PERANAN KONSELOR DALAM MENANGANI RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 2 DONGGO TAHUN PEMBELAJARAN 2011 / 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan penting dalam pendidikan. Kegiatan membimbing sangat menentukan arah perkembangan, dan kemunduran peserta didik di sekolah baik perkembangan dan kemunduran pada prestasi akademik maupun non-akademik serta perilaku-perilaku sosial lainnya, termasuk pula dalam hal kedisiplinan.
Hal-hal tersebut tentu terjadi dalam kegiatan pendidikan yang direalisasikan melalui kegiatan pembelajaran dengan pos-orientasi pada pengajaran dan bimbingan. Mengajar dan membimbing bukanlah dua hal yang dipisahkan, melainkan dua unit kegiatan yang terpadu dengan harapan peserta didik dapat belajar secara maksimal. Untuk mengoptimalkan motivasi belajar itu, bukanlah peranan pengajar semata, melaikan peranan dan keikutsertaan konselor juga sangat menentukan.
Mengingat perkembangan pendidikan semakin maju, peranan bimbingan dan konseling akan memberikan kemantapan program kegiatan belajar siswa terutama berkenaan dengan kepribadian, bakat, minat dan motivasi belajar atau motivasi berprestasi. Sebuah pemahaman yang perlu ditanamkan bahwa kehadiran konselor di suatu sekolah merupakan suatu yang mengembirakan, karena dengan adanya konselor adalah untuk menghindari, membantu individu dan kelompok menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya.
Artinya, peranan konselor tidak hanya membantu peserta didik yang mengalami masalah di sekolah, akan tetapi juga berperanmengidentifikasi dan membantu siswa yang bermasalah baik di rumah, lingkungan masyarakat, bahkan yang lebih spesifik di lingkungan keluarga/pribadi.
Dengan demikian, peranan seorang konselor dalam bimbingan dan konselingnya sangatlah penting baik dalam keberlangsungan kegiatan belajar mengajar maupun sebagai tenaga pembina sekaligu membantu dalam menangani berbagai masalah yang dialami siswa. Dengan adanya konselor dalam lembaga sekolah, maka memungkinkan teratasinya suatu masalah termasuk masalah rendahnya prestasi belajar siswa. Selain itu, kehadiran bimbingan dan konseling sangat relevan sekali dengan tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensi berupa minat belajar, bakat dan kompetensi.
Rendahnya prestasi belajar siswa, tentu tidak dapat diidentifikasi secara totalitas oleh pengajar, karena kecenderungan mereka hadir ketika ada jadwal mengajar, sedangkan seorang konselor lebih banyak memiliki waktu luang dan banyak serta sering bersentuhan langsung dengan siswa terutama dalam hal psikologis atau kepribadian siswa.
Salah satu kelebihan seorang konselor dari pada guru adalah kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis karakter, tabeat serta psikologis secara khusus, sehingga lebih mudah mengidentifikasi berbagai masalah dan dapat menemukan solusi sebagai jalan keluar atas masalah – masalah tersebut.
Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah apakah seorang konselor mampu menangani rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011/2012 ?. Pertanyaan inilah yang menjadi faktor motivator peneliti untuk mengangkat masalah dengan judul “Peranan Konselor Dalam Menangani Rendahnya Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 2 Donggo Tahun Pembelajaran 2011/ 2012”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Apakah peranan konselor mampu menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011/2012 ?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui peranan konselor dalam menangai masalah rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelalajaran 2011/2012”.
D. Kegunaan Penelitian
1. Segi teoritis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kemampuan konselor dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011 / 2012.
2. Segi praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi seorang konselor dan siswa di SMP Negeri 2 Donggo dalam kaitannya denganhal-hal yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011/ 2012.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian adalah “landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian”.(Arikunto, 2006: 65)”.
Jadi, asumsi penelitian yang peneliti ajukan adalah:
1. Jika konselor sekolah berperan baik, maka penanganan siswa berprestasi rendah akan maksimal.
2. Siswa berprestasi rendah akan dapat teratasi.
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Peneleitian
Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011 / 2012.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah konselor dalam bimbingan dan konselingnya dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011 / 2012.
G. Definisi Istilah
Beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan sebagai berikut: 1. Konselor
Peranan konselor merupakan fungsi seseorang atau sesuatu secara khusus yang harus dimiliki. Dalam tulisan ini dimaksudkan pada fungsi konselor dalam menangani masalah rendahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011/2012.
2. Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah perubahan – perubahan yang dicapai peserta didik (siswa) setelah mengalami kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru secara prosedural dan sistemik. Perubahan yang dimaksud dapat berupa perubahan mental, sikap dan nilai.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konselor Sekolah
1. Pengertian konselor
Seorang profesional yang terlatih danmemiliki keahlian dan kewenangan dalam bidang praktek konseling. Di mana dalam kerjanya bertujuan untuk membantu konseli memecahkan kesulitan yang dimilikinya, (Darminto Eko, 2007: 16).
