HUBUNGAN SECARA SIGNIFIKAN ANTARA IMPLEMENTASI KURIKULUM DENGAN MODEL AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMA DI KOTA MATARAM
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana dimaklumi bahwa perkembangan pendidikan disuatu negara ditentukan oleh kerjasama kondusif antara berbagai pihak. Mulai dari pihak eksekutif, legislatif, masyarakat pengguna pendidikan, dan berbagai stakeholders lainnya. Kerjasama tersebut harus berjalan secara konsistensi dan terintegrasi dengan baik untuk tercapai tujuan dan target pembangunan berkualitas dan bermartabat.
Sementara itu, pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, kreatif, mandiri, etis dan demokratis, serta memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan. (UU No. 20 Sisdiknas : 2003).
Untuk mencapai tujuan tersebut tentu saja membutuhkan proses yang panjang dan sistematis, konseptual serta serius. Sebagian besar kalangan menganggap masalah pendidikan merupakan faktor utama sebagai solusi dari keterpurukan kualitas sumber daya manusia dan aspek-aspek lainnya.
Mackie, (dalam Jazadi:1999) mengatakan fakta sejarah yang menegaskan keterpurukan kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini, yakni negara Indonesia merupakan salah satu negara berpenghasilan rendah di dunia. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan kompetisi kita ditingkat dunia. Misalnya, menurut program pembangunan PBB (UNDP). Pada tahun 2002 indeks SDM Indonesia berada diurutan -110 dari 173 negara. Rendahnya daya kompetisi tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kualitas hasil pendidikan nasional kita. Misalnya, dalam mata pelajaran IPA dan Matematika, dalam dua survey internasional, prestasi siswa Indonesia berada pada peringkat -33 dan 35 pada masing-masing mata pelajaran ini dari 35 negara yang mewakili Asia, Afrika, Amerika dan Eropa (Suyanto.2002).
Dari aspek lokal, salah satu penelitian yang dilakukan di SLTP dan SMU negeri se-pulau Lombok menunjukkan bahwa di kelas yang terdiri dari rata-rata 40 siswa, hanya ada sekitar 4-6 atau sekitar 10-15% siswa yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Jazadi.2003).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa kurikulum yang telah dilaksanakan sebelumnya belum mampu mendongkrak semangat dan produktifitas belajar siswa yang berimplikasi pada prestasi belajar siswa meskipun kurikulum yang ada telah mengalami perubahan dan penyempurnaan dengan memperhatikan aspek kontekstual dan tekstual dari tahun 1968 sampai kurikulum 1994, namum kenyataannya belum menunjukkan perubahan mutu sumber daya manusia yang signifikan justru sebaliknya, mengalami keterpurukan yang cukup mengkhawatirkan sebagaimana yang disebutkan di atas.
Pada tahun 2004 kesekian kalinya pemerintah mengadakan perubahan kurikulum yakni diberlakukannnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), adanya perubahan kurikulum yang berulang-ulang memunculkan pameo “kabinet berubah, kurikulum pun berubah”. Beragam pendapat bermunculan menanggapi penerapan kurikulum tersebut mulai dari yang paling optimis sampai apatis.
Ditinjau secara akademis memang harus ada kontekstual sebuah ilmu mengingat situasi masyarakat dan region yang terus-menerus mengalami perubahan dari masa ke masa. Sebagai salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum yang dapat melayani keanekaragaman kemampuan sumber daya manusia, kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah. Penyempurnaan kurikulum tersebut dikmaksudkan untuk menjawab tantangan dunia pendidikan.
Boleh dikatakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dijalankan dan mengalami penyempurnaan melalui kurikulum baru berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang aturan pelaksana dari undang-undang sistim pendidikan nasional tahun 2003 sebagai upaya regionalisasi konsep pendidikan, sebab titik tekan dari kurikulum tersebut adalah optimalisasi potensi lokal sehingga siswa-siswa dapat memahami dan menghargai serta akrab dengan lingkungan sendiri.
