Friday, April 26, 2013

DOWNLOAD SKRIPSI EKONOMI TERBARU PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF



                                                                 
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP  INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI MATA PELAJARAN EKONOMI PADA SISWA




                                                                            BAB I                                                
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan selalu mengalami pembaharuan dalam rangka mencari struktur kurikulum, sistem pendidikan dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan mutu para pendidik dan peserta didik serta perubahan dan perbaikan kurikulum.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu memiliki dan memecahkan problema pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan idealnya harus mampu melakukan proses edukasi, sosialisasi, dan transformasi. Dengan kata lain, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu berperan sebagai proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan mendidik dan mengajar), proses sosialisasi (proses bermasyarakat terutama bagi anak didik), dan wadah proses transformasi (proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik/ lebih maju).                                                      
SMP Negeri 16 Surakarta merupakan salah satu sekolah negeri yang mempunyai input atau masukan siswa yang memiliki prestasi belajar yang bervariasi. Karena prestasi belajar yang bervariasi inilah maka peran serta dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar beraneka ragam. Pada tahun pelajaran 2005/2006 batas terendah Nilai Ebtanas Murni (NEM) masuk SMP Negeri 16 Surakarta adalah 32,00. Batas tuntas nilai IPS SMP Negeri 16 Surakarta untuk tahun pelajaran 2005/2006 adalah 6,00.

 
Masalah proses belajar mengajar pada umumnya terjadi di kelas, kelas dalam hal ini dapat berarti segala kegiatan yang dilakukan guru dan anak didiknya di suatu ruangan dalam melaksanakan KBM. Kelas dalam arti luas mencakup interaksi guru dan siswa, teknik dan strategi belajar mengajar, dan implementasi kurikulum serta evaluasinya. (Kasihani Kasbolah E.S, 2001 hal: 1)

 
Proses pembelajaran melalui interaksi guru dan siswa, siswa dan siswa, dan siswa dengan guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen lain yang saling terkait menjadi satu sistem yang utuh. Perolehan hasil belajar sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan dan pembelajaran selama program pendidikan dilaksanankan di kelas yang pada kenyataannya tidak pernah lepas dari masalah.  
Menurut hasil pengamatan yang dilakukan peneliti melalui observasi kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaran ekonomi kelas VII(E) semester genap di SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2005/2006 menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi mata pelajaran ekonomi siswa kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan pencapaian kompetensi mata pelajaran ekonomi siswa kurang optimal adalah pemilihan metode pembelajaran dan kurangnya peran serta (keaktifan) siswa dalam KBM. Pada tahun ajaran 2005/2006 SMP Negeri 16 Surakarta sudah mempergunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, namun pelaksanaannya belum optimal. Metode mengajar guru masih secara konvensional. Proses belajar mengajar ekonomi masih terfokus pada guru dan kurang terfokus pada siswa. Hal ini mengakibatkan kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh sehingga menyebabkan diskriminasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif dalam KBM cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif dalam KBM, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga kegiatan belajar mengajar tidak hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja. Selain itu, melalui pemilihan metode pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama mata pelajaran ekonomi.
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Dalam metode pembelajaran kooperatif lebih menitikberatkan pada proses belajar pada kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok. Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang tidak dapat ditemui pada metode konvensional.
Para siswa dalam kelompok kooperatif belajar bersama-sama dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah benar-benar menguasai konsep yang telah dipelajari, karena keberhasilan mereka sebagai kelompok bergantung dari pemahaman masing-masing anggota. Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif ini, yaitu: siswa dapat mencapai prestasi belajar yang bagus, menerima pelajaran dengan senang hati atau sebagai hiburan, karena adanya kontak fisik antara mereka, serta dapat mengembangkan kemampuan siswa.  
Dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik, peserta didik harus bekerja dengan lembar kerja yang berisi pertanyaan dan tugas yang telah direncanakan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu sesama teman.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkaji penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam proses pembalajaran. Group Investigation adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Pusat dari investigasi kelompok adalah perencanaan kooperatif murid dalam melakukan penyelidikan terhadap topik yang telah diidentifikasikan. Anggota kelompok mengambil peran dalam menentukan apa yang akan mereka selidiki, siapa yang akan mengerjakan dan bagaimana mereka mempresentasikan hasil secara keseluruhan di depan kelas. Kelompok pada pembelajaran berbasis investigasi kelompok ini merupakan kelompok yang heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuannya. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Di dalam kelompok tersebut, setiap siswa dalam kelompok mengejakan apa yang telah menjadi tugasnya dalam lembar kerja kegiatan secara mandiri yang telah disiapkan dan teman sekelompoknya bertanggungjawab untuk saling memberi kontribusi, saling tukar-menukar dan mengumpulkan ide. Setelah itu anggota kelompok merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya. Langkah terakhir dalam kegiatan ini, salah satu anggota kelompok mengkoordinasikan rencana yang akan dipresentasikan di depan kelompok yang lebih besar.
Teknik presentasi dilakukan di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi, sedangkan kelompok yang lain menunggu giliran untuk mempresentasikan, mengevaluasi dan memberi tanggapan dari topik yang tengah dipresentasikan. Peran guru dalam GI adalah sebagai sumber dan fasilitator. Di samping itu guru juga memperhatikan dan memeriksa setiap kelompok bahwa mereka mampu mengatur pekerjaannya dan membantu setiap permasalahan yang dihadapi di dalam interaksi kelompok tersebut. Pada akhir kegiatan, guru menyimpulkan dari masing-masing kegiatan kelompok dalam bentuk rangkuman.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut: “PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI MATA PELAJARAN EKONOMI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2005/2006.”