Pengertian di atas, mengisyaratkan bahwa seorang konselor merupakan sebuah profesi yang membutuhkan keahlian tertentu, terutama yang berkaitan dengan psikologis seseorang (siswa). Sebab, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang terlepas dari suatu beban atau minimal pembelajar tidak terbebani dengan suatu masalah yang dialaminya.
2. Persyaratan menjadi konselor
Bagi seorang konselor profesional dalam biddang pendidikan khususnya dalam mebimbing siswa yang mengalami berbagai permasalahan, maka bagi seseorang konselor perlu melewati syarat-syarat keilmuan akademis yang memadai untuk menjawab permasalahan peserta didik.
Menurut Ahmad (1998) syarat-syart bagi seorang konselor adalah sebagai berikut:
a) Seorang konselor memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang kegiatan yang mengandung pokok-pokok pengetahuan yang luas yang menyangkut kegiatan membimbing dan konseling di sekolah.
b) Seorang konselor harus memiliki mental dan sikap bijaksana yang matang.
c) Bagi seorang yang membimbing dan menasehati orang lain, maka secara material seorang konselor harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani serta performanceyang menarik.
d) Seorang konselor harus memiliki sikap dan sifat afektif yang baik, ramah, sopan santun, dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
e) Seorang konselor harus siap menjalankan kode etik dalam bimbingan dan konseling, (Ahmad: 1998 dalam Tasrif, 2011: 163).
3. Tugas konselor di sekolah
Sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 0433/P/1993 dan Nomor 25 Tahun 1991 diharapkan pada setiap sekolah ada petugas yang melaksanakan layanan bimbingan yaitu guru pembimbing/konselor dengan rasio satu orang guru pembimbing/Konselor untuk 150 orang siswa.
Dengan demikian, kehadiran konselor dalam suatu sekolah merupakan suatu keharusan. Sebab, dengan adanya pembimbing/konselor, tentu guru mata pelajaran yang ditugaskan oleh kepala sekolah sebagai pembina/pembimbing dapat tergantikan. Kondisi ini dilaksanakan dengan tujuan agar guru mata pelajaran dapat lebih fokus dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain hal tersebut, program ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi antara emosi guru pada kegiatan bimbingan dengan kegiatan belajar mengajar yang mengakibatkan tidak terahnya kegiatan KBM tersebut.
Selanjutnya, oleh karena kekhususan bentuk tugas dan tanggung jawab guru pembimbing/konselor sebagai suatu profesi yang berbeda dengan bentuk tugas guru mata pelajaran, maka beban tugas tersebut meliputi:
a. Kegiatan penyusunan program pelayanan dalam bidang bimbingan pribadi-sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier, serta semua jenis layanan, termasuk kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 12 jam.
b. Kegiatan melaksanakan pelayanan dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bibingan karier serta semua jenis layanan termasukkegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 18 jam.
c. Kegiatan evaluasi pelaksanaan layanan dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, bibingan karier serta semua jenis layanan termasukkegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 6 jam.
d. Sebagaimana guru mata pelajaran, guru pembimbing/Konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai sebanyak 18 jam, selebihnya dihargai sebagi bonus dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 10 – 15 siswa = 2 jam
2) 16 – 30 siswa = 4 jam
3) 31 – 45 siswa = 6 jam
4) 46 – 60 siswa = 8 jam
5) 61 – 75 siswa = 10 jam
6) 76 – atau lebih = 12 jam, (Sukardi, 2008: 96).
4. Material Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (BK) bagi seorang konselor merupakan pelaksanaan kegiatan yang cukup kompleks adanya. Konselor tidak hanya membutuhkan kecakapannya saja atau keahliannya, akan tetapi juga membutuhkan daya dukung lainnya berupa materi – materi tertentu, sehingga sesuatu yang direncanakan dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang dicita – citakan.
Dalam hal ini seorang ahli menyatakan bahwa “Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah akan berjalan dengan lancar sesuai dengan yang direncanakan, apabila didukung oleh prasrana dan sarana yang memadai. Salah satu diantaranya adalah perlengkapan material yang dapat berupa sarana fisik dan sarana teknis, (Sukardi, 2008: 97)”. Selanjutnya, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Sarana fisik
1) Ruang bimbingan dan konseling
Untuk keperluankegiatan pemberian bantuan kepada siswa khususnya dalam rangka pelaksanaan konseling perseorangan, mutlak diperlukan ruangan khusus dengan perlengkapan yang memadai dan nyaman, meskipun wujudnya sangat sederhana.
Adapun ciri – ciri ruang pembimbing/konselor diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Ruang bimbingan dan konseling itu harus harus menyenangkan dan nyaman dalm arti tidak memberikan kesan yang sama dengan kantor atau pengadilan.
b) Ruang bimbingan dan konseling itu sedapat mungkin bersifat artisttik, sederhana, bersih dan rapi.
c) Ruang bimbingan dan konseling itu hendaknya ditata sedemikian rupa, sehingga siswa dan konselor dalam keadaan rileks, tenang, dan damai selama proses konseling itu berlangsung.
d) Ruang bimbingan dan konseling itujhendaknya mendapat penerangan atau sinar yang cukup.
e) Ruanganbimbingan dan konseling itu hendaknya tidak terganggu dengan suasana keributan di luar.
f) Dinding ruangan bimbingan dan konseling dan hiasan dihiasi dengan warna yang lembut, dan sederhana serta tetap menarik, (Sukardi, 2008: 98).