Lebih khusus, ditinjau dari aspek non akademis penerapaan KBK dibeberapa sekolah percontohan di Kota Mataram mengisyaratkan adanya perubahan aktivitas belajar siswa sebagai sesuatu yang berbeda dari pandangan umum sebelum penerapan KBK, sebelum penerapan KBK kadang-kadang siswa terlihat santai dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) lebih-lebih ketika menerima materi pelajaran sehari-hari. Padahal yang diperlukan dalam semua disiplin ilmu seperti pendidikan, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya adalah proses dan untuk dunia pendidikan proses tersebut adalah belajar.
Para ahli mendefinisikan belajar sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Berdasarkan pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan (Oemar Hamalik, 2003:27).
Perubahan sikap dan cara belajar siswa sebagaimana disebutkan di atas baru sebatas asumsi dan akan bisa dipertanggungjawabkan apabilla dilakukan penelitian yang mengarah pada hal tersebut, sehingga perbedaan pandangan dari berbagai kalangan tentang penerapan kurikulum yang baru dapat diminimalisir secara ilmiah. Hal tersebut penting karena selama ini belum ada penelitian dasar yang mengupas perubahan aktivitas belajar siswa ditinjau dari metode, motivasi, kreativitas, dan produktivitas siswa pada saat diterapkan kurikulum terbaru.
Sebagaimana dimaklumi bahwa salah satu prinsip kurikulum adalah harus meyediakan pengalaman-pengalaman yang membantu perkembangan peserta didik dalam segi intelektual, jasmani, sosial, emosional, dan spiritual (Oemar Hamalik, 2003:75). Oleh karena itu kurikulum yang ada secara substansial dimaksudkan untuk menggerakkan semangat belajar para siswa sekaligus dapat menemukan konsep yang matang dan bisa lebih akrab dengan karakteristis psikologi perkembangan dalam diri siswa, hal ini masih perlu dicarikan jawabannya secara autentik.
Jika terjadi perubahan apakah perubahan-perubahan aktivitas belajar tersebut menyangkut dimensi yang substansial atau perubahan yang sifatnya klasikal. Perubahan substansial artinya perubahan menyangkut metode belajar, motivasi belajar, tingkat partisipasi aktif, dan produktivitas belajar. Perubahan klasikal artinya model belajar berubah akan tetapi aktivitas belajar tidak mengalami perubahan sama sekali (lebih banyak main-mainnya).
Penelitian ini ditujukan untuk dapat mendeskripsikan perubahan-perubahan pada aktivitas belajar siswa pra dan pasca penerapan kurikulum baru. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah selama ini banyak kalangan menilai bahwa kesuksesan implementasi kurikulum sangat tergantung hanya pada tiga domain saja, yaitu kepala sekolah, teman sejawat guru, dan kondisi internal guru itu sendiri. Dalam penelitian ini akan membuktikan bahwa faktor siswa juga dapat dimasukkan sebagai indikator tambahan bahkan bisa jadi indikator inti bagi terselenggaranya proses penerapan kurikulum secara utuh.
RUMUSAN MASALAH
A. Rumusan Masalah
Perubahan kurikulum yang terjadi selama ini belum mampu menggambarkan out put berupa perubahan pada sikap dan kemauan kuat siswa untuk belajar secara maksimal. Realitas evidenceyang mengafirmasi hal tersebut adalah masih sering dijumpai adanya anak-anak didik yang tawuran, membolos, absen, bahkan sampai pada upaya melawan guru. Kita sudah sama-sama mahfum bahwa kurikulum mencakup segala sesuatu yang mendukung tujtuan pendidikan atau kurikulum dapat diartikan sebagai suatu sistem yang terpadu dalam segala dimensi pendidikan termasuk siswa itu sendiri. Namun banyaknya perilaku menyimpang dari anak-anak didik tersebut di atas adalah fakta yang masih dialami dan belum kunjung tuntas kita retas.
Permasalahannya adalah “apakah setiap implementasi kurikulum yang baru diikuti oleh perubahan bentuk aktivitas belajar siswa ke arah yang lebih posistif (belajar kreatif, aktif. Motivasi tinggi, dan produktif)?”. Sebab dalam beberapa alasan perubahan kurikulum adalah karena dianggap kurikulum sebelumnya masih belum mampu mendorong tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan dan mensejahterahkan. Hal menarik adalah kita telah melakukan perubahan kurikulum beberapa kali akan tetapi perubahan ke arah tujuan pembangunan nasional untuk memanusiakan manusia hingga kini belum tercapai. Suatu fenomena yang masih membutuhkan keuletan dan ketekunan setiap komponen pemerhati dunia pendidikan.
