TINJAUAN PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI PENGUKUR PRESTASI MANAJER PUSAT LABA PADA PT. COLUMBINDO PERDANA SUB CABANG DKI PUBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Persediaan merupakan barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau diproses lebih lanjut menjadi barang untuk dijual. Perusahaan dagang maupun perusahaan industri pada umumnya mempunyai persediaan yang jumlah, jenis serta masalahnya tidaklah selalu sama antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa hampir pada semua perusahaan, persediaan merupakan harta milik perusahaan yang cukup besar atau bahkan terbesar jika dibandingkan dengan harta lancar lainnya. dan persediaan juga merupakan elemen yang paling banyak menggunakan sumber keuangan perusahaan yang perlu disediakan agar perusahaan dapat beroperasi secara layak sebagaimana mestinya.
Begitu pentingnya peranan persediaan dalam operasi perusahaan sehingga perlu diadakan metode penilaian persediaan yang tepat untuk memperoleh hasil usaha yang sesuai dengan periode pembukuannya. Selain itu manajemen perusahaan juga perlu mempunyai sistem pengendalian intern yang baik yang dapat menjalin keamanan persediaan milik perusahaan itu sendiri. Dengan adanya pengendalian intern maka akan segera diketahui pada ketidakberesan dalam perusahaan. Disamping itu, persediaan juga mempunyai aspek ganda yaitu disajikan dalam bentuk neraca atau merupakan persediaan neraca sebagai aktiva perusahaan juga disajikan dalam perhitungan rugi laba sebagai elemen harga pokok. Oleh karena itu kesalahan dalam menentukan nilai persediaan, bukan saja akan mengakibatkan kesalahan dalam pos neraca, akan tetapi juga dalam pos rugi laba perusahaan baik untuk periode sekarang maupun untuk periode selanjutnya. Dan pada akhirnya, pembaca laporan keuangan tersebut akan keliru atau salah dalam menafsirkan keadaan posisi keuangan perusahaan tersebut.
Demikian pula halnya pada PT. Vedem Putra Sakti dimana fungsi persediaan sangat mempengaruhi terhadap operasi-operasinya. Kegagalan atas pencatatan persediaan akan berakibat kerugian pula terhadap perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, telah mendorong penulis untuk memilih masalah pengendalian intern sebagai obyek penulisan skripsi, khususnya pada PT. Vedem Putra Sakti dengan judul “PEMERIKSAAN PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN PADA PT. VEDEM PUTRA SAKTI”.
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
Oleh karena siklus akuntansi persediaan cukup luas jangkauannya maka penulis hanya akan membahas mengenai persediaan barang dagang saja, yaitu teknik pemeriksaan persediaan yang dilakukan oleh PT. Vedem Putra Sakti dari hasil produksi sampai dengan penjualan ke konsumen.
Masalah-masalah yang sering kali dihadapi dalam persediaan, dan yang perlu untuk kita bahas, diantarannya yaitu :
1. Terhentinya proses produksi, karena kurangnya persediaan bahan baku pada waktu dibutuhkan.
2. Kerusakan terhadap persediaan.
3. Penyelewengan dan pencurian yang kemungkinan besar akan terjadi.
Masalah-masalah itu menarik untuk dibahas lebih lanjut dan membutuhkan suatu penelitian khusus untuk hal tersebut di atas.
C. Metode Penelitian
Dalam rangka mempersiapkan penyusunan skripsi, metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data, fakta dan keterangan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas, maka penulis melakukan penelitian dengan cara :
1. Penelitian Perpustakaan (Library Research)
Didalam penelitian ini penulis mempelajari masalah berdasarkan atau bersumberkan pada literatur, teori-teori dan buku-buku yang berada dalam perpustakaan. Penelitian yang dilakukan ini, dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan maupun data secara teoritis untuk penyusunan skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pada metode ini dilakukan riset pada PT. Vedem Putra Sakti dan data-data diperoleh melalui :
a. Wawancara (Interview)
Yaitu mengadakan wawancara langsung kepada para pimpinan perusahaan serta staf yang berkompeten dalam perusahaan untuk memperoleh data yang diperlukan oleh penulis.
b. Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan pengembangan dan pengelolaan perusahaan, sehingga dengan demikian data yang diperoleh akan lebih obyektif. Selanjutnya dengan data yang diperoleh dari hasil library research dan field research tersebut akan dipakai penulis sebagai bahan materi penulisan.
D. Sistematika Penulisan
Sebagaimana gambaran umum dalam penyusunan skripsi ini sesuai dengan judul, penulis menyusun pembabakannya dari ringkasan setiap isi, dan bab per bab yang dibagi dalam lima bab yang diawali dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan alasan pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, metode penelitian data guna penyusunan skripsi ini dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai pengertian pengendalian intern, pengertian dan penggolongan persediaan, evaluasi pengendalian intern dan pencatatan persediaan kertas kerja pemeriksaan dan laporan pemeriksaan persediaan.