2) Bagan ruang bimbingann dan konseling
Untuk mendapatkan gambaran yang cukup memadai tentang ruangan bimbingan dana konseling, di bawah ini akan diketengahkan beberapa bagan ruangan yang dapat dipergunakan sebagai acuan kepala sekolah dan koordinator guru pembimbing.
Kutipan: Sukardi, 2008: 99.
b. Anggaran biaya pelaksanaan program BK
Material atau bahan – bahan yang diperlkukan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, terutama dalam pengadaan anggaran sepertia material, peralatan dan pengembangan profesional, adalah sebagai berikut:
1) Personel
a. Guru pembimbing / konselor
b. Petugas administrasi bimbingan dan konseling
c. Pembantu teknis
2) Perabot dan peralatan
a. Meja kerja / kursi
b. Meja/kursi
c. Almari dan perlengkapan kantor lainnya
d. Perlengkapan media bimbingan
3) Material
a. Buku – buku dan bahan – bahan referensi
b. Surat kabar, majalh, dan jurnal
c. Games, mainan, boneka, dan lain – lain
d. Peralatan media
e. Tes dan inventori
f. Kitsbidang pendidikan
g. Program komputer
h. Bahan – bahan pengambilan keputusan pendidikan dan karier
4) Persediaan ruang bimbingan
a. Kertas, pensil, tape, TV/DVD
b. Krayon, cat, markers
c. Disk komputer
d. Bermacam – macam persediaan ruang bimbingan, (Sukardi, 2008: 112).
B. Prestasi belajar
1. Pengertian prestasi belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok dan prestasi itu tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang (siswa) tidak melakukan suatu kegiatan, (Djamarah, 2004: 19). Sedangkan Poerwadarminta dalam Djamarah berpendapat bahwa prestasi dalah “hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya).
Sedangkan belajar adalah “suatu aktivitas yang sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari, (Djamarah, 2004: 21). Sedangkan ahli lain menyatakan bahwa belajar merupakan “perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan, misalnya: membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru, (Sardirman, 2001: 20).
Selain kedua ahli tersebut, belajar juga merupakan sebagai proses memungkinkan danmenghasilkan perubahan perilaku seseorang yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman baru ke arah yang lebih baik, (Uno, 2011: 138).
Pengertian yang disampaikan oleh ahli ini mengisyaratkan bahwa salah satu kesan yang didapt setelah melakukan aktivitas belajar adalah dapat berupa perubahan – perubahan tertentu, baik perubahan tingkat kemampuan, keteranpilan dan juga perubahan sikap serta tingkha laku. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
2. Ranah perubahan dan prinsip belajar
Adapun ranah perubahan yang diharapkan terjadi setelah mengalami aktivitas belajar, yaitu:
a. Ranah kognitif, yang mencakup:
1) Knowledge (pengetahuan, ingatan)
2) Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh)
3) Analysis (menguraikan, menentukan hubungan)
4) Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru)
5) Evaluation (penilaian)
6) Application (menerapkan)
b. Ranah afektif, ranah ini dapat mencakup:
1) Receiving ( sikap menerima)
2) Responding (memberikan respon)
3) Valuing (nilai)
4) Organization (organisasi)
5) Characterization (karakterisasi)
c. Raah psikomotor, yang melingkupi hal – hal berikut:
1) Initiatory level
2) Pre-routine level
3) Rountinized level, (Sardirman, 2001: 24).
Untuk dapat meraih prestasi yang memuaskan atas ketiga ranah tersebut, maka seorang guru juga perlu memperhatikan tentang prinsip – prinsip yang haru diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu sebagai berikut:
a. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
b. Belajar memerlukan proses dan pentahapan serta kematangan diri pada siswa.
c. Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dari dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau intrinsic motivastion.
d. Dalam banyak hal belajar itu merupakan proses percobaan.
e. Kemampuan belajar seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran, (Sardirman, 2001: 24-25).
Terjadinya atau munculnya suatu masalah tentu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya, baik masalah pada umumnya maupun yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar siswa, melainkan dilatarbelakangi oleh berbagai kemungkinan – kemungkinan, di mana kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan atas masalah yang dimaksud. Di bawah ini akan diuraikan berbagai rincian, sebab dan kemungkinan akibat tentang rendahnya prestasi belajar siswa, yaitu:
1. Prestasi belajar rendah
a) Gambaran yang lebih rinci
· Nilai rapor banyak merahnya
· Nilai tugas, ulangan dan ujian rendah
· Dari waktu ke waktu nilai menurun
· Mendapat peringkat di bawah rata-rata untuk berbagai atau setiap mata pelajaran
· Mendapat peringkat di bawah rata – rata untuk keseluruhan murid dalam satu kelas.