- Hipotesis
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat disusun suatu hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif
“Terdapat hubungan secara signifikan antara implementasi kurikulum dengan model aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram”.
2. Hipotesis Nihil
“Tidak ada hubungan yang signifikan antara implementasi kurikulum baru dengan terjadinya perubahan pada model aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram”.
C. Definisi
1. Kajian Implementasi adalah penelaahan disertai analisa mengenai pelaksanaan atau penerapan dalam rangka mencari bentuk.
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
3. Aktivitas belajar adalah suatu tindakan atau sikap yang dilakukan dalam hubungan dengan upaya memahami tentang suatu fenomena baik sosial, budaya, ekonomi, fisik, dan sebagainya.
4. Siswa adalah seseorang atau lebih yang sedang mengikuti proses belajar pada setiap level pendidikan.
D. Batasan Masalah
Penelitian ini bermaksud mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar pada saat diterapkannya suatu kurikulum yang baru. Kurikulum baru dalam hal ini adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi. Sedangkan perilaku belajar yakni menyangkut aktivitas belajar siswa yang berhbungan dengan keaktifan, produktifitas, dan intensitas belajar yang terjadi pada siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram lebih khusus kelas II.
Pemilihan kelas II agar tidak mengganggu konsentrasi belajar siswa Kelas III dan untuk kelas I di abaikan karena dianggap masih transisi dari SMP sederajat. Adanya faktor lain yang mempengaruhi perilaku belajar didwa tersebut diabaikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Kurikulum
UU No. 20 tahun 2003 menguraikan pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Oemar Hamalik, 2003).
Kurikulum sesungguhnya tidak sesederhana yang diperkirakan melainkan sesuatu yang memberikan peluang kepada semua orang untuk terlibat di dalamnya termasuk upaya memberikan bantuan kepada siswa adalah bagian dari kurikulum. Rumusan tersebut sesuai dengan pendapat Romine sebagai berikut “Curiculum is interpreted to mean all of the organized course, activities, and experiences which pupils have under the direction of the school, whether in the classroom or not. (Oemar hamalik, 2003)”.
Merujuk pada rumusan tersebut, kegiatan-kegiatan belajar tidak terbatas dalam ruang kelas, melainkan juga kegiatan-kegiatan belajar di luar kelas. Meskipun kenyataannya para guru masih berpendapat bahwa kurikulum adalah suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sekolah.
Kendatipun pendapat tersebut berbeda dan terkesan bertolak belakang namun hal tersebut merupakan hal yang pokok untuk diperdebatkan. Selanjutnya rumusan tersebut lebih spesifik dari kurikulum adalah :
1. Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan.
2. Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu.
3. Kurikulum memuat/berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu.
4. Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian pengajaran.
5. Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
6. Kendatipun tidak tertulis, namun terlah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
7. Berdasarkan butir 6 maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan. (Oemar Hamalik, 2003).
Saat ini yang tengah dihadapi adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi meskipun telah ada PP No. 19 tahun 2005 tentang adanya penyempurnaan aspek-aspek kurikulum, namun penekanan substansinya adalah menghasilkan out put yang memiliki kemampuan daya saing sumber daya manusia Indonesia di era global.
Secara filosofis Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pembelajaran yang dimulai dengan pengenalan, internalisasi, hingga penerapan nilai-nilai dalam kehidupan nyata (Mumbrita, 2004).
Berubahnya kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi dilatar belakangi oleh :
1. Era persaingan global,
2. Kemampuan SDM merupakan produk lembaga pendidikan,
3. Perlu standar kemampuan lulusan,
4. Perlu standar kemampuan MAPEL,
5. Standar kompetensi MAPEL dijabarkan menjadi kompetensi dasar, (Mumbrita, 2004).
Dengan demikian Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dengan penuh tanggung jawab. (Mulyasa, 2004).