BAB III : TINJAUAN UMUM PADA PT. VEDEM PUTRA SAKTI
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang sejarah berdirinya PT. Vedem Putra Sakti, struktur organisasi dan uraian tugas dan bidang usaha perusahaan.
BAB IV : PEMERIKSAAN PENGENDALIAN INTERN
Dalam bab ini penulis membahas tentang prosedur penerimaan dan pengeluaran persediaan, evaluasi pengendalian intern persediaan, kertas kerja pemeriksaan serta laporan persediaan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Pada bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang diuraikan diatas serta saran-saran yang dianggap perlu dalam usaha menuju perbaikan dan kesempurnaan.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem Pengendalian Manajemen
1.1. Pengertian Sistem Pengendalian Manajemen
Peranan manajemen dalam pengendalian disebut “Pengendalian Manajemen” dan sistem yang digunakan seperti mengumpulkan dan menganalisis informasi, mengevaluasi dan memanfaatkannya serta tindakan-tindakan lain untuk melakukan pengendalian disebut sistem pengendalian manajemen.
Sistem pengendalian (control system) dalam organisasi berfungsi seperti otak pada pengemudi mobil yang mengarahkan dan menuntun organisasi ke tujuan yang diinginkan. Pengendalian manajemen mencakup sistem pengendalian manajemen yang terdiri dari struktur penataan organisasi, wewenang, tanggungjawab dan konsepsi informasi untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan suatu proses atau seperangkat tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa organisasi bekerja untuk mencapai tujuannya.
1.2. Tahap-Tahap Sistem Pengendalian Manajemen
Proses pengendalian manajemen melibatkan komunikasi informal dan interaksi antara manajer dengan karyawan, untuk melengkapi pengendalian informal. Perusahaan juga mempunyai sistem pengendalian formal yang meliputi tahap-tahap yang saling berkaitan sebagai berikut :
a. Pemrograman
Pemograman adalah proses memilih program tertentu untuk kegiatan-kegiatan organisasi program menggambarkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan organisasi dalam rangka pelaksanaan strategi. Pada perusahaan yang berorientasi pada laba, setiap produk atau lini produk (product line) merupakan program.
b. Penganggaran (budgeting)
Anggaran operasi sebenarnya adalah rencana tindakan yang dinyatakan dalam satuan uang, pada proses penganggaran, penyusunan dilakukan dengan mengumpulkan anggaran bagian dan divisi yang merupakan tanggungjawab para managernya.
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan negosiasi antara manajer pusat pertanggungjawaban dengan atasannya untuk menerapkan apa yang harus dilakukan manajer dan bagaimana caranya.
c. Operasi dan pengukuran
Selama periode operasi aktual, pencatatan dilakukan terhadap sumber daya yang digunakan, dinyatakan sebagai biaya dan pendapatan yang diperoleh. Catatan ini dilakukan sedemikian hingga setiap data biaya dan pendapatan diklasifikasikan menurut program dan pusat pertanggungjawaban data yang diklasifikasikan digunakan sebagai dasar pemrograman yang akan datang. Untuk tujuan terakhir data aktual dari hasil dilaporkan dengan cara yang memungkinkan perbandingan dengan anggaran.
d. Pelaporan dan analisis
Sistem pengendalian manajemen berfungsi sebagai alat komunikasi. Informasi yang dikomunikasikan terdiri dari data akuntansi maupun non-akuntansi.
Pelaporan juga digunakan sebagai alat pengendalian beberapa diturunkan dari analisis yang mengembangkan rencana dan membandingkan hasil aktual dengan hasil yang direncanakan. Berdasarkan laporan formal ini dan juga berdasarkan informasi yang diterima lewat saluran non-formal, manajer memutuskan apa yang harus dilakukan.
B. Akuntansi Pertanggungjawaban
1. Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban
Organisasi dibentuk oleh para pemimpin tertinggi yang membagi kegiatan dan menetapkan suatu hirarki para manajer yang mengatur lingkup kegiatan yang ditetapkan lebih dahulu dan yang memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan. Akuntansi pertanggungjawaban dipergunakan untuk mengartikan setiap unit kerja dalam organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab. Dalam kaitan ini satu organisasi diumpamakan sebagai kumpulan beberapa pusat pertanggungjawaban.
Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini membentuk hirarki dalam organisasi tersebut. Pada tingkat paling rendah bentuk pertanggungjawaban ini kita dapatkan sebagai seksi, regulernya bergilir, serta unit-unit kerja lain. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi kita dapatkan dalam bentuk departemen-departemen ataupun divisi-divisi yang biasanya merupakan kumpulan beberapa unit yang lebih kecil dari organisasi tersebut ditambah dengan staff serta tenaga manajemen lainnya. Akuntansi pertanggungjawaban memiliki daya tarik bagi kebanyakan pimpinan karena dapat memudahkan pelimpahan (delegasi) pengambilan keputusan, sebagai setiap manajer menengah diberi kekuasaan atas suatu bagian yang lebih kecil (sub unit) bersama-sama dengan suatu wewenang dan hal lain akuntansi pertanggungjawaban memberikan sarana-sarana dasar untuk mengadakan evaluasi atas kemampuan setiap manajer sebagai pimpinan tertinggi akan mendapatkan informasi yang kuat. Akuntansi pertanggungjawaban menekankan pertanggungjawaban sampai ke pihak yang memiliki keterangan yang paling lengkap.