b) Kemungkinan sebab
· Tingkat kecerdasan di bawah rata – rata
· Malas belajar
· Kurang minat dan perhatian
· Kekurangan sarana belajar
· Kekurangan waktu belajar
· Suasana sosio-emosional di rumah kurang memungkinkan untuk belajar dengan baik
· Proses belajar mengajar di sekolah kurang menyenangkan
c) Kemungkinan akibat
· Minatbelajar semakin kurang
· Tidak naik kelas
· Dikeluarkan dari sekolah
· Frustasi yang mendalam
· Tidak mampu melanjutkan pelajaran
· Kesulitan mencari kerja
2. Kurang berminat pada bidang studi tertentu
a) Gambaran secara rinci
· Tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi – materi yang terkait dengan pada bidang studi tersebut
· Berusaha tidak mengikuti pelajaran tersebut
· Tidak mengerjakan tugas – tugas dalam pelajaran tersebut
b) Kemungkinan sebab
· Tidak memiliki bata dalam bidang tersebut
· Lingkungan tidak mendukung untuk mengembangkan bidang tersebut
· Proses belajar mengajar untuk bidang tersebut tidak menyenangkan
· Siswa sudah berusaha semaksimal mungkin, namun hasil slalu rendah
· Dorongan dari guru dan sekolah kurang
· Memilih bidang tersebut ikut – ikutan, atau hanya karena dorongan orang tua/lain
c) Kemungkinan akibat
· Terjadi ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dengan pilihan siswa
· Kegiatan belajar untuk bidang – bidang studi lain menjadi terganggu, (Prayitno, 2008: 59).
3. Jenis-jenis aktivitas belajar
Sekolah adalah salah satu pusata kegiatan belajar. Dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah- sekolah tradisional.
Berikut ini disajikan beberapa jenis kegiatan yang disebut aktivitas belajar, yaitu:
a. Visual aktivities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demosntrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral aktivities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi interupsi.
c. Kegiatan mendengarkan, sebagai contoh: mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, musik pidato.
d. Kegiatan menulis, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
e. Kegiatan gerak, yang termasuk didalmnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.
f. Kegiatan mental, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
g. Kegiatan emosional, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup, (Sardirman, 2001: 99).
C. Rendahnya Prestasi Belajar
1. Prestasi belajar
Selain penting mengetahui apa yang kita kehendaki dilakukan oleh siswa, penting juga mengetahui sampai seberapa baik siswa diharapkan melakukannya.
Salah satu tugas yang dihadapi guru ialah menentukan taraf prestasi yang diharapkan dari siswa-siswinya dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara operasional. Dalam hal ini, ada dua pertanyaan yang perlu dijawab di sini, yaitu; (1) mengenai taraf prestasi seorang siswa dan (2) mengenai taraf prestasi kelompok siswa (seperti kelas). Perlunya kita mengambil keputusan mengenai kedua hal ini tampak jelas apabila kita berhadapan dengan soal-soal yang bertalian dengan perbaikan pengajaran, (James, 2008: 36).
Diandaikan seorang guru sudah menentukan tujuannya secara tepat sekali, merencanakan dan melaksanakan program pengajarannya, dan pada akhir proses pengajaran itu mengukur prestasi siswanya, apakah mereka berprestasi cukup baik sehingga tidak perlu lagi ia merevisi program pengajarannya ?. Jika ia menunda penentuan standar prestasi siswa sampai akhir pengajaran, maka akan ada juga menganggap mereka lakukan.
Mengenai hal tersebut, ahli pendidikan menyebutkan ada dua taraf prestasi siswa, yaitu
(a) Taraf prestasi minimal siswa
Pertama-tama guru harus menentukan taraf prestasi yang diharapkan dari seorang siswa. Misalnya, jika menghendaki siswa siswanya dapat memecahkan soal-soal pembagian dengan bilangan tiga angka, maka hendaknya ditentukan seberapa banyak dari antara soal-soal tes akhir harus dapat dipecahkan oleh seorang siswa dengan tepat.
Misalnya, haruskan ia dapat memecahkan 85% dari antara soal-soal itu, atau harus semua soal ? Dalam banyak hal guru menetapkan taraf prestasi siswa sedikit kurang dari 100% karena memperhitungkan kemungkinan adanya salah satu hitung, kekeliruan, ketidak telitian, dan sebagainya. Sebaiknya, ada situasi di mana guru mengharapkan taraf prestasi 100%, ini pun harus ditegaskan. Inilah yang disebut taraf prestasi minimal siswa.
(b) Taraf prestasi minimal kelas
Selain menetapkan taraf prestasi minimal siswa, guru harus menentukan sampai seberapa baik keseluruhan kelas. Misalnya, ia mungkin menentukan bahwa 80% siswa harus dapat dengan taraf prestasi paling sedikit 80%-menyelesaikan soal-soal analisis kalimat pada akhir ujian akhir.