Upaya implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dimaksudkan untuk meningkatkan :
1. Pengalaman belajar
2. Strategi pembelajaran
3. Sistem penilaian, dan
4. Pelaporan hasil pembelajaran (Kumaidi, 2005).
Berdasarkan deskripsi tersebut, maka seyogyanya setiap perubahan kurikulum akan berimplikasi pada sikap belajar siswa. Intensitas belajar siswa menghadapi Kurikulum Berbasis Kompetensi akan lebih tinggi dengan metode yang lebih bervariasi karena tingkat persaingan yang cukup ketat dan standar mutu signifikan.
3.2 Pengertian Belajar
Kata belajar telah sering didengar dalam kehidupan sehari-hari yang identik dengan membaca dan siswa pergi ke sekolah. Makna belajar tidak sederhana seperti makna tersebut akan tetapi lebi luas, karena dalam belajar harus terarah dan mempunyai hasil berupa peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Teori Psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar beberapa prinsip teori tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku terjadi berkat interaksi anatara individu dan lingkungannya, faktor herediter (natural endowment) lebih berpengaruh,
2. Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku,
3. Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematik,
4. Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya, dan
5. Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu. (Oemar Hamalik, 2003:41).
Belajar merupakan “suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukannya, dengan tujuan memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap” (Suharsimi Arikunto, 1980:38). Dalam definisi ini jelas bahwa hasil belajar adalah perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Pengertian senada mengenai belajar oleh Slameto (1995:18) menyatakan bahwa “belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya Slameto menegaskan mengenai konteks yang terdapat dalam belajar, yaitu :
a. Perubahan terjadi secara teratur,
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional,
c. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif,
d. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, dan
e. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. (1995:19).
Skiner (dalam Dimiati dan Mudjiono) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu prilaku, pada saat belajar individu yang melakukannya akan mempunyai respon yang lebioh baik dan sebaliknya akan mengalami penurunan respon apabila individu bersangkutan tersebut tidak belajar, (1999:42).
a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,
b. Respon di pembelajar, dan
c. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon.
Gagne (dalam Dimiati dan Mudjiono, 1999:49) menyatakan bahwa belajar adalah merupakan kegiatan yang kompleks, dimana hasilnya merupakan pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik (kapabiliti). Pembelajar akan memperoleh keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Ditekankan oleh Gagne, bahwa kapabiliti diperoleh karena stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar.
3.3 Implementasi Kurikulum dan Aktivitas Belajar Siswa
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap, (Mulyasa, 2004:93). Dalam Oxford Advance Leaner’s dikemukakan bahwa implementasi adalah : “Put something into effect”. (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).
Miller dan Siller (dalam Mulyasa, 2004:94) bahwa: “in some case implementation has been identied with instruction…” lebih lanjut dijelaskan bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu proses penerapan konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktek pembelajaran atau aktivitas-aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk berubah.
Merujuk pada konsep di atas implementasi kurikulum dapat diartikan sebagai perwujudan konsep dan gagasan yang bersifat tekstual ke dalam bentuk aktivitas aktual yakni melalui program pembelajaran.
Implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut :
a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan,
b. Strategi implementasi; yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan,
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran (Oemar Hamalik, 2004:94).
Memperhatikan konsep tersebut di atas maka sangat jelaslah bahwa implementasi kurikulum tidak bisa terlepas dari subyek kurikulum itu sendiri yakni siswa atau anak didik. Operasionalisasi kurikulum tidak akan berjalan tanpa adanya faktor siswa meskipun beberapa ahli menilai bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang dari dalam diri guru itu sendiri.
Jelasnya bahwa proses implementasi kurikulum memuat aktivitas interaksi diantara interaksi itu adalah interaksi antara guru dengan murid. Sehingga besar pengaruhnya antara implementasi kurikulum dengan sasaran dari implementasi itu sendiri. Pelaksanaan kurikulum yang baik apabila mampu membangun semangat belajar dan tidak membosankan.
BAB III
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini untuk menjelaskan dampak implementasi kurikulum terhadap perubahan perilaku belajar siswa Sekolah Menengah Atas. Perubahan tersebut dapat dijelaskan dengan menganalisa perkembangan perilaku belajar siswa pada saat sebelum pemberlakuan kurikulum baru dengan setelah adanya kurikulum yang baru. Tentu saja hal tersebut dapat diukur dengan memperhatikan pendapt siswa sendiri, berdasarkan pendapat tersebut akan diperoleh suatu gambaran bahwa perilaku belajar siswa menunjukkan intensitas bertambah tinggi atau biasa-biasa saja atau bahkan menurun.