Pengertian akuntansi pertanggungjawaban telah banyak dibahas dalam literatur khususnya akuntansi manajemen. Beberapa pakar akuntansi lebih banyak menulis dibidang akuntansi pertanggungjawaban sebagai berikut di bawah ini menurut Charles T. Hongren :
“Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan organisasi dan mencerminkan rencana dan tindakan setiap pusat itu dengan menetapkan penghasilan dan biaya tertentu bagi pusat yang memiliki tanggungjawab yang bersangkutan disebut juga akuntansi keuntungan atau akuntansi kegiatan”. (1993, hlm. 307)
Menurut H.S. Hadibroto, memberikan definisi sebagai berikut :
“Akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem akuntansi yang disesuaikan agar manajemen dapat melakukan pengawasan efisiensi untuk sesuatu bagian tertentu ataupun untuk petugas-petugas yang bertanggung jawab terhadap efisiensi biaya yang menjadi tanggungjawab”. (1991, hlm. 6)
Berdasarkan dari definisi di atas, maka penulis mencoba mengambil kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban adalah :
a. Suatu sistem akuntansi yang ada dalam suatu organisasi berfungsi sebagai alat pengawasan manajemen.
b. Suatu sistem akuntansi yang menyusun dan melaporkan pendapatan dan biaya untuk pusat pertanggungjawaban.
2. Fungsi Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban menurut fungsinya adalah sebagai alat penilaian kinerja dan memberikan atau menghasilkan arus balik sehingga operasi diwaktu yang akan datang dapat ditingkatkan.
a. Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan
Informasi akuntansi yang dipakai sebagai ukuran kinerja manajer pusat pendapatan adalah pendapatan. Jika pusat pendapatan hanya menjual produk atau jasanya kepada pihak luar perusahaan, pengukuran pendapatan dilaksanakan dengan mudah, yaitu dengan cara mengalikan kuantitas produk atau jasa yang dijual dengan harga jual yang dibebankan kepada pelanggan. Untuk pengukuran kinerja pusat pendapatan, seluruh pendapatan baik yang berasal dari transaksi penjualan produk atau jasa kepada pusat pertanggungjawaban lain dalam perusahaan, dipakai sebagai tolok ukur kinerja pusat pendapatan.
b. Penilaian Kinerja Pusat Biaya
Informasi akuntansi yang dipakai sebagai ukuran kinerja manajer pusat biaya adalah biaya. Masalah yang timbul dalam penggunaan biaya sebagai ukuran kinerja manajer pusat biaya adalah :
1). Masalah perilaku biaya
Seringkali terdapat keracunan antara variabilitas dengan terkendalikan atau tidaknya suatu biaya. Variabilitas biaya merupakan perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Sedang terkendalikan atau tidaknya biaya bersangkutan dengan hubungan biaya dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer tertentu. Anggapan bahwa biaya variabel sebagai biaya terkendali dan biaya tetap sebagai biaya tidak terkendalikan oleh manajer pusat laba adalah pandangan yang salah. Dalam menentukan terkendalikan atau tidaknya biaya, perlu dihubungkan antara biaya tertentu dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer pusat biaya tersebut.
2) Masalah hubungan biaya dengan pusat biaya
Dalam hubungannya dengan pusat biaya, biaya dibagi menjadi dua : biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang manfaatnya hanya dinikmati oleh pusat biaya tertentu. Biaya tidak langsung merupakan biaya yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu pusat biaya. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya langsung maupun biaya tidak langsung yang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus berapa biaya terkendalikan oleh manajer pusat biaya tersebut. Biaya terkendalikan adalah biaya langsung dan biaya tidak langsung yang dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer dengan wewenang yang dimilikinya.
3) Masalah jangka waktu
Dalam jangka panjang, semua biaya pada dasarnya dapat dikembalikan oleh manajer tertentu dalam organisasi perusahaan. Biaya kebijakan merupakan biaya terkendalikan dalam jangka pendek. Namun perlu disadari bahwa ada beberapa biaya yang memiliki tingkat terkendalikan untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
4) Masalah tanggungjawab ganda
Dalam pengukuran kinerja manajer pusat biaya, yang berada dibawah wewenang lebih dari satu manajer pusat biaya, digunakan untuk mengukur kinerja masing-masing manajer pusat biaya yang terkait. Manajer pusat biaya penghasil jasa bertanggung jawab atas dihasilkannya jasa dengan biaya yang minimum, sedangkan manajer pusat biaya pemakai bertanggung jawab dalam meminimumkan penggunaan jasa pusat penghasil jasa.