Atau contoh lain, semua siswa harus dapat mengucapkan di luar kepala dengan tidak lebih dari satu kesalahan bagian-bagian teks tertentu dalam buku pengajaran. Pentinglah ditentukan taraf prestasi minimal kelas disamping taraf prestasi minimal siswa. Karena dengan itulah guru dapat menentukan perlu tidaknya merevisi program pengajarannya. Taraf prestasi minimal siswa khususnya berguna untuk mengenali siswa-siswi yang mungkin mebutuhkan pengajaran remedia, sedangkan taraf prestasi minimal kelas menolong untuk menentukan perlu-tidaknya program pengajaran revisi, (James, 2008: 38).
2. Faktor - faktor yang mempengaruhi prestasi berlajar siswa
Untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi belajar siswa dapat dilihat setelah mengadakan evaluasi dan pencapaian hasil balajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban setiap guru atau pelajar.Dikatakan kewajiban karena setiap pangajar akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya atau kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan mengenai mata pelajaran yang telah diberikan.
Hal – hal yang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan anak (inteligensi) adalah: Belajar tidak senantiasa berhasil akan tetapi sering kali ada hal – hal bisa mengakibatkan kegagalan atau setidaknya merupakan kegagalan yang bisa menghambat kemajuan belajar. Faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan ektern.
1. Faktor Intern
Secara umum, adapun contoh faktor internal menurut seorang ahli, sebagai berikut:
a) Keadaan jasmani
Keadaan jasmani yang segar dan sehat akan membuat siswa belajar lebih baik, keleluasan jasmani seperti mengatuk, lesu, kurang gizi, kelelahan menyebabkan siswa tidak dapat memuasatkan perhatian pada pelajaran
b) Kesehatan
Kondisi fisik sehat membuat siswa tidak dapat belajar dengan tenang.
c) Emosional
Emosional atau perasaan seperti sedih, takut, gembira, marah, cemas, terasa aman akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar.
d) Intelegensia atau kemampuan
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda- beda, ada yang berkemampuan tinggi, ada yang berkemampuan sedang dan ada yang rendah.
e) Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagi dorongan untuk melakukan sesuatu seperti belajar, bekerja atau berolahraga. Motivasi datang dari diri sendiri (motivasi intrinsik) atau datang dari luar diri orang tersebut (motivasi ekstrinsik).
Sedangkan secara terperinci, yang mencakup faktor Intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) adalah seperti di bawah ini:
1) Faktor fisiologi yang bersifat jasmani.
Faktor fisiologi menyangkut kondisi fisiologi secara umum di mana orang yang segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dengan orang dalam keadaan kelelahan. Di samping kondisi fisiologi umum itu, juga tak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran, (Hamalik Oemar, 2003: 95).
Aspek psikologi sangat menentukan berhasil atau tidaknya siswa yang belajar. Kondisi badan sangat berpengaruh dalam proses belajar meliputi sebagai berikut:
a. Karena sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensor dan motoriknya hilang, akibatnya, rangsangan yang diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak.
b. Kurang sehat
Kurang sehat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya kosentrasinya hilang, kurang semangat, pikiran terganggu, sehingga penerimaan dan respon pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal merespon, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisasi bahan pelajaran melalui inderanya.
c. Cacat tubuh
Cacat tubuh yang ringan masih banyak mengikuti pendidikan umu, cacat tubuh yag serius seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kaki harus masuk pendidikan khusus.
2) Faktor Psikologis
Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Intelegensi
Bila tingkat kecerdasan atau Intelegensi Quotion (IQ) seseorang tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Yang mempunyai tingkat kecerdasan kurang banyak mengalami kesulitan belajar. Yang memiliki tingkat kecerasan atau Intelegensi Quotion (IQ)cerdas 110 – 140 dan kurang dari 90 tergolong lemah mental.
b. Bakat
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Seseorang yang bukan bakatnya di bidang lain akan ketinggalan. Bila mempelajari hal yang lain dari bakatnya maka akan cepat bosan, mudah putus asa dan tidak senang.
c. Minat
Tidak adanya minat seseorang terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, atau tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe – tipe khusus sehingga akan menimbulkan problem pada dirinya.
d. Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar, motivasi dapat menimbulkan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesannya, tampa gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku – buku untuk meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalah.
e. Kesehatan mental
Hubungan kesehatan mental dengan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik, demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Rasa emosional mental yang kurang sehat dapat merugikan belajar, sehingga menimbulkan kesulitan belajar.
f. Tipe – tipe khusus seorang pelajar
Tipe visual akan cepat mempelajari bahan – bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Tipe auditif mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah).
2. Faktor Ekstern
Selain faktor dari dalam diri siswa, keberhasilan peserta didik juga dipengaruhi oleh faktor eksternal (dari luar diri manusia itu sendiri) yang meliputi:
a. Faktor yang datang dari keluarga yang mencakup: cara mendidik anak, hubungan orang tua dan anak, contoh atau Bimbingan dari orang tua, suasana rumah / keluarga, keadaan ekonomi keluarga
b. Faktor Yang datang dari sekolah, yang meliputi: metode mengajar/cara penyajian, hubungan guru dengan murid, media pendidikan, kondisi gedung, dan kurikulum.