Pada akhir penelitian ini akan dijelaskan bahwa kehadiran kurikulum baru akan memiliki dampak atau tidak pada sikap belajar siswa sehingg polemik tentang perubahan kurikulum yang telah terjadi beberapa kali dapat kita komentari bermakna bagi perubahan perilaku belajar siswa atau justeru sebaliknya tidak memiliki dampak sedikitpun terhadap bentuk aktivitas belajar siswa atau bahkan mungkin antagonis.
Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara ilmiah kepada publik bahwa setiap perubahan kurikulum memiliki dampak bagi siswa. Apakah dampaknya negatif atau poisitif, adanya fakta baru akan memudahkan kita menjelaskan makna perubahan kurikulum kepada dua elemen masyarakat yang berpolemik antara yang setuju adanya perubahan kurikulum dengan yang tidak setuju adanya perubahan kurikulum atau bahkam bersikap apatis dengan perubahan yang ada.
BAB IV
METODE PENELITIAN
5.1 Variabel Peneltian
Variabel dalam penelitian ini dibagi dalam dua variabel yakni:
a. Variabel independen (variabel bebas), yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah implementasi kurikulum.
b. Variabel dependen (variabel terikat), yang menjadi variabel terikatnya adalah aktivitas belajar siswa SMA.
Metode yang Digunakan
Adapun metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskripif “suatu metode penelitian yang dapat melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat” (Jalaludin Rahmat, 1985). Dengan tujuan “Melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat” (Jalaludin Rahmat, 1985).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan korelasional, Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa “pendekatan korelasional adalah jenis penelitian yang mengkaji huubungan antara dua hal atau lebih” (2004). Dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai hubungan antara implementasi kurikulum dengan perubahan prilaku belajar siswa pada Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram. Hubungannya tersebut dapat berlangsung positif, atau tidak ada hubungan sama sekali bahkan bisa jadi negatif.
Seorang ahli menjelaskan mengenai hubungan tersebut sebagaimana berikut :
Arah korelasi digolongkan menjadi tiga bagian, yakni arah korelasi positif, arah korelasi negatif, dan arah korelasi nihil. Arah korelasi positif dapat dijelaskan bahwa apabila variabel X meningkat akan diikuti dengan meningkatnya variabel Y dan sebaliknya, jika variabel X menurun akan diikuti secara sejajar dengan menurunnya variabel Y. sedangkan arah korelasi negatif berarti apabila variabel sebaliknya, apabila variabel Y meningkat, maka akan diikuti dengan menurunnya variabel X. arah korelasi nihil menunjukkan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan sama sekali (Sutrisno Hadi, 1980).
Pendekatan korelasional dapat pula disebut pendekatan kuantitatif sebagaimana penjelasan seorang ahli sebagai berikut :
Penelitian kuantitatif adalahsuatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan menganai apa yang ingin kita ketahui. Pada umumnya penelitian kuantitatif dapat dilaksanakan juga sebagai penelitian pamerian atau penelitian deskriptif. Penelitian kuantitatif dapat pula berupa hubungan atau penelitian korelasi… ( S. Margono, 2000).
Jadi penelitian ini mengguanakan metode deskriptif kuantitatif melalui pendekatan korelasional, penggunaan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional dimaksudkan untuk mengukur hubungan antara implementasi kurikulum yang baru dengan perubahan perilaku belajar siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram.
Sementara itu yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram. Mengingat jumlah siswa SMA di kota Mataram cukup banyak, maka dilakukan pemilihan sekolah dengan cara perwakilan yakni 2 (dua) Sekolah Menengah Atas Negeri dan 2 (dua) Sekolah Menengah Atas Swasta. Untuk menunjukkan perwakilan masing-masing sekolah tersebut dilakukan dengan cara acak (random sampling). Setelah dilakukan pemilihan acak terhadap yang mewakili sekolah yang ada, maka dari perwakilan sekolah tersebut akan dipilih perwakilan siswa sebanyak 15% (siswa kelas II). Pemilihan siswa Kelas II untuk mengurangi terjadinya kendala teknis seperti waktu dan tingkat pemahaman siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sehingga hasil penelitian ini dimaksudkan dapat menerangkan secara lugas permasalahan yang ada sekaligus mengurangi semaksimal mungkin kesalahan-kesalahan teknis.