B.  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.        Proses belajar mengajar masih terfokus pada guru belum terfokus pada siswa sehingga kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran daripada pembelajaran.
2.        Prestasi belajar ekonomi siswa sangat dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan, padahal penerapan metode konvensional kurang efektif dalam kegiatan belajar mengajar.
3.        Peran serta dan keaktifan siswa dalam KBM khususnya di kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta belum menyeluruh sehingga prestasi belajar kurang optimal.
4.        Implementasi kurikulum berbasis kompetensi membutuhkan penerapan metode pembelajaran yang melibatkan peran serta siswa secara keseluruhan, padahal proses pembelajaran selama ini masih didominasi oleh siswa-siswa tertentu.

C.  Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian maka pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam hal ini adalah:
1.  Subjek Penelitian
Siswa kelas VII(E) semester genap SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2005/2006.
2.  Objek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah:
a.         Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).
b.        Kompetensi siswa meliputi:
1). Aspek kognitif: evaluasi hasil belajar siswa.
2). Aspek afektif: peran serta siswa dalam KBM dan presentasi lisan.
c.         Materi pokok yang digunakan adalah:  Kegiatan Pokok Ekonomi dan Perusahaan dan Badan Usaha.

D.  Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.        Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan siswa secara keseluruhan?
2.        Apakah  penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2005/2006?

E.  Tujuan Penelitian
Melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.        Meningkatkan keaktifan siswa secara keseluruhan dalam proses pembelajaran ekonomi melalui penggunaan metode pembelajaran Group Investigation (GI).
2.        Meningkatkan pencapaian hasil belajar ekonomi siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2005/2006 melalui penggunaan metode pembelajaran Group Investigation (GI).


F.  Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan wawasan ilmu-ilmu pendidikan yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi belajar siswa dan peran serta siswa dalam proses pembelajaran.

2.    Manfaat Praktis
  1. Bagi sekolah yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.
  2. Bagi guru memberikan informasi mengenai manfaat pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dalam meningkatkan peran serta siswa dalam proses belajar mengajar.
  3. Bagi siswa yaitu untuk lebih meningkatkan kompetensi belajar siswa dengan perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran.
















 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

 A. Kajian Teori
1. Kompetensi dan Prestasi Belajar Siswa
a. Kompetensi
Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, berdemokrasi, dan mampu bersaing sehingga  dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah.
Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Johnson menyatakan bahwa pengajaran yang berdasarkan pada kompetensi merupakan suatu sistem bahwa siswa baru dianggap menyelesaikan pelajaran apabila telah melaksanakan tugas yang harus dia pelajari (A. Suhaenah Suparno, 2001:27).
Kompetensi dirumuskan sebagai suatu kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (kegiatan) dengan standar tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001:29).
Menurut Mulyasa (2003:39) “Kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab”.

8
 

 
Kompetensi menentukan apa yang harus dilakukan siswa untuk mengerti, menggunakan, meramalkan, menjelaskan, mengapresisasi atau menghargai. Kompetensi merupakan gambaran umum tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa (Balitbang, 2002:30). Pendidikan yang berdasarkan pada kompetensi adalah sistem yang komponen-komponennya terdiri atas masukan, proses, keluaran dan umpan balik (W.Gulo, 2002:31).
Pendidikan berdasarkan kompetensi dibandingkan dengan pendidikan secara konvensional menunjukkan perbedaan-perbedaan yang esensial sebagai berikut:
1)        Pendidikan  berdasarkan kompetensi dilakukan dengan pendekatan sistem. Berbeda dengan pendidikan konvensional bercirikan transformasi informasi, pendidikan berdasar kompetensi ini berusaha mengembangkan kemampuan dengan pendekatan sistem.
2)        Pendidikan berdasar kompetensi tujuannya diarahkan pada perilaku yang dapat didemonstrasikan. Pendidikan konvensional tujuan pengajarannya tidak dinyatakan dalam bentuk perilaku yang dapat didemonstrasikan.
3)        Konsekuensi dari pendidikan kompetensi ialah penilaian acuan patokan atau PAP. Berbeda dengan penilaian acuan norma atau PAN, penilaian pada pendidikan berdasarkan kompetensi didasarkan tingkat kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan (kriteria) yang harus dikuasai oleh siswa.
4)        Pendidikan berdasarkan kompetensi mementingkan balikan, baik balikan formatif maupun balikan sumatif. Pada pendidikan konvensional hanya balikan sumatif yang dipentingkan, balikan formatif walaupun ada tetapi fungsinya kurang mendapat perhatian yang penting.
5)        Penyajian pengajaran pada pendidikan yang berdasarkan kompetensi dilaksanakan dengan menerapkan belajar tuntas (mastery learning). Dalam hubungan ini orientasi siswa adalah on the task dan bukan off the task. Maksudnya, bahwa siswa tidak suka menghindari tugas-tugas, sebaliknya ia mencari tugas-tugas yang terkait dengan pelajarannya, baik tugas yang diberikan oleh guru maupun tugas yang diciptakan sendiri.
6)        Pendidikan berdasar kompetensi memberi tekanan pada penguasaan secara individual. Pendidikan konvensional lebih bersifat klasikal. (W.Gulo,2002:31-33).     
Kompetensi dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu aspek yang tampak dan aspek yang tidak tampak. Kompetensi dalam aspek yang tampak disebut dengan performance (penampilan) yang tercermin dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan sehingga dapat diamati, dilihat, dan dirasakan. Kompetensi dalam aspek yang tidak tampak disebut juga dengan kompetensi dalam aspek rasional yang dapat diamati karena tidak tampil dalam bentuk perilaku yang empiris. Kemampuan dalam aspek rasional ini umumnya dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai kognitif, afektif, dan psikomotorik (W. Gulo, 2002:34). 
Taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori yaitu yang dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Yang dimaksud dengan ranah-ranah ini oleh Bloom adalah perilaku-perilaku yang memang diniatkan untuk ditujukan oleh peserta didik atau pebelajar dalam cara-cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir (ranah kognitif), bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif), dan bagaimana berbuat (ranah psikomotorik) (A. Suhaenah Suparno, 2001:6).
Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang perlu dinilai meliputi ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Kompetensi ranah konnitif meliputi tingkatan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Berkenaan dengan ranah psikomotor kompetensi yang ingin dicapai meliputi tingkatan gerakan awal, semi rutin, gerakan rutin. Kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian respon, penilaian dan internalisasi (Depdiknas, 2002:20-21).
          Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan. Tidak saja pengetahuan, tetapi juga ketrampilan, nilai serta pola berfikir dan bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari yang sudah dipelajari.
Depdiknas (2002:5) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa; b) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan perbedaan individual siswa; c) menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi dalam penyampaian dan pembelajaran; d) menggunakan sumber belajar yang meluas (guru, siswa, narasumber, dan multi media); e) menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian kompetensi.