Sedangkan ahli menyebutkan bahwa contoh – contoh faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan keluarga
Kurangnya perhatian orang tua, hubungan ayah dan ibu yang kurang harmonis dan lingkungan belajar yang kurang mendukung menyebabkan anak tidak dapat belajar dengan tenang.
b. Faktor ekonomi
Keadaan ekonomi orang tua yang memprihatinkan menyebabkan siswa kadang – kadang tidak ada waktu untuk belajar karena harus membantu orang tua untuk mencari nafkah
c. Perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi dewasa ini yang sedemikian cepat akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa. Salah satu contohnya adalah televisi. Karena kurang kontrol dan bimbingan orang tua menyebabkan anak lebih suka menonton televisi dari pada belajar, (Hamalik Oemar, 2003: 99).
3. Upaya meningkatkan prestasi belajar
Sebagaiman lazimnya, setiap orang yang bermasalah harus diberikan bantuan, agar seseorang tersebut dapat menyelesaikan masalahnya dan meneruskan aktivitasnya untuk mencapai cita – cita. Berbagai problema di atas menjadi tugas pembimbing/konselor untuk membantu memecahkannya.
a. Menciptakan iklim belajar yang kondusif
Dalam upaya menciptakan iklim belajar yang kondusif, seorang ahli Walgito (1980) dalam Tasrif (2011: 163), menyebutkan bahwa salah tugas konselor dan konseling di sekolah adalah:
1) Menciptakan suasana belajar yang edukatif.
2) Memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa yang mengalami hambatan dalam belajar.
3) Memberikan bimbingan dan konseling kepada ssiswa secara prefentif.
4) Menciptakan kelompok belajar efektif.
5) Melakukan harmonisasi hubungan antara berbagai komponen di sekolah.
6) Memberikan sikap korektif atas kesalahan/kekeliruan yang dilakukan sekolah.
Untuk dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka konselor perlu, dan bantuan tersebut hendaknya dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip bantuan yang relevan dengan hakikat bimbingan dan penyluhan/konseling. Adapun prinsip – prinsip bantuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Bantuan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan serta dampaknya dimonitor terus menerus.
b. Bantuan tidak bersifat paksaan. Artinya, bantuan itu tidak bersifat memojokan atau sengaja diarahkan pada hal – hal yang tujuan yang bertentangan dengan keadaan, potensi dan kepribadian siswa.
c. Bantuan diberikan kepada seluruh siswa dan tidak bersifat pilih kasih atau ras dan agama.
d. Bimbingan hendaknya diberikan kepada orang yang ahli dan berpengalaman.
e. Bimbingan hendaknya berdasarkan pada penelusuran yang sistematis dan anggapan bahwa siswa merupakan pribadi yang utuh, (Djamarah, 2004: 115).
Selain prinsip – prinsip seperti tersebut di atas, untuk mengatasi rendahnya prestasi belajar, maka diperlukan hal-hal sebagai berikut:
b. Mengatasi masalah yang dihadapi siswa
Program bimbingan yang baik adalah program yang apabila dilaksanakan secara efektif dan efisien serta memili ciri – ciri sebagai berikut:
1) Disusun secara berkembang sesuai dengan kebutuhan siswa.
2) Diatur menurut skala prioritas.
3) Dikembangkan secara berangsur – angsur dengan melibatkan semua tenaga kependidikan di sekolah.
4) Memiliki tujuan yang ideal, tetapi realistik dalam pelasanaannya.
5) Mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan
6) Menyediakan fasilitas yang diperlukan, dan
7) Disesuaikan dengan program pendidikan di sekolah, (Tasrif, 2011: 164).
Ciri-ciri di atas, dapat dijadikan pedoman bagi guru pembimbing/konselor agar dapat menyelsaikan beberapa masalah yang terjadi. Selain itu, seorang bimbingan dan konseling perlu pola yang diterapkan untuk memecahkan masalah yang terjadi di sekolah adalah:
1. Persiapan melalui diskusi kelompok, dengan langkah-langkah:
a. Persiapan diskusi kelompok pemecahan masalah. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam langkah persiapan, misalnya: kesulitan belajar mata pelajaran tertentu, tidak disiplin dalam berpakaian, membolos, alpa, ingin tahu perguruan tinggi dan hubungan siswa – siswi yang terlalu intim
b. Mengkategorikan dan mengklasifikasikan masalah – masalahkelompok, dan menentukan urutan prioritas, seperti: masalah belajar, sosial pergaulan, olahraga-rekreasi, disiplin, kelanjutan studi / pekerjaan, kesehatan, kerokhanian, dan masalah ekonomi dan tempat tinggal, (Sukardi, 2008: 241).Setelah suatu masalah kelompok dimasukan dalam kategori tertentu, maka rutan prioritas didasarkan atas berbagai pertimbangan yakni: (1) ringan atau beratnya suatu masalah, (2) sedikit atau banyaknya siswa terlibat, (3) jarang atau seringnya muncul, dan (4) kecil atau besar, bahaya dan akibat yang ditimbulkan masalah tersebut terhadap siswa dan terhadap sekolah.
c. Mengidentifikasi latar belakang masalah kelompok. Untuk dapat memecahkan masalah dan berhasil, pembimbing harus mengetahui latar belakang masalah kelompok selengkap mungkin, dan bila dari langkah I belum cukup, maka perlu ditambah lagi dengan menggunakan teknik – teknik yang sama.
d. Memperhitungkan faktor-faktor teknis yang berhubungan dengan pemecahan masalah melalui diskusi kelompok. Dalam langkah keempat ini, ada beberap faktor yang perlu diperhatikan pembimbing/konselor, yaitu::
1) Penanggung jawab: siapa yang bertanggungjawab mengatur dan membimbing diskusi kelompok ? ataukah ada ahli dari luar sekolah?