c. Penilaian Kinerja Pusat Laba
Pusat laba adalah pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan perusahaan dan biaya pusat pertanggungjawaban tersebut. Karena laba, yang merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, tidak dapat berdiri sendiri sebagai ukuran kinerja pusat laba, maka laba perlu dihubungkan dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.
d. Penilaian Kinerja Pusat Investasi
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi yang manajernya dinilai prestasinya atas dasar laba yang diperoleh dihubungkan dengan investasinya. Sumber dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan biasanya terbatas, oleh karena itu manajemen harus menilai apakah laba yang dihasilkan oleh suatu divisi dan suatu perusahaan secara keseluruhan sepadan dengan investasinya. Pengukuran prestasi pusat investasi mempunyai tujuan sebagai berikut :
1) Menyediakan alat evaluasi proyek investasi masa lalu dan masa yang akan datang, baik secara individual maupun secara keseluruhan.
2) Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajer divisi dan manajer kantor pusat untuk membuat keputusan investasi yang tepat bagi divisi dan perusahaan secara keseluruhan.
3) Memotivasi manager divisi agar selalu memonitor aktiva, utang dan modal divisi yang digunakan sebagai dasar penentuan besarnya investasi.
4) Mengukur prestasi manager pusat investasi dan mengukur prestasi divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi.
5) Sebagai dasar pemberian insentif pada setiap manajer pusat investasi sesuai dengan prestasinya masing-masing.
3. Konsep Dasar Akuntansi Pertanggungjawaban
Konsep-konsep di bawah ini adalah syarat untuk membentuk dan mempertahankan sistem akuntansi pertanggungjawaban :
a. Akuntansi pertanggungjawaban didasarkan atas pengelompokan tanggungjawab (departemen-departemen) manajerial pada setiap tingkat dalam suatu organisasi dengan tujuan membentuk anggaran bagi masing-masing departemen. Individu yang mengepalai klasifikasi pertanggungjawaban harus bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan biaya-biaya menurut biaya yang dapat atau tidak dapat dikendalikan oleh kepala departemen ke departemen. Umumnya biaya-biaya yang secara langsung dapat dibebankan ke departemen, kecuali biaya tetap, merupakan biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer departemen tersebut.
b. Titik awal dari sistem akuntansi pertanggungjawaban terletak pada bagian organisasi dimana ruang lingkup wewenang telah ditentukan. Wewenang mendasari pertanggungjawaban biaya tertentu dan dengan pertimbangan serta kerja sama antara penyelia, kepala departemen, atau manajer, biaya tersebut dituangkan dalam anggaran perusahaan.
c. Setiap anggaran harus secara jelas menunjukan biaya yang terkendali oleh personal yang bersangkutan. Bagan perkiraan harus disesuaikan supaya dilakukan pencatatan atas beban terkendali atau yang ditanggungjawabi berdasarkan dalam cakupan wewenang yang dilimpahkan.
4. Kegunaan Akuntansi Pertanggungjawaban
Kegunaan akuntansi pertanggungjawaban bagi manajemen adalah :
a. Informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai dasar penyusunan anggaran.
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran diterapkan siapa yang akan berperan dalam melaksanakan sebagian aktivitas pencapaian sasaran perusahaan dan ditetapkan pula sumber daya yang disediakan untuk memungkinkan manajer berperan dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan tersebut diukur dengan satuan moneter standar yang berupa informasi akuntansi. Oleh karena itu, penyusunan anggaran hanya mungkin dilakukan jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban, yang mengukur berbagai nilai sumber daya yang disediakan bagi setiap manajer yang berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran. Dengan demikian, anggaran yang berisi informasi akuntansi pertanggungjawaban yang mengukur nilai sumber daya yang disediakan selama tahun anggaran bagi manajer yang diberi peran untuk mencapai sasaran perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran, informasi akuntansi pertanggungjawaban berfungsi sebagai alat pengiriman peran kepada manajer yang diberi peran dalam pencapaian sasaran perusahaan.
b. Informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai penilaian kinerja manajer pertanggungjawaban.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi yang penting dalam proses perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi, karena informasi tersebut menekankan hubungan antara informasi dengan manajer yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan realisasinya. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara memberikan peran bagi setiap manajer untuk merencanakan pendapatan dan atau biaya yang menjadi tanggung jawabnya, dan kemudian menyajikan informasi realisasi pendapatan dan atau biaya tersebut menurut manajer yang bertanggung jawab. Dengan demikian, informasi akuntansi pertanggungjawaban mencerminkan skor yang dibuat untuk melaksanakan peran manajer tersebut dalam mencapai sasaran perusahaan.
c. Informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai pemotivasi manajer.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan bagian yang signifikan, sebagian informasi akuntansi ini akan berdampak terhadap motivasi manajer melalui dua jalur berikut ini :
- Menimbulkan pengaruh langsung terhadap motivasi manajer dengan mempengaruhi kemungkinan usaha diberi penghargaan. Jika struktur penghargaan sebagian didasarkan atas informasi akuntansi, maka manajer akan berkeyakinan bahwa kinerjanya yang diukur dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban (informasi masa lalu) akan diberi penghargaan yang sebagian kinerja atas informasi akuntansi. Kemungkinan kinerja akan memperoleh penghargaan ini yang memotivasi manajer untuk meningkatkan usaha.