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dengan demikian, implementasi kurikulum dapat menumbuhkan tanggungjawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum (public policy), serta memberanikan diri berperan serta dalam berbagai kegiatan, baik di sekolah atau di masyarakat (Mulyasa, 2003:27).   
Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian, konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan (Mulyasa, 2003:40).
Implementasi kurikulum berbasis kompetensi di sekolah memiliki keunggulan sebagai berikut: a) mutu pendidikan lebih terjamin dengan adanya series of competency assesement –daftar kompetensi yang sudah dicapai, b) lebih dapat memenuhi kebutuhan lapangan kerja terutama untuk sekolah lanjutan dan c) dinamika masyarakat dapat diikuti oleh dunia pendidikan karena kurikulum berbasis kompetensi sangat fleksibel.
Keberhasilan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat ditentukan oleh kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sekolah. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
1)        Adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola dan mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia.
2)        Adanya peningkatan efisiensi dan keefektifan pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber pendidikan, melalui pembagian tanggung jawab yang jelas, transparan dan demokratis.
3)        Adanya peningkatan dan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat sekitar sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui pengambilan keputusan bersama.
4)        Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan mutu sekolah, baik dalam intra maupun ekstra kurikuler.
5)        Adanya kompetensi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
6)        Tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan warga sekolah, bersifat adaptif dan proaktif serta memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko).
7)        Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together).
8)        Terciptanya iklim sekolah yang aman, nyaman dan tertib sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning).
9)        Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditunjukkan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah (E. Mulyasa, 2003: 181-182).
Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum 2004 dilakukan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik sehingga dapat menguasai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi belajar yang dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, yaitu proses pembelajaran yang berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini guru sangat dibutuhkan oleh siswa sebagai pengarah dan pembimbing. Strategi yang sesuai dengan misi KBK memiliki kesamaan ciri dalam hal:
1)        Menekankan pada pemecahan masalah
2)        Bisa dijalankan dalam berbagai konteks pembelajaran
3)        Mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri
4)        Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
5)        Mendorong terciptanya masyarakat belajar
6)        Menerapkan penilaian otentik
7)        Menyenangkan

Berbagai strategi pembelajaran yang memenuhi kriteria tersebut, antara lain:
1)        Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning- CTL)
Adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa dapat menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. CTL memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempratekkan secara langsung apa yang dipelajarinya. Melalui CTL siswa memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga memungkinkan mereka untuk senantiasa belajar.
2)        Pengajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)
Adalah pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran. Peranm guru dalam pengajaran ini adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
3)        Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
Adalah pembelajaran yang memfokuskan pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran ini menciptakan interaksi yang saling mencerdaskan, sehingga tercipta masyarakat belajar. Ada empat metode yang identik dengan pembelajaran ini, yaitu: a) STAD (Student Teams Achievement Division), merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru setiap minggu, baik melalui verbal maupun tertulis dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok/tim, kemudian tiap anggota diberi lembar kerja akademik yang akan dikerjakan bersama dan saling membantu melalui tanya jawab atau diskusi; b) metode Jigsaw, guru mengelompokkan siswa ke beberapa kelompok dimana salah satu anggota dipilih sebagai kelompok pakar (bertugas mengajarkan materi kepada anggota kelompoknya) kemudian diadakan penilaian secara individual; c) metode Group Investigation (GI), guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan kesamaan minat terhadap topic tertentu dan siswa mempunyai kebebasan untuk memilih topik yang akan dipelajari, menyiapkan dan menyajikan laporannya di depan kelas secara keseluruhan; d) metode Struktural, ditandai dengan adanya pertanyaan oleh guru kepada peserta didik dalam kelas dan peserta didik menjawabnya dengan mengacungkan tangannya terlebih dahulu.
4)        Pembelajaran dengan penemuan (Inquiry)
Dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, sehingga mereka memperoleh pengalaman belajar yang nyata dan mereka dilatih untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan memperoleh ketrampilan. Guru dituntut untuk mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, serta tidak terlalu banyak intervensi. Nur dan Wikandari yang dikutip Nurhadi (2004: 122-123) mengemukakan “mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk”. Dengan demikian pengajaran ditujukan untuk membuat siswa berpikir dan mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan.
5)        Pengajaran otentik
Pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Guru dapat membantu siswa untuk belajar memecahakkan masalah dengan memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata, kaya dengan kandungan akademik serta ketrampilan yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata.
6)        Pengajaran berbasis proyek/ tugas (Project-Based Learning)
Dalam pengajaran ini, lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah otentik termasuk pendalaman materi suatu topik mata pelajaran dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Siswa diberi tugas/ proyek yang kompleks, sulit, lengkap tetapi realistis /otentik dan diberi bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Guru dalam pengajaran ini berperan sebagai pemberi tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah mandiri  yang dapat mempertahankan keterlibatan siswa.
(Nurhadi, 2004: 102).