2) Anggota kelompok: berapa banyak siswa yang dapat menjadi anggota kelompok, apa persyaratannya ?
3) Waktu dan tempat: kapan diskusi – diskusi dilaksanakan, berapa lama, berapa kali diadakan, dan di mana ?
4) Hasil yang diharapkan: berupa kesepakatan siswa, berupa tindakan, ataukah berupa saran – saran saja ?, (Sukardi, 2008: 243).
2. Pelaksanaan Diskusi pemecahan kelompok
Keempat langkah yang dipaparkan pada halaman sebelumnya merupakan langkah persiapan dalam pelaksanaan diskusi pemecahan kelompok. Sedangkan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan: orientasi, penciptaan hubungan baik, dan pengarahan.
b. Tahap ekplorasi, yaitu menggali pendapat/saran dari anggota kelompok sehingga terjadilah tukar-menukar pendapat dan tkar – menukar usul atau saran.
c. Tahap integrasi:yakni menyimpulkan berbagai pendapat dan saran yang dianggap relevan dengan tujuan serta disetujui oleh semua anggota.
d. Penutup, pembimbing (bila mungkin pembimbing tidak bertindak sebagai pemimpin diskusi, tetapi sebagai narasumber) membacakan/menyampaikan keputusan/kesimpulan yang telah dibuat dan disepakati bersama termasuk rencana tindakan berikut atau diskusi berikutnya, (Sukardi, 2008: 244).
3. Evaluasi diskusi pemecahan masalah
Langkah terakhir adalah mengevaluasi mengevaluasi kegiatan persiapan dan pelaksanaan diskusi pemecahan masalah. Diskusi pemecahan masalah adalah salah satu bentuk diskusi yang cukup baik untuk digunakan dalam kegiatan bimbingan kelompok. Apakah bentuk kegiatan ini efektif atau tidak, dapat diketahui dari hasil evalauasi. Selanjutnya, ada tiga komponen yang perlu dievaluasi, yaitu: evaluasi proses, evaluasi hasil, dan evaluasi siswa, (Sukardi, 2008: 245).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Selain itu, desain penelitian juga diharapkan peneliti mendapat gambaran atau kerangka secara umum tentang sesuatu yang direncanakan atau yang akan dilakukan dalam suatu penelitian yang mencakup langkah – langkah / cara, pendekatan, serta metode yang digunakan, sehingga hasil penelitian dapat mencapai hasil secara akurat.
Sehubungan dengan hal itu, maka pendekatan penelitian skripsi ini sesuai dengan masalah yang akan diteliti dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai serta manfaatnya, maka digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam bentuk data statistik yang berbentuk angka-angka. Dalam hal ini, (Sugiyono, 2010: 37) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian mengumpulkan data dengan angka-angka, (Sugiyono, 2010: 37).
Digunakannya pendekatan kuantitatif karena dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dan manfaatnya serta masalah yang ingin diselesaikan yakni “Apakah konselor mampu menangani maslaah redahnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Donggo tahun pembelajaran 2011 / 2012”.
B. Subyek Penelitian
Subyek adalah keseluruhan objek penelitian, (Arikunto, 2006: 130).Beliau juga menyatakan bahwa subyek penelitian menunjuk pada orang/individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan yang diteliti. Jadi, subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2 Donggo Kabupaten Bima tahun pelajaran 2011 / 2012 yang berjumlah 9 kelas. Namun, karena siswa kelas IX sudah tidak aktif belajar, maka yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan VIII yang masing-masing terdiri atas 3 kelas (kelas VII 1, VII 2, VII 3 dan VIII 1, VIII 2 dan VIII 3) yang kesemuanya berjumlah 145 orang siswa.
Namun demikian, yang menjadi subyek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah siswa yang mengalami atau memiliki prestasi rendah, yaitu terdiri dari 36 orang. dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 36 orang siswa. Sehingga penelitian ini disebut penelitian sampel.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah "kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancainderanya lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu indera lainnya.
Metode ini digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan data yang lebih obyektif dari hasil metode wawancara dan dokumentasi. Sehubungan dengan penelitian ini, maka observasi yang digunakan untuk mengumpulkan data keadaan lokasi penelitian yang terdiri dari keadaan sarana dan prasarana, keadaan atau jumlah siswa, guru, struktur organisasi SMP Negeri 2 Donggo
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal – hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya, (Arikunto, 2006: 231).