- Secara tidak langsung akuntansi pertanggungjawaban berdampak terhadap motivasi melalui nilai penghargaan. Informasi akuntansi pertanggungjawaban (berupa informasi masa lalu) yang digunakan untuk mengukur kinerja manajer. Jika struktur penghargaan sebagian besar didasarkan atas informasi akuntansi, manajer akan memperoleh kepuasan. Kepuasan atas penghargaan yang diterimanya dipengaruhi oleh penilaian manajer atas kepantasan penghargaan tersebut. Tinggi rendahnya kepuasan manajer atas penghargaan yang diterimanya berdampak atas tinggi rendahnya nilai penghargaan. Faktor yang terakhir ini berdampak terhadap motivasi manajer untuk berusaha.
d. Informasi akuntansi pertanggungjawaban memungkinkan pengelolaan aktivitas. Manajemen memerlukan pemisahan aktivitas penambahan dan bukan penambah nilai dan identifikasi sumber daya yang dikonsumsi oleh kedua tipe aktivitas tersebut. Dengan menyajikan informasi biaya yang dipisahkan ke dalam biaya penambah dan bukan penambah nilai, manajemen dapat :
- Memperoleh informasi biaya bukan penambah nilai yang menggambarkan besarnya pemborosan yang sekarang dialami oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
- Memperoleh biaya-biaya bukan penambah nilai yang memungkinkan mereka memusatkan pengendalian mereka terhadap aktivitas bukan penambah nilai.
- Memperoleh informasi biaya-biaya penambah nilai yang memungkinkan mereka melakukan penyempurnaan efisiensi aktivitas penambah nilai.
e. Informasi akuntansi pertanggungjawaban memungkinkan pemantauan efektivitas program pengelolaan aktivitas manajemen memerlukan informasi biaya aktivitas untuk memantau secara berkesinambungan program pengelolaan aktivitas. Dengan menyajikan informasi biaya yang dipisahkan ke dalam biaya-biaya penambah dan bukan penambah nilai dalam bentuk perbandingan dari periode ke periode, manajemen dapat :
- Memantau efektivitas program pengelolaan efektivitas. Untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai, diperlukan jangka waktu panjang, yang hasilnya harus diwujudkan dalam bentuk pengurangan biaya. Oleh karena itu dengan mengikuti perkembangan biaya-biaya bukan penambah nilai dari periode akuntansi yang satu ke periode akuntansi yang lain, manajemen biaya-biaya bukan penambah nilai dalam bentuk perbandingan antar periode akuntansi.
- Merumuskan keputusan-keputusan strategik. Program pengelolaan aktivitas memberikan gambaran berapa penghematan biaya yang dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan informasi penghematan biaya yang diperoleh dari pengelolaan aktivitas, manajemen dapat merumuskan keputusan strategik, seperti penentuan harga jual produk, pemilihan teknologi manufaktur yang digunakan untuk menjadikan aktivitas penambah nilai lebih efisien.
5. Keterbatasan Akuntansi Pertanggungjawaban
Keterbatasan informasi akuntansi pertanggungjawaban yaitu hanya digunakan untuk :
a. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Penyusunan anggaran
Penyusunan anggaran adalah proses pembuatan rencana kerja untuk jangka waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan moneter dan satuan kuantitatif yang lain.
6. Pusat-Pusat Pertanggungjawaban
Pusat tanggungjawab pada dasarnya diciptakan untuk mencapai suatu sasaran tertentu, baik sasaran tunggal ataupun sasaran majemuk. Sasaran-sasaran tersebut sering pula kita sebut sebagai obyektif yang harus kita capai. Dalam kaitan ini, dapat dimengerti apabila sasaran dari masing-masing individu dalam tiap-tiap pusat tanggungjawab itu harus diusulkan agar selaras, serasi dan seimbang dalam usaha mencapai sasaran umum dari organisasi diputuskan dalam suatu proses perencanaan strategik yang dalam hal ini diasumsikan telah ditetapkan sebelum awal proses pengendalian manajemen dimulai.
a. Pusat Pendapatan (Revenue Center)
Pada pusat pendapatan, tingkat keluaran kita ukur dalam bentuk nilai uang, tetapi tidak ada usaha formal yang dilakukan untuk mengkaitkan masukan atau biaya dengan keluaran yang dihasilkannya. Pusat pendapatan terutama banyak kita temui pada organisasi pemasaran. Anggaran atau target penjualan telah dipersiapkan atau direncanakan terlebih dahulu, dimana gunanya adalah untuk mengukur transaksi-transaksi penjualan yang sudah dilakukan ataupun order-order pembelian yang sudah tercatat dalam rangka kegiatan pusat pendapatan secara keseluruhan dan juga untuk mencatat hasil kegiatan dari masing-masing wiraniaga yang melaksanakan aktivitas tersebut.