b. Prestasi Belajar
Belajar merupakan kebutuhan setiap orang sebab dengan belajar seseorang dapat memahami dan mengerti tentang suatu kemampuan sehingga kecakapan dan kepandaian yang dimiliki dapat ditingkatkan. Sebagai individu yang sedang belajar mempunyai kepentingan agar berhasil dalam belajar. Prestasi dapat dicapai setelah terjadi proses interaksi dengan lingkungan dalam jangka waktu tertentu. Prestasi dapat berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sosial.
Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar seseorang dapat dilihat ditunjukkan dari prestasi yang dicapainya.
“ Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi ‘prestasi’ yang berarti hasil usaha ” (Zainal Arifin, 1990: 2). Dengan demikian prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil usaha yang telah dicapai dalam belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diasumsikan, bahwa prestasi belajar ekonomi adalah hasil yang dicapai pada taraf terakhir setelah melakukan kegiatan belajar ekonomi. Prestasi ini dapat dilihat dari kemampuan mengingat dan kemampuan intelektual siswa di bidang studi ekonomi, perolehan nilai dan sikap positif siswa dalam mengikuti pelajaran ekonomi dan terbentuknya ketrampilan siswa yang semakin meningkat dalam mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya.
Prestasi belajar semakin terasa penting untuk dipermasalahkan, karena mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu:
b.        Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.
c.         Prestasi belajar sebagai pemuasan hasrat ingin tahu.
Para ahli psikologi biasa menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
d.        Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik (feed back) dalam meningkatkan mutu pendidikan.
e.         Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.
f.         Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.
(Zainal Arifin, 1990: 3).

Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kesulitan belajar yang dapat berpengaruh bagi perstasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.    Faktor-faktor yang berasal dari dalam (internal) yaitu:
1).   Siswa merasa sukar mencerna materi karena menganggap materi tersebut sulit.
2).   Siswa kehilangan gairah belajar karena mendapatkan nilai yang rendah.
3).   Siswa meyakini bahwa sulit untuk menerapkan disiplin diri dalam belajar.
4).   Siswa mengeluh tidak bisa berkonsentrasi.
5).   Siswa tidak cukup tekun untuk mengerjakan sesuatu khususnya belajar.
6).   Konsep diri yang rendah.
7).   Gangguan emosi.
b.    Faktor-faktor yang berasal dari luar (eksternal), yaitu:
1)        Kemampuan atau keadaan sosial ekonomi.
2)        Kekurangmampuan guru dalam materi dan strategi pembelajaran.
3)        Tugas-tugas non akademik.
4)        Kurang adanya dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
5)        Lingkungan fisik.
(A. Suhaenah Suparno, 2001: 52-57).

2. Metode Pembelajaran Kooperatif
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana proses belajar mengajar di dalam kelas agar terjadi interaksi kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik. Salah satu keberhasilan belajar tergantung pada metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Metode pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih metode pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan.
Agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta tujuan belajar dapat tercapai, guru harus memiliki strategi-strategi tertentu. Salah satu langkah untuk memiliki strategi tersebut adalah penguasaan terhadap teknik-teknik penyajian atau biasa disebut dengan metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode atau method secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pelajaran dengan menggunakan faktor dan konsep secara sistematis (Muhibbin Syah, 1995: 202). Metode mengajar diartikan juga sebagai teknik guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roestiyah, 2001: 1).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara (langkah) yang ditempuh dan direncanakan sebaik-baiknya untuk usaha yang bersifat sadar, disengaja, dan bertanggungjawab yang secara sistematis dan terarah pada pencapaian tujuan pengajaran. Salah satu metode yang perlu dikembangkan seiring dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajar lainnya (Kessler, 1992: 8). Belajar kooperatif merupakan satu strategi pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan kumpulan-kumpulan kecil pelajar dengan memberi peluang untuk berinteraksi sesama mereka di dalam proses pembelajaran (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 54).
Metode pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di kelas. Tidak ada kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, karena pembelajaran dapat dicapai ditengah-tengah percakapan antara siswa. Guru dapat menciptakan suatu lingkungan kelas yang baru tempat siswa secara rutin dapat saling membantu satu sama lain, guna menuntaskan bahan ajar pada akademiknya.
Pengalaman belajar secara kooperatif menghasilkan keyakinan yang lebih kuat bahwa seseorang merasa disukai, diterima oleh siswa lain, dan menaruh perhatian tentang bagaimana kawannya belajar, dan ingin membantu kawannya belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya diskusi, pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih ketrampilan-ketrampilan tertentu (A. Suhaenah Suparno, 2001: 156).
Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa. Metode pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, yaitu:
a.         Tujuan kelompok
Sebagian besar metode belajar kelompok ini mempunyai beberapa bentuk tujuan kelompok.
b.        Pertanggung jawaban individu
Pertanggung jawaban individu dicapai dengan dua cara, pertama memperoleh skor kelompok. Cara yang kedua dengan memberikan tugas khusus yaitu setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian dari tugas kelompok.
c.         Kesempatan untuk sukses
Keunikan dalam metode belajar kelompok ini yaitu menggunakan metode scoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam kelompok mereka.
d.        Kompetisi antar kelompok
Adanya kompetisi antar kelompok berarti memotivasi siswa untuk ikut aktif dan berperan dalam pembentukan konsep suatu materi.
(Slavin, 1995: 12).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a.              Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan sacara bersama.
b.             Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c.              Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama, budaya dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompokpun terdapat ras, suku, agama, dan jenis kelamin yang berbeda pula.
d.             Penghargaan lebih mengutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan (http://www.naskahakademik.net, 23 April 2006).
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan utama, yaitu:
a.         Pencapaian akademik
Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan pada siswa yang berpencapaian rendah dan siswa yang berpencapaian tinggi dalam proses pembelajaran. Siswa yang berpencapaian lebih tinggi dapat mengajari siswa yang berpencapaian rendah. Ini memberikan keuntungan terhadap siswa yang berpencapaian tinggi karena dengan membagikan ide atau pengetahuannya, siswa tersebut menjadi lebih dalam pengetahuannya tentang materi atau bahan ajar; sedangkan siswa yang berpencapaian rendah lebih tertarik dalam belajar.
b.    Penerimaan atau perbedaan
  Efek atau dampak yang kedua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang lebih luas terhadap orang lain yang berbeda ras, kebudayaan, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan.
c.    Mengembangkan kemampuan sosial
       Tujuan yang ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa kemampuan bekerjasama dan berkolaborasi. Keadaan seperti ini bertujuan untuk memperkecil ketidaksepahaman antara individu yang dapat memicu tindak kekerasan dan seringnya timbul ketidakpuasan ketika mereka dituntut untuk bekerjasama (Arends, 1997: 111-112).
Ada beberapa alasan yang mendasari dikembangkan pembelajaran kooperatif, antara lain:
1)        Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2)        Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan.
3)        Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4)        Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
5)        Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6)        Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7)        Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8)        Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9)        Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10)    Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
11)    Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasinya juga (Nurhadi, 2004: 116).
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004: 31-35) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran cooperative, yaitu:
a.   Saling ketergantungan positif
      Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 
b.   Tanggungjawab perseorangan
      Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang   terbaik. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c.   Tatap muka
      Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil pemikiran satu orang saja.