5. 3. Rancangan Penelitian
1. Tahap Persiapan
Langkah pertama adalah melakukan observasi lapangan sekaligus persiapan kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan yaitu surat-surat penelitian dan komunikasi awal dengan pihak sekolah setelah sebelumnya dilakukan proses penentuan subyek melalui sistem acak oleh peneliti. Setalah itu melakukan penentuan jumlah responden termasuk identitas dari responden yang diperoleh dari sekolah yang bersangkutan melalui arsip dan dokumen sekolah. Selanjutnya membuat angket yang berhubungan dengan aktivitas belajar siswa selama implementasi kurikulum.
2. Uji Kelayakan angket
Sebelum angket disebarkan perlu diperhatikan relevansi angket dengan model data yang diinginkan. Angket yang benar adalah angket yang disusun dengan menggunakan bahasa baku dan mengarah kepada kontek materi yang diteliti sehingga pertanyaan yang diajukan tidak membingungkan atau bahkan tumpang tindih.
Angket dibuat dengan memperhatikan kaidah-kaidah akademis yakni pertanyaan tidak berbelit-belit, pertanyaan tidak berulang-ulang, menggunakan bahasa sederhana dan baku, dan mengarah pada tujuan penelitian. Sebelum angket disebarkan peneliti akan melakukan konsultasi kepada yang telah berpengalaman melakukan penelitian dengan metode angket sehingga angket tersebut dapat dianggap efektif oleh peneliti yang menelaah permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
3. Penyebaran Angket dan Pengumpulan Angket
Langkah pertama agar angket dapat tersebar ke seluruh subyek tentu saja harus melibatkan pihak sekolah. Dengan kata lain peneliti harus menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak sekolah agar proses penelitian dapat berjalan secara baik, adanya kesamaan pandangan antara sekolah dengan peneliti akan sangat membantu lancar tidaknya proses penelitian. Hal tersebut juga dimaksudkan agar siswa sebagai subyek dapat merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara baik dan terbuka. Pada akhirnya antara peneliti dan yang diteliti dapat berinteraksi secara baik dan menghasilkan out put penelitian yang ilmiah.
Angket-angket tersebut dibawa pulang oleh responden untuk dijawab di rumah masing-masing kemudian di kembalikan pada saat yang ditentukan oleh peneliti. Idealnya angket akan diajukan sebanyak 2 (dua) kali dengan pertanyaan yang sama, hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsistensi siswa dalam menjawab pertanyaan sebelum dan sesudahnya.
Selanjutnya pengumpulan angket serta data-data dokuemntasi lainnya, data dokumen diperoleh dari sekolah yang bersangkutan. Standar jumlah angket yang terkumpul adalah 75% dari seluruh angket yang disebar. Pemberian standar tersebut perlu dilakukan mengingat keterbatasan peneliti untuk dapat mengetahui adanya faktor X yang menjadi kendala bagi responden selama waktu pengisian angket diberikan.
5.4 Analisis Data
Untuk mengukur hubungan dari kedua variabel, maka metode yang dipergunakan adalah metode statistik dengan rumus r product moment sebagai berikut.
(Suharsimi Arikunto : 244)
Keterangan :
rxy = Korelasi variabel X dan Y
N = Jumlah sampel
∑XY = Jumlah variabel XY
∑X2 = Jumlah variabel X2
∑Y2 = Jumlah variabel Y2
Penggunaan formula r dalam product moment adalah untuk mengukur hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dengan variabel terikat dalam hal ini kegiatan implementasi kurikulum dengan aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram.