Kemudian hasil-hasil nyata dari seluruh kegiatan tersebut kita bandingkan dengan nilai tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya suatu anggaran.
b. Pusat Pengeluaran
Pusat pengeluaran adalah pusat tanggungjawab, dimana masukan atau biayanya diukur dalam satuan uang, akan tetapi keluarannya tidak kita ukur dalam satuan uang. Secara umum ada dua macam pusat pengeluaran, yaitu pusat pengeluaran yang besarnya dan pusat pengeluaran dimana nilai pengeluarannya itu kurang dapat diukur (diskresioner).
1). Pusat Pembiayaan Terukur Atau Terencana (Engineered Expenses Center)
Biaya-biaya terukur ini biasanya dinyatakan sebagai biaya standar. Bila seseorang telah menetapkan standar untuk suatu pusat pembiayaan tertentu, maka cara pengukuran tentang besarnya keluaran atau hasil dari bagian tersebut dapat dilakukan dengan cara mengalihkan kuantitas hasil fisiknya dengan biaya standar per unitnya, sehubungan didapatkan biaya tertentu. Perhitungan biaya nyatanya anti dipertimbangkan dengan nilai biaya standar tadi, apabila terdapat perbedaan nilai maka perbedaan besarnya nilai tersebut akan dianalisis untuk menduga apa yang menyebabkan perbedaan tersebut. Keberhasilan prestasi kerja para manajer dari pusat pembiayaan dinilai atas dasar seberapa jauh mereka selalu sama, atau bahkan berada di bawah tingkat biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
2). Pusat Pembiayaan Diskresioner (Tak Terukur)
Beberapa unit organisasi menghasilkan keluaran yang tidak dapat diukur dengan besaran nilai uang. Kebanyakan dari unit tersebut biasanya berupa besaran nilai uang. Kebanyakan dari unit tersebut biasanya berupa unit staff administratif, unit pembelian dan pengembangan produk serta beberapa unit dalam kegiatan pemasaran. Usaha proses pengendalian untuk unit-unit pembiayaan diskresioner ini dimulai dengan ditetapkannya suatu anggaran ataupun perencanaan tahunan yang telah disetujui oleh pihak manajemen. Selanjutnya realisasi pembiayaan itu kita bandingkan dengan nilai anggarannya. Oleh karena pada perbandingan tersebut besarnya tingkat masukan itu tidak kita ukur dalam besaran nilai uang, maka pada dasarnya upaya ini tidak dapat kita lakukan sebagai cara pengukuran prestasi kerja yang lengkap dan oleh karena itu maka cara ini dapat kita pakai sebagai dasar pengukuran yang menyeluruh tentang usaha penilaian para manajer secara keseluruhan.
c. Pusat Laba (Profit Center)
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajer diukur berdasarkan laba pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Dengan demikian baik masukan diukur dengan nilai moneternya, yang artinya masukan diukur dalam bentuk biaya dan keluaran diukur dalam pendapatan. Pusat laba pada umumnya terdapat pada organisasi yang dibagi-bagi berdasarkan divisi-divisi penghasilan laba (organisasi divisional). Manajer unit divisi ataupun manajer pusat laba menentukan harga jual, strategi pemasaran serta kebijaksanaan produksi. Jumlah investasi dalam unit ini hanya dapat diusulkan oleh manajer pusat laba, sedangkan keputusan ditentukan oleh pimpinan tertinggi dari unit-unit pusat laba yang ada.
d. Pusat Investasi (Investment Center)
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dapat mengawasi revenue, biaya dan jumlah investasi atas harta yang ada pada pusat pertanggungjawaban tersebut. Pada pusat pertanggungjawaban ini manajernya dapat menentukan dan menetapkan jumlah piutang, kebijaksanaan persediaan, menetapkan pembelian peralatan yang perlu untuk produksi dan pemasaran hasil produksinya.
7. Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban menganggap bahwa pengendalian organisasi dapat meningkat dengan cara menciptakan jaringan pusat pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur organisasi formal perusahaan. Struktur organisasi mencerminkan pembagian hirarki wewenang dalam perusahaan. Melalui struktur organisasi, manajemen melaksanakan pendelegasian wewenang untuk melaksanakan tugas khusus kepada manajemen yang lebih bawah, agar dapat dicapai pembagian pekerjaan yang bermanfaat.
Jika seorang manajer diberi wewenang untuk melaksanakan sesuatu, ia akan merasa memiliki kekuasaan untuk secara resmi bertindak dalam lingkup wewenangnya dan untuk mempengaruhi perilaku bawahannya. Namun wewenang yang diterima dari manajer atas tersebut tidak ada artinya, jika wewenang tersebut tidak diterima atau diakui adanya oleh bawahan manajer tersebut.