d.   Komunikasi antar anggota
      Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.
e.   Evaluasi proses kelompok
      Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merupakan perbaikan dari pembelajaran tradisional. Berikut ini perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional.
Suhaida Abdul Kadir (2002: 59) menyebutkan bahwa berbagai metode belajar kooperatif yang sedang berkembang yaitu:
a)    Belajar Bersama (Learning Together) oleh Johnson et al. di University of Minnesota.
b)   Belajar dalam Bentuk Tim Siswa (Student Team Learning) oleh Slavin et al. di Johns Hopkins University.
c)    Jigsaw oleh Aronson et al. di University of Texas.
d)   Investigasi Kelompok (Group Investigation) oleh Sharan et al. di Tel Aviv University.
e)    Pendekatan Berstruktur oleh Kagan di University of California, Riverside.
Belajar kooperatif cenderung menaikkan pencapaian pada semua tugas sekolah yang terkait, superioritas atas belajar kompetitif dan individualistik yang  lebih jelas tampak dalam belajar konseptual dalam dan tugas-tugas pemecahan masalah (Usman H.B, 2001: 305).
Langkah langkah pembelajaran kooperatif dari awal hingga akhir dapat dilihat pada tabel berikut:

Apabila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif pada tabel di atas  maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa di kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain (http://www.naskahakademik.net, 23 April 2006).
Metode pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding metode lain, di antaranya:
(a)     Meningkatkan kemampuan siswa.
(b)     Meningkatkan rasa percaya diri.
         (c)  Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian
(d)     Memperbaiki hubungan antar kelompok.
Metode pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain:
(a)      Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.
(b)      Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk.
(c)   Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok mengakibatkan usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.
(d)      Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar (Slavin, 1995:2).
Melihat kelemahan-kelemahan ini maka dalam pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif diperlukan seorang guru yang mampu menjadikan kondisi kelas yang kondusif dan sepenuhnya menguasai tentang metode pembelajaran kooperatif sehingga proses pelaksanaannya akan menjadi lancar dan siswa dapat berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, serta siswa dapat bersaing secara positif.