5.5. Penafsiran dan Penyimpulan
Proses penafsiran dilakukan setelahs emua hasil rekapitulasi data yang di analisis telah dapat diukur melalui uji signifikansi dengan taraf signifikansi 5%. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dicek dalam tabel uji signifikansi. Untuk dapat menafsirkan data tersebut tentunya dapat dibandingkan antara nilai hasil rekapitulasi dengan nilai yang ada dalam tabel. Jika nilai r dalam tabel lebih besar dari nilai r hitung maka Hipotesis alternatif diterima yang berarti penelitian Signifikan dan sebaliknya jika nilai t tabel lebih kecil dari r hitung maka hipotesis nihil diterima yang berarti hasil penelitian tidak signifikan.
BAB 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di empat sekolah di wilayah Kota Mataram adapun sekolah dimaksud adalahs ebagai berikut:
1. Sekolah Menengah Umum Negeri 05 Mataram
2. Sekolah Menengah Umum Negeri 07 Mataram
3. Sekolah Menengah Umum Muhammadiyah Mataram
4. Sekolah Menengah Umum Al-Ma’arif Mataram.
Keempat sekolah tersebut merupakan representasi dari sejumlah Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram. Dikatakan representatif karena 4 sekolah tersebut dapat mewakili 2 SMA swasta dan juga 2 SMA negeri. SMA Negeri 05 merupakan Sekolah Menengah Atas yang tergolong cukup maju dan merupakan saingan dari SMA N 1 Mataram, sedangkan SMA N 07 merupakan SMA N yang tergolong cukup baru dan sering diidentikan dengan SMA N yang cukup repot diurus karena siswa-siswanya kebanyakan berasal dari pinggiran kota dan wilayah pesisir. Sementara itu SMA Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai SMA swasta yang cukup baik bila dibandingkan dengan SMA swasta lainnya sedangkan SMA Al-Ma'rif tidak cukup lebih baik dari SMA Muhammadiyah Mataram.
Memperhatikan keadaan masing-masing SMA tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sampel dalam penelitian ini cukup mewakili keadaan SMA lainnya di wilayah kota Mataram.
6.2 Merubah Hipotesis Alternatif menjadi Hipotesis Nihil
Sebelum dilakukan penelaahan terhadap data yang ada terlebih dahulu dilakukan perubahan hipotesis, yakni dari hipotesis alternatif menjadi hipotesis nihil adalah “Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara implementasi kurikulum dengan model aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram”.
6.3 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian
Dari 120 responden yang diharapkan oleh responden merespon angket yang telah disebarkan di empat Sekolah (2 sekolah negeri dan 2 sekolah swasta). Masing-masing siswa di sekolah tersebut memiliki respon terhadap angket berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah angket yang terkumpul yakni hanya sebanyak 105 angket dari 160 angket yang diharapkan. Akan tetapi hasil tersebut tidak mengurangi keakurasian penelitian ini mengingat jumlah angket telah lebih dari 50% dari jumlah angket yang disebarkan.
Sebagaimana telah peneliti maklumi dalam metode pengumpulan data bahwa dalam pengumpulan data tidak menutup kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti rendahnya jumlah responden dalam menyikapi isi angket dan sebagainya yang merupakan kendala lain yang mempengaruhi selama proses penelitian dilakukan.
Adapun angket yang disebarkan berisi tentang :
1. Pemahaman siswa tentang perubahan kurikulum (Variabel X) sebanyak 10 Pertanyaan dengan kategori jawaban A, B, dan C. masing-masing jawaban diberi skor berdasarkan urutan pilihan yakni 3 untuk jawaban A, 2 untuk jawaban B, dan 1 untuk jawaban C. Dengan demikian nilai maksimal yang diperoleh oleh siswa jika menjawab A semuanya adalah sebanyak 30.
2. Angket tentang aktivitas belajar siswa (variabel Y) dengan ketentuan pilihan yang sudah jelas yakni Ya dengan skor 1 dan Tidak dengan skor 0.
Angket tentang model aktivitas belajar siswa yakni menyangkut; apakah aktivitas belajar siswa mengalami perkembangan yang berarti dilihat dari jadwal belajar, lama waktu belajar, keaktifan dalam kelompok belajar, inisiatif untuk membentuk kelompok belajar atau mengkuti bimbingan belajar. Jumlah angket untuk kategori kedua yakni sebanyak 10 soal dengan nilai maksimal yakni 10.
Berikut peneliti akan menggambarkan hasil perolehan angket yang telah disebarkan di empat sekolah di Mataram tersebut.