Sayangnya, seringkali banyak perusahaan memiliki kelemahan dalam masalah pendelegasian wewenang. Pembagian wewenang seringkali tumpang tindih (overlapping) dan seringkali tanggungjawab yang dituntut tidak disertai dengan pendelegasian wewenang yang memadai. Jika seseorang dibebani tanggungjawab yang tidak sepadan dengan wewenang yang diperlukan untuk melaksanakan pertanggungjawaban tersebut, akan ditimbulkan adalah frustasi dan keengganan.
Akuntansi pertanggungjawaban membebankan tanggungjawab kepada manajer pusat pertanggungjawaban dengan anggapan bahwa manajer tersebut seolah-olah merupakan individu yang terpisah dari manajer lain. Pembebanan tanggungjawab kadang-kadang mengabaikan fakta bahwa dalam organisasi terdapat pimpinan kelompok formal dan non formal serta bahwa kinerja kelompoklah yang sebenarnya diukur. Oleh karena itu, dalam perancangan sistem akuntansi pertanggungjawaban, perlu dipertimbangkan dinamika kelompok, yang merupakan kekuatan yang berpengaruh terhadap kesediaan kelompok untuk menerima sasaran yang diterapkan.
Karena pusat pertanggungjawaban merupakan dasar untuk seluruh sistem akuntansi pertanggungjawaban, kerangka pusat seluruh sistem akuntansi pertanggungjawaban. Kerangka pusat pertanggungjawaban harus dirancang secara seksama. Struktur organisasi harus dianalisis mengenai kemungkinan adanya kelemahan dalam delegasi wewenang yang terdapat di dalamnya. Jaringan pusat pertanggungjawaban dapat menjadi alat efektif untuk mengendalikan organisasi, jika struktur organisasi yang melandasinya disusun secara rasional.
C. Jenis Laba
1. Pengertian Pusat Laba
Bilamana prestasi keuangan dari suatu pusat pertanggungjawaban diukur menurut keuntungan, maka pusat pertanggungjawaban tersebut dinamakan “pusat laba” (profit center). Dalam organisasi yang besar, biasanya kegiatan-kegiatan fungsional utamanya seperti unit pemasaran ataupun unit manufaktur dilaksanakan oleh unit organisasi tersendiri yang terpisah. Apabila kegiatan-kegiatan fungsional itu dilaksanakan oleh unit-unit kerja dalam lingkup satu organisasi sendiri, maka proses tersebut kita sebut “divisionalisasi”. Secara umum maksud dari adanya proses divisionalisasi adalah untuk mendelegasikan otorisasi kerja yang lebih besar kepada para manajer operasional. Apabila manajer tersebut mempunyai pertanggungjawaban keuntungan, akan lebih praktis agar wewenang pengambilan keputusan yang meliputi pertimbangan-pertimbangan antara besarnya pendapatan dan biaya didalam kegiatan unit kerja tersebut juga didelegasikan hingga tingkat bawah.
2. Pengertian Dan Jenis-Jenis Laba
Dari segi perhitungannya, Selamat Sinurya memberikan pengertian sebagai berikut :
“Selisih antara harga penjualan dengan jumlah biaya atau harga jual pokok, seandainya harga penjualan lebih besar dari jumlah biaya, maka selisihnya merupakan laba dan sebaliknya seandainya jumlah penjualan lebih kecil dari biaya maka selisihnya merupakan kerugian”. (1990, hlm. 1)
Jenis-jenis laba menurut pengukuran tingkat laba untuk suatu pusat laba tertentu ada lima jenis, yaitu :
a. Margin kontribusi
Laba kontribusi dihitung dengan cara mengurangkan biaya variabel dari pendapatan yang diperoleh suatu divisi. Konsep ini bermanfaat untuk perencanaan dan pembuatan keputusan laba suatu divisi dalam jangka pendek.
Contoh tabel menurut Supriyono, BPEP Yogyakarta, Akuntansi Manajemen 2 Struktur Pengendalian Manajemen dibawah ini :
Tabel 1 PT. BAWONOLapora Perbandingan laba kontribusi divisi Tahun 2001 (Dalam Jutaan Rp) | |||
Keterangan | Divisi A | Divisi B | Total Perusahaan |
Pendapaan Biaya Variabel Divisi : Terkendalikan Tak terkendalikan | 40.000 16.000 4.000 | 60.000 30.000 6.000 | 100.000 46.000 10.000 |
Jumlah Biaya Variabel | 20.000 | 36.000 | 56.000 |
Laba Kontribusi Biaya Tetap : Terkendalikan Tak Terkendalikan | 20.000 | 24.000 | 44.000 5.000 10.000 |
Jumlah Biaya Tetap | 15.000 | ||
Laba sebelum diperhitungkan biaya KTR Pusat Biaya Kantor Pusat Laba bersih sebelum pajak PPh 25% | 29.000 9.000 20.000 5.000 | ||
Laba bersih sesudah PPh | 15.000 |
Sumber : Supriyono, (2001, hlm. 84).