3. Metode Pembelajaran GI (Group Investigation)
Dasar-dasar model Group Investigationdirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan teman-temannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Dalam menggunakan metode GI umumnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan (Arends, 1997: 120-121).
Investigasi kelompok adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, guru dan siswa bekerja sama membangun pembelajaran. Proses dalam perencanaan bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing siswa, kapasitas, dan kebutuhan. Siswa aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Dalam hal ini kelompok merupakan wahana sosial yang tepat untuk proses ini. Perencanaan kelompok merupakan salah satu metode untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal.
Metode investigasi kelompok adalah perpaduan sosial dan kemahiran berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam menganalisis dan mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau mengabaikan dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 67).
Dalam model ini terdapat 3 konsep utama, yaitu:
a.              Penelitian (inquiry) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan suatu masalah. Dalam proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan reaksi terhadap masalah yang dianggap perlu untuk diselesaikan. Masalah ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
b.             Pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir namun diperoleh siswa melalui pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.              Dinamika kelompok, menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok individu yang saling berinteraksi mengenai sesuatu yang sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide dan pendapat serta saling tukar-menukar pengalaman dan saling berargumentasi.
Spencer Kagan (1985: 72) mengemukakan bahwa metode GI memiliki enam tahapan kegiatan seperti berikut:
a)      Mengidentifikasikan topik dan pembentukan kelompok
Tingkatan ini menekankan pada permasalahan, siswa meneliti, mengajukan topik dan saran. Peranan ini dimulai dengan setiap siswa diberikan modul yang berisikan kisi-kisi; dari langkah ini diharapkan siswa mampu menebak topik apa yang akan disampaikan kemudian siswa yang memiliki topik yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok dalam penyelidikan nanti. Dalam hal ini peran dari guru adalah membatasi jumlah kelompok serta membantu mengumpulkan informasi dan memudahkan pengaturan.
b)      Merencanakan tugas belajar
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan subtopik yang akan diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja yang telah tersedia serta mengumpulkan sumber untuk memecahkan masalah yang tengah diinvestigasi. Setiap siswa menyumbangkan kontribusinya terhadap investigasi kelompok kecil. Kemudian setiap kelompok memberikan kontribusi kepada penelitian untuk seluruh kelas.
c)      Menjalankan investigasi
Siswa secara individual atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa dan mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan kontribusi satu dari bagian penting yang lain untuk mendiskusikan pekerjaannya bengan mengadakan saling tukar menukar informasi dan mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan.
d)     Menyiapkan Laporan Akhir
Pada tahap ini merupakan tingkat pengorganisasian dengan mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan dan merencanakan sebuah presentasi di depan kelas. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang kemudian setiap anggotanya mendengarkan. Peran guru di sini sebagai penasehat, membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil di dalamnya.
e)      Mempresentasikan hasil akhir
Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi. Diharapkan dari penyajian presentasi yang beraneka macam tersebut, kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab.
f)       Mengevaluasi
Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik dari pengalaman afektif mereka. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua subtopik yang disajikan.
Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun (2000: 51) dalam model Group Investigation ini guru hanya berperan sebagai konselor, konsultan dan pemberi kritik yang bersahabat. Di dalam metode ini seyogyanya guru membimbing  dan mencerminkan kelompok melalui tiga tahap:
1)  Tahap pemecahan masalah
2)  Tahap pengelolaan kelas
3)  Tahap pemaknaan secara perorangan

B.  Kerangka Pemikiran

1.  Peranan Metode Pembelajaran Group  Investigation (GI) Dalam   Meningkatkan Keaktifan Siswa.
Pencapaian kompetensi merupakan pencerminan dari hasil yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya kompetensi siswa, salah satunya adalah faktor sekolah. Komponen yang termasuk dalam faktor sekolah adalah guru, kurikulum, proses pembelajaran dan siswa. Kurikulum sebagai rencana tertulis mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan harus dapat mencerminkan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBK) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena Kegiatan Belajar Mengajar menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) terhadap tugas-tugas dengan standart tertentu sebagai hasilnya dapat dirasakan oleh setiap peserta didik berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran KBK, guru menggunakan strategi mengajar yang berpusat pada siswa sehingga tercipta belajar bermakna, yaitu siswa mengetahui apa yang ia pelajari, bagaimana ia mempelajarinya dan apa kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa tertarik untuk mempelajarinya.
Proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) diduga dapat meningkatkan peran serta siswa, sebab dalam pelaksanaannya siswa dilibatkan secara langsung, mulai dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skil). Dengan demikian siswa selau aktif dan selalu dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga tercipta  belajar bermakna dan siswa termotivasi untuk belajar, yang kemudian akan dapat meningakatkan kompetensi siswa.

2.  Peranan Metode Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)    Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian kompetensi siswa kurang optimal. Asumsi dasar yang menyebabkan hasil belajar ekonomi siswa kurang optimal tersebut adalah karena metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar belum melibatkan keaktifan siswa secara keseluruhan. Metode pembelajaran yang digunakan lebih didominasi oleh siswa-siswa yang memiliki pencapaian kompetensi belajar ekonomi relatif tinggi. Mereka lebih aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru. Sebaliknya siswa yang mempunyai pencapaian kompetensi belajar relatif rendah, mereka lebih pasif menerima pengetahuan dari guru tanpa berusaha untuk mencari informasi lebih mendalam.
Pelaksanaan metode pembelajaran kooperati Group Investigation (GI) akan dapat berhasil apabila ada kerjasama antara siswa yang dituntut untuk selalu aktif dan guru sebagai fasilitator yang memberi kemudahan dalam belajar. Guru  mempersiapkan strategi belajar yang selalu berpusat pada siswa, melakukan penlaian secara berkesinambungan dan menyeluruh didukung fasilitas sekolah yang lengkap dan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa untuk membantu memahami materi  yang dipelajarinya. Proses pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit yang dapat mereka diskusikan dengan siswa yang lain. Siswa yang aktif dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi, sehingga proses pembelajaran dengan menggunakan metode GI diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.


C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1.        Metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan  siswa dalam proses pembelajaran dengan:
a.         Peran serta siswa dalam menjalankan invetigasi kelompok dan menyiapkan laporan akhir.
b.                  Keaktifan dalam presentasi hasil kerja kelompok.
c.         Melakukan tanya jawab untuk mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok.
2.        Metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan:
a.         Pemahaman konsep siswa tentang materi yang digunakan dalam proses pembelajaran.
b.         Kolaborasi siswa dan guru untuk mengevaluasi proses belajar sehingga siswa mampu menguasai semua subtopik yang disajikan.






















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 16 Surakarta tahun pelajaran 2005/2006, yang beralamat di Jl. Kolonel Sutarto 188, Surakarta 57126. Pemilihan lokasi ini dikarenakan pada tahun ajaran 2005/2006 SMP Negeri 16 Surakarta sistem pembelajarannya sudah mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2006.    

