun Pelajaran 2010/2011.
3.5.2 Jenis data
Jenis data yang didapatkan adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari :
3.5.2.1 Data evaluasi hasil belajar siswa (data kuantitatif)
3.5.2.2 Data aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru (data kualitatif)
3.5.3 Cara pengambilan data
Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:
3.5.3.1 Data hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada siswa setiap akhir siklus.
3.5.3.2 Data tentang situasi belajar mengajar diperoleh dari lembar observasi.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.6.1 Lembar observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item–item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi.
Adapun indikator yang diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dan guru. Setiap deskriptor yang nampak pada masing-masing indikator selama observasi dicatat pada lembar observasi.
Indikator aktivitas siswa adalah sebagai berikut :
1) Antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran
2) Kerjasama dalam kelompok
3) Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok
4) Inisiatif siswa dalam mengisi LKS
5) Hubungan siswa dengan guru sebagai pendamping
Indikator perilaku guru adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan dan persiapan pembelajaran
2) Kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran
3) Kesiapan guru dalam melaksanakan diskusi kelompok
4) Aktivitas guru dalam kegiatan inti pembelajaran
5) Aktivitas guru dalam mengakhiri pelajaran
3.6.2 Tes evaluasi berbentuk uraian
Metode tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Dalam hal ini tes akan diberikan setiap akhir siklus pembelajaran. Instrumen ini disusun peneliti dengan disetujui oleh guru dan berpedoman pada kurikulum dan buku paket matematika yang digunakan.
3.7 Analisis Data
3.7.1 Data prestasi belajar
Data mengenai hasil belajar siswa diperoleh melalui tes hasil belajar setelah dan data tersebut dianalisa dengan mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian dianalisa secara kuantitatif yaitu :
3.7.3.1 Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 67. Nilai ketuntasan minimal sebesar 67 dipilih karena sesuai dengan kemampuan individu, hal ini sesuai dengan standar ketuntasan belajar siswa pada SMAN 1 Keruak.
3.7.3.2 Ketuntasan klasikal
Data tes hasil belajar proses pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa yang memperoleh nilai . Dengan rumus ketuntasan belajar klasikal adalah:
Dimana:
= Ketuntasan klasikal
= Jumlah siswa yang memperoleh nilai
= Jumlah seluruh siswa (Nurkencana;1999)
Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika siswa memperoleh skor minimal 67 yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.
3.7.2 Data aktivitas siswa
Data aktivitas siswa dalam proses pembelajaran diperoleh melalui pengamatan langsung dalam setiap pertemuan kelas dimana hasil observasi berupa catatan lapangan yang mengacu pada format observasi, yang berisikan deskriptor-deskriptor dalam indikator perilaku siswa.
Data aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dianalisis dengan cara sebagai berikut :
3.7.2.1 Menentukan skor yang diperoleh siswa yaitu skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan siswa dari sejumlah indikator yang diamati.
Skor 4 diberikan jika 76% - 100% yang melakukan deskriptor
Skor 3 diberikan jika 51% - 75% yang melakukan deskriptor
Skor 2 diberikan jika 21% - 50% yang melakukan deskriptor
Skor 1 diberikan jika 10% - 20% yang melakukan deskriptor
3.7.2.2 Menentukan MI dan SDI dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
= Mean ideal
= Standar deviasi ideal
3.7.2.3 Menentukan kriteria aktivitas belajar siswa
Kriteria aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
3.7.3 Data aktivitas guru
Data aktivitas guru dalam proses pembelajaran diperoleh dengan melalui pengamatan langsung dalam setiap pertemuan di kelas, dimana hasil observasi berupa catatan lapangan yang mengacu pada format observasi, yang berisikan deskriptor-deskriptor dalam indikator perilaku guru.
Setiap indikator perilaku guru pada penelitian ini penilaiannya mengikuti aturan berikut :
3.7.3.1 Menentukan skor yang diperoleh siswa yaitu skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan guru dari sejumlah indikator yang diamati yaitu :
Skor 5 : Jika semua (5) deskriptor yang nampak
Skor 4 : Jika ada (4) deskriptor yang nampak
Skor 3 : Jika ada (3) deskriptor yang nampak
Skor 2 : Jika ada (2) deskriptor yang nampak
Skor 1 : Jika ada (1) deskriptor yang nampak
(Nurkencana, 1999)
3.7.3.2 Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal
Keterangan :
= Mean ideal
= Standar deviasi ideal
3.7.3.3 Menentukan kriteria aktivitas guru.
3.8 Indikator Kerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
3.8.1 Prestasi belajar siswa dikatakan meningkatkan apabila ketuntasan klasikal pada tiap-tiap siklus meningkat.
3.8.2 Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa berkategori aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar, Dr. Prof. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara.
Solihatin Etin Hj, Dra. M.Pd. dan Raharjo, S.Pd. 2005. Cooperatif Learning. Jakarta : Bumi Aksara.
Uno B Hamzah, Dr. M.Pd. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Gorontalo : Bumi Aksara.
Dimyati, Dr. dan Mudjiono, Drs. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Dra. Kartini, dkk. 2004. Matematika Untuk Kelas X. Klaten : intan Pariwara.
WiradikromoSartono, Drs. 2007. Matematika Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga
Aururrahman, M.Pd. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Drs. H. Isjoni, M.Si. Ph.D. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Margaretha. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Tinta Emas.
Anonim. Kurikulum Berbasis Kompetensi Standar Kompetensi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliah. Dharma Bakti.
Arikunto Suharsimi, Prof. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
I Wayan Winaja, M.Si, dkk. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi. Mataram : Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA IKIP Mataram.
Masnur Muslich. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta : Bumi Aksara.
Suryanti, dkk. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Mochammad Nurdin. 1996. Matematika Pengertian Perbandingan Trigonometri dan Pengertian fungsi Trigonometri Pada Sudut Lancip. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT). http://etd.eprints.ums.ac.id/3498/2/A410050198.pdf. diakses tanggal 4 maret 2009.
No comments:
Post a Comment