4.5 Interpretasi Data
Berdasarkan hasil r hitung diperoleh nilai sebesar 0,586 dan untuk penelitian ini peneliti menggunakan taraf signifikansi 5%. Adapun hasil r dalam table diperoleh nilai sebesar 0,195. Dengan demikian berdasarkan kaidah penelitian jika r-hitung lebih besar dari r-table maka hipotesis yang diajukan dapat diterima sedangkan jika r hitung lebih kecil dari r-tabel maka hipotesis yang diajukan ditolak.
Jadi hipotesis kerja yang diajukan dalam penelitian ini yang berbunyi “Terdapat hubungan secara signifikan antara implementasi kurikulum dengan model aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram” dinyatakan diterimayang berarti hipotesis nihil dinyatakan ditolak.
4.6 Pembahasan
Secara kuantitatif hasil penelitian di atas menunjukkan signifikan, namun demikian perlu peneliti sampaikan beberapa hal secara kualitatif tentang adanya inkonsistensi jawaban yang disampaikan oleh siswa terhadap angket yang peneliti ajukan, sehingga kita dapat mengkaji secara lebih mendalam lagi tentang isi penelitian ini.
Dapat dikatakan bahwa terdapat inkosistensi jawaban dari responden sehubungan dengan pertanyaan yang diajukan dalam angket, seperti berikut:
- Pada angket Nomor 6 tentang pendapat siswa terhadap perubahan kurikulum rata-rata siswa menjawab setuju atau 72% dari jumlah responden yang ada, sedangkan pada soal berikutnya yakni soal terakhir tentang pendapat siswa jika kurikulum dikembalikan ke kurikulum lama juga responden menjawab rata-rata setuju atau sebanyak 70%.
Jawaban responden tersebut dapat terjadi karena beberapa hal:
a. Siswa-siswa belum memahami secara mendalam makna perubahan kurikulum bagi dunia pendidikan,
b. Proses sosialisasi kurikulum belum diselenggarakan secara serempak oleh pihak pelaksana pendidikan, sekolah, guru, dinas terkait, dan lain-lainnya.
c. Informasi tentang perubahan kurikulum tidak utuh diterima oleh siswa sehingga sampai dengan sekarang siswa-siswa masih kebingungan dengan perubahan kurikulum yang terus menerus, bahkan ada kehawatiran siswa bahwa ”bukan tidak mungkin kurikulum yang baru akan terbit lagi menggantikan kurikulum yang sedang berlaku sekarang”.
- Ditinjau dari aspek gender terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam merespon perubahan kurikulum yang ada, hal tersebut dapat terlihat dalam gambaran jawaban siswa berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amudi Pasaribu, 1985, Pengantar Metode Statistik, LP3ES, Jakarta.
Dimiati dan Mudjiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Iwan Jazadi, Phd, 2003, Menyoal PP No 17 2003, Kompas, Edisi September.
Jalaludin Rahmat, 1985, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Karya CV, Bandung.
Komarudin, 1987, Metode Penulisan Skripsi dan Tesis, Angkasa, Bandung.
Mulyasa, 2005, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, karakteristik dan Implementasi, Remaja Rosda Karya, Bandung.
Nana Sudjana, 1999, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Sinar Baru Agasindo, Bandung.
Oemar Hamalik, 2003, Belajar dan Pembelajaran, PT Cita Aditya Bakti, Bandung.
Pabundu Tika, 2005, Metode Penelitian Geografi, PT Bumi Aksara, Bandung.
Ridwan, 2002, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung.
S. Margono, 2000, Metode Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Sanafiah Faisal, 1982, Metode Penelitian Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya.
Setya Yuwana, 2002, Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu, Semarang.
Slameto, 1995, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi, Rinekla Cipta, Jakarta.
Sugiyono, 2001, Statistik Non Parametis Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Suharsimi Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktis), PT Rineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno Hadi, 1981, Bimbingan Menulis Skripsi dan Tesis Jilid I, Fakultas Fsikologi UGM, Yogyakarta.
UU No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Citra Umbara, Bandung.
Winarno Surakhmad, 1980, Menyongsong Pembaharuan Pendidikan Nasional, Tarsito, Bandung.
No comments:
Post a Comment