B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII-E SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Pelajaran 2005/2006.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian tindakan kelas ini adalah berbagai kegiatan yang terjadi di dalam kelas selama berlangsungnya proses belajar mengajar  yang terdiri dari:
a. Pemilihan strategi pembelajaran
b. Pelaksanaan strategi pembelajaran yang dipilih
c. Suasana belajar saat berlangsungnya proses belajar mengajar
d. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
e. Hasil proses pembelajaran  

C.  Metode Penelitian
33
 
Jenis penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (Class Room Action Research). Berdasarkan tujuan penelitian, maka jelas bahwa penelitian ini tidak menguji hipotesis secara kuantitatif, akan tetapi lebih bersifat untuk mendiskripsikan data, fakta dan keadaan yang ada.
Di dalam penelitian ini, kegiatan peneliti di lapangan adalah untuk menyusun rencana kegiatan, melaksanakan observasi, mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, mengadakan evaluasi dan akhirnya melaporkan hasil penelitian.
Pendekatan yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggar  dalam Kasihani Kasbolah (2001: 63-65) yang berupa model spiral. Dalam perencanaan, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana, tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan kembali sebagai dasar untuk suatu ancang-ancang masalah. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan siklus I dan siklus II untuk melakukan perbaikan pembelajaran dan meggunakan kelas paralel dalam perbaikan tindakan.

D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan dengan permasalahannya, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut perlu digunakan teknik pengumpulan data sehingga dapat diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati terhadap objek penelitian dan mencatat fenomena yang diselidiki. Menurut Spradley dalam H. B Sutopo (2002:65) pelaksanaan teknik observasi dapat dibagi menjadi:
a. Observasi Tak Berperan
Dalam observasi ini, peneliti sama sekali kahadirannya dalam melakukan observasi tidak diketahui oleh subjek yang diamati.
b. Observasi Berperan
Pada observasi yang dilakukan dengan mendatangi peristiwanya, kehadiran peneliti di lokasi sudah menunjukkan peran yang paling pasif, sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh yang diamati, dan bagaimanapun hal itu membawa pengaruh pada yang diamati.
Observasi berparan menurut Spradley dalam H. B Sutopo (2002: 66) dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Observasi Berperan Pasif
Peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai pengamat pasif, namun hadir dalam konteksnya. Mengenai perilaku dan kondisi lingkungan penelitian bisa dilakukan observasi baik secara formal maupun informal.
b. Observasi Berperan Aktif
Peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan peranan yang memungkinkan dalam suatu kondisi yang berkaitan dengan penelitiannya, dengan mempertimbangkan akses yang bisa diperolehnya yang bermanfaat bagi pengumpulan data.
c. Observasi Berperan Secara Penuh
Peneliti memang memiliki peran dalam lokasi studinya, sehingga benar-benar terlihat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya.  
Agar pelaksanaan observasi dapat mencapai tujuannya, maka diperlukan adanya penguasaan terhadap jenis- jenis observasi, teknik dan alat-alat yang dapat  digunakan ketika melakukan observasi. Sukamto, seperti yang dikutip Kasihani Kasbolah (2001: 53-54) membagi observasi yang ditinjau dari kejelasan sasarannya menjadi empat macam, yaitu:
a.     Observasi Terbuka
Observasi terbuka, sebagaimana tercermin dari namanya, dan pada dasarnya tidak mempunyai sasaran atau struktur yang tertentu sebelum dilaksanakannya observasi. dalam hubungan ini, tidak ada alat Bantu observasi yang dipersiapkan secara khusus. Peneliti cukup menyediakan kertas kosong untuk mencatat hal-hal yang dinilai menarik atau penting selama observasi. Pencatatan biasanya diwujudkan dalam bentuk butir-butir kunci yang pengembangannya akan dilakukan kemudian.
b.    Observasi Terfokus
Pada jenis observasi terfokus, maksud dan sasaran observasi telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian alat-alat bantu pelaksanaan observasi telah dipersiapkan. Biasanya dalam observasi ini digunakan lembar panduan pengamatan yang sudah terinci sehingga pengamat (observer) tinggal merekam sasaran observasinya dengan memberi tanda pada kode-kode yang telah disepakati.
c.     Observasi Terstruktur
Penerapan observasi terstruktur dimaksudkan untuk mengobjektifkan pelaksanaan observasi dengan cara menggunakan tabulasi atau diagram. Pengamat hanya perlu memberi tanda setiap kali suatu gejala muncul dalam pengamatan.
d.    Observasi Sistematis
Untuk beberapa kasus penelitian yang banyak diminati, telah tersedia pedoman observasi baku yang dapat digunakan dimana saja untuk waktu yang relatif panjang karena sifatnya yang sudah baku maka penggunaannya memerlukan latihan intensif. Kebanyakan pedoman observasi baku ini dikembangkan dalam kaitan dengan upaya untuk memperoleh basis ilmiah proses pembelajaran.
Observasi dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif dan menggunakan jenis observasi terstruktur, karena peneliti hanya berperan sebagai pengamat pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang berpedoman pada lembar observasi yang telah disusun peneliti.
Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar yang meliputi metode dan strategi kegiatan belajar mengajar. Observasi merupakan proses perekaman dengan mengamati semua peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama penelian tindakan kelas berlangsung.

2. Tes Hasil Belajar
Tes digunakan untuk mengambil data pada siklus I dan siklus II yaitu untuk mendapatkan data tentang hasil belajar yang dicapai siswa selama proses pembelajaran baik kognitif maupun afektif. 