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa metode dokumentasi adalah suatu metode penelitan yang dilakukan dengan cara meneliti atau menyelidiki buku-buku catatan resmi (buku catatan hasil belajar siswa).
3. Metode Angket
Metode angket adalah ”serangkaian atau daftar pertanyaan/questionnaireyang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan ke peneliti, (Bungin 2005: 123).
Angket dalam hal ini, peneliti menyebarkan angket kepada siswa sebagai sampel untuk mengetahui kemampuan konselor dalam menangani atas rendahnya prestasi yang mereka capai setelah mengalami KBM di sekolah. Angket masing-masing dibuat 10 item soal yang terdiri atas 3 pilihan jawaban yaitu: pilihan a diberi skor 3, pilihan b diberi skor 2, dan pilihan c diberi skor 1. Dengan demikian, skor tertinggi yang diperoleh sampel pada msing-masing kategori adalah 30, sehingga skor maksimal gabungan dari ketiga kategori tersebut berjumlah 90 (jika sampel memilih pilihan asemua), dan skor minimal gabungan adalah 30 (jika sampel memilih pilah c semua).
4. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah “ sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari yang terwawancara(interviewer).Dalam hal ini, wawancara adalah proses komunikasi lisan antara peneliti dengan yang diteliti (sampel) yang dilibatkan dalam penelitian.
Responden yang akan diwawancarai adalah konselor SMP Negeri 2 Donggo, sebagian guru, dan siswa-siswi SMP Negeri 2 Donggo tahun pelajaran 2011/2012.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah “perangkat dari seluruh rangkaian proses pengumpulan data penelitian di lapangan, (Bungin 2005: 94). Sehubungan dengan penelitian ini, maka untuk memudahkan dan memperlancar penelitian menggunakan beberapa instrumen atau alat penelitian, seperti :
a. Untuk metode observasi, peneliti menggunakan pedoman "check-list" (daftar variabel). Berikut pedoman observasi:
No | Hal-hal yang diobservasi |
1. | Aktivitas konselor dalam identifikasi masalah |
2. | Aktivitas konselor dalam kegiatan bimbingan |
3. | Perilaku siswa ketika dibimbing konselor |
4. | Perubahan perilaku setelah dibimbing konselor |
b. Untuk metode dokumentasi, peneliti menggunakan pedoman dokumentasi sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Setelah melakukan observasi, selanjutnya peneliti akan meneruskan kegiatannya yaitu pencatatan terhadap apa-apa yang telah dilihat, didengar serta yang dirasakan dalam tindakan observasi. Pencatatan-pencatatan inilah yang disebut dokumentasi. Dengan demikian, dokumen yang digunakan sama dengan pedoman pada lembar observasi.
c. Untuk metode wawancara, peneliti menggunakan pedoman sebagai berikut:
d. Untuk metode angket, peneliti menggunakan questionnaire / daftar pertanyaan. Prosedur Penelitian
Agar peneliti dapat melaksanakan penelitian ini dengan lancar, baik serta dapat memperoleh data yang diinginkan, peneliti mengikuti prosedur berikut ini:
1. Tahap persiapan. Dalam tahap ini, peneliti melakukan beberapa kegiatan, yaitu:
a. Peneliti mengadukan judul skripsi/penelitian kepada ketua program studi pendidikan IPS STKIP Bima.
b. Kemudian mengurus surat ijin penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Mengumpulkan data dengan observasi, dokumentasi dan angket.
b. Mengidentifikasi dari metode di atas secara kronologis dan sistematis.
c. Pengelolaan data, dan menganalisa data
3. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian
a. Melakukan penelitian
b. Mencatat semua hasil penelitian
c. Menganalisis hasil penelitian
d. Membuat laporan hasil penelitian (skripsi)
E. Teknik Analisa Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus product moment seperti berikut ini:
Dimana :
M = Mean nilai rata-rata
X = Jumlah skor yang diperoleh
P = Presentase
N = Jumlah sampel
SMI = Maksimal idea, (Bungin, 2005: 197).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
B. Uno Hamzah, 2011. Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menyenangkan), Jakarta: PT. Bumi Aksra.
Burhan Bungin, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu – Ilmu Sosial Lainnya), Jakarta: Penerbit. Fajar Interpratama Offset.
Darminto Eko, 2007. Teori – Teori Konseling (Teori dan Praktek Konseling Dari Berbagai Orientasi Teoritik dan Pendekatan), Jakarta: Penerbit Unesa University Press.
Djamarah, Syaiful Bahri, 2002. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Popham James, 2008. Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Prayitno, dkk, 2008. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Penerbit. PT. Rineka Cipta.
Oemar Hamalik, 2003. Kurikulum dan Pembelajaran, Penerbit. PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Sardiman, 2001: Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT . RajaGrafindo Persada.
Sukardi, Dewa Ketut, 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta
Tasrif, 2011. Pengantar Profesi Keguruan (landasan Kerja Guru Profesional), Penerbit Kurnia Kalam Semesta: Yogyakarta.