D.  Prosedur Pelaksanaan Tindakan
1.  Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
a. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi: silabus mata pelajaran Ekonomi dan skenario pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation dimana siswa dapat mendengar, melihat, mendiskusikan dan menerapkan topik pembelajaran.
b. Menyusun instrumen penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi belajar siswa dengan adanya penerapan metode pembelajaran Group Investigation dan mengetahui peran serta atau keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung baik pada siklus I maupun siklus II.
c. Menyiapkan sumber bahan yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Materi pokok yang digunakan dalam penerapan metode pembelajarn Group Investigation (GI) untuk siklus I dan II adalah: Perusahaan dan Badan Usaha. 
Kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah: Kemampuan menganalisis peran Perusahaan dan Badan Usaha sebagai tempat berlangsungnya proses produksi dan keterkaitannya dengan pelaku ekonomi.
Indikator:
1).  Mengidentifikasi jenis Perusahaan menurut lapangan usahanya
2). Mengidentifikasi jenis-jenis Badan Usaha menurut tanggung jawab pemiliknya
d. Menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan sesuai dengan skenario pembelajaran.
e. Mendesain alat evaluasi berupa soal tes untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa setelah adanya pelaksanaan metode Group Investigation (GI).


2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tidakan aspek collaborative participatori antara tim peneliti sangat penting dan menonjol. Hubungan kolaborasi tersebut harus tercipta dalam suasana demokratis agar implementasi rencana tindakan dapat berjalan dalam suasana efektif dan efisien. Guru dan peneliti berkolaborasi untuk mengetahui apakah setelah tindakan dilakukan terjadi perubahan atau peningkatan sehingga diperlukan suatu gambaran tentang keadaan awal. Dari gambaran tersebut dapat ditentukan apa yang harus diubah, diperbaiki atau ditingkatkan. Dengan diketahuinya keadaan awal, maka perubahan dan peningkatan dapat diikuti dari waktu ke waktu selama tindakan dilaksanakan (Kasihani Kasbolah, 2001: 49). 
Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai pengajar adalah guru mata pelajaran IPS Ekonomi (Tri Wahyuni, S.Pd). Pada tahap ini dilakukan suatu tindakan untuk menghasilkan adanya peningkatan dalam proses pembelajaran yang berupa pembelajaran menjadi lebih efektif, siswa menjadi lebih aktif dan hasil belajar meningkat. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pelaksanaan tindakan adalah implementasi metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) yang telah disusun oleh peneliti.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) pada siklus I dan II secara rinci sebagai berikut:
a.         Membagi siswa menjadi delapan kelompok dan setiap kelompok beranggotakan lima orang.
b.        Membagi materi menjadi delapan topik, kemudian materi tersebut diberikan kepada masing-masing kelompok untuk diidentifikasikan.
c.         Setiap kelompok merencanakan tugas belajar dan menjalankan investigasi kelompok.
d.        Tiap-tiap kelompok menyiapkan laporan akhir dengan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya yang kemudian setiap anggota mendengarkan.
e.         Setiap kelompok mempresentasikan laporan hasil akhirnya di depan kelas, sedangkan kelompok lain dapat aktif mengevaluasi laporan tiap-tiap kelompok dengan berbagai tanya jawab, kritik maupun saran.

3.  Observasi
Bersamaan dengan dilaksanakannya tindakan peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan dan hasil tindakan dari penerapan metode pembelajaran Group Investigation. Tujuan dari observasi tersebut adalah untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan mengahasilkan perubahan yang diinginkan.
Peneliti bertugas sebagai pengamat pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Fokus pengamatan ditekankan pada implementasi pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI) terhadap kualitas pembelajaran secara menyeluruh yang meliputi: peran serta siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar dan pencapaian hasil belajar siswa.
Observasi yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagai berikut:
g.        Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
h.        Kemampuan mengerjakan tugas
i.          Tanggapan siswa terhadap strategi pembelajaran dengan menggunakan metode Group Investigation
j.          Suasana kegiatan belajar mengajar

4. Analisis dan Refleksi
Kegiatan refleksi ini mencakup kegiatan analisis, interpretasi dan evaluasi atas informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi. Data yang telah terkumpul dalam kegiatan observasi harus secepatnya dianalisis dan diinterpretasi (diberi makna) sehingga dapat segera diketahui apakah tindakan yang dilakukan telah mencapai tujuan. Interpretasi (pemaknaan) hasil observasi ini menjadi dasar untuk melakukan evaluasi sehingga dapat disusun langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan tindakan.
Refleksi dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan apa yang telah dihasilkan pada proses tindakan dihubungkan dengan penyelesaian permasalahan yang ditargetkan pada siklus tersebut. Pada tahap ini hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti, untuk kemudian dilakukan refleksi untuk melihat kekurangan atau kelemahan yang telah terjadi. Pada tahap ini pula dilakukan diskusi oleh siswa mengenai pelaksanaan pembelajaran yang telah terjadi. Hasil refleksi ini akan digunakan dalam perencanaan siklus berikutnya.
Berdasarkan pelaksanaan tahap observasi dan evaluasi sebelumnya, data yang diperoleh selanjutnya menjadi bahan refleksi bagi peneliti untuk perbaikan metode pembelajaran materi pokok berikutnya (pada siklus II). Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan tindakan                                                         
Setelah kegiatan penelitian ini diharapkan ada tindak lanjut dari guru ekonomi berupa:
·      Peningkatan profesionalisme jabatan guru terutama untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berkelanjutan.
·      Mampu mengembangkan strategi pembelajaran agar kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

No comments:

Post a Comment