b. Laba terkendali divisi
Laba dihitung dengan cara mengurangi pendapatan dengan biaya-biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer divisi yang meliputi biaya variabel yang terkendali dan biaya tetap terkendali, yang telah diuraikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2PT. BAWONO Lapora Perbandingan laba Terkendalikan divisi Tahun 2001 (Dalam Jutaan Rp) | |||
Keterangan | Divisi A | Divisi B | Total Perusahaan |
Pendapaan Biaya Terkendali Divisi : - Variabel - Tetap | 40.000 16.000 2.000 | 60.000 30.000 2.000 | 100.000 46.000 5.000 |
Jumlah Biaya Terkendali | 18.000 | 33.000 | 51.000 |
Laba Terkendali Divisi Biaya Tak Terkendali Divisi : - Variabel - Tetap | 22.000 | 27.000 | 49.000 10.000 10.000 |
Jumlah biaya tak terkendali | 20.000 | ||
Laba sebelum diperhitungkan biaya Kantor Pusat Biaya Kantor Pusat Laba bersih sebelum pajak PPh 25% | 29.000 9.000 20.000 5.000 | ||
Laba bersih sesudah PPh | 15.000 |
Sumber : Supriyono, (2001, hlm. 84).
c. Laba langsung
Laba dapat dihitung dengan mengurangi pendapatan divisi dengan semua biaya yang langsung terjadi dalam divisi yang bersangkutan. Profitabilitas ini cocok digunakan untuk menilai profitabilitas jangka panjang seperti contoh pada tabel dibawah ini.
Tabel 3PT. BAWONO Lapora Perbandingan laba Langsung divisi Tahun 2001 (Dalam Jutaan Rp) | |||
Keterangan | Divisi A | Divisi B | Total Perusahaan |
Pendapaan Biaya Langsung divisi : - Variabel terkendalikan - Variabel tak terkendalikan - Tetap terkendalikan - Tetap tak terkendalikan | 40.000 16.000 4.000 2.000 3.000 | 60.000 30.000 6.000 3.000 7.000 | 100.000 46.000 10.000 5.000 10.000 |
Jumlah biaya langsung | 25.000 | 46.000 | 71.000 |
Laba langsung divisi | 15.000 | 14.000 | 29.000 |
Biaya kantor pusat Laba bersih sebelum pajak PPh 25 % | 9.000 20.000 5.000 | ||
Laba bersih sesudah PPh | 15.000 |
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 85).
d. Laba bersih sebelum pajak
Dengan menghitung pendapatan divisi dengan biaya langsung divisi dan biaya kantor pusat. Laba ini mencerminkan prestasi ekonomi divisi, karena divisi menikmati fasilitas kantor pusat, maka divisi mengalokasi biaya kantor pusat. Seperti contoh pada tabel dibawah ini
Tabel 4PT. BAWONO Lapora Bersih Divisi Sebelum PPh Tahun 2001 (Dalam Jutaan Rp) | |||
Keterangan | Divisi A | Divisi B | Total Perusahaan |
Pendapaan Biaya Divisi : - Variabel terkendalikan - Variabel tak terkendalikan - Tetap terkendalikan - Tetap tak terkendalikan - Alokasi biaya Kantor Pusat | 40.000 16.000 4.000 2.000 3.000 4.500 | 60.000 30.000 6.000 3.000 7.000 4.500 | 100.000 46.000 10.000 5.000 10.000 9.000 |
Jumlah biaya divisi | 29.500 | 50.500 | 80.000 |
Laba Bersih divisi sebelum PPh | 10.000 | 9.500 | 20.000 |
PPh 25 % | 5.000 | ||
Laba bersih sesudah PPh | 15.000 |
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 86)
e. Laba bersih sesudah pajak
Besar laba dihitung melalui pengurangan laba bersih sebelum pajak dengan pajak penghasilan divisi. Sebagai satu kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri, laba divisi perlu memperhitungkan pajak penghasilannya. Lihat pada contoh tabel dibawah ini :
Tabel 5PT. BAWONO Lapora Bersih Divisi Sebelum PPh Tahun 2001 (Dalam Jutaan Rp) | |||
Keterangan | Divisi A | Divisi B | Total Perusahaan |
Pendapaan Biaya Divisi : - Variabel terkendalikan - Variabel tak terkendalikan - Tetap terkendalikan - Tetap tak terkendalikan - Alokasi biaya Kantor Pusat | 40.000 16.000 4.000 2.000 3.000 4.500 | 60.000 30.000 6.000 3.000 7.000 4.500 | 100.000 46.000 10.000 5.000 10.000 9.000 |
Jumlah biaya divisi | 29.500 | 50.500 | 80.000 |
Laba Bersih divisi sebelum PPh | 10.500 | 9.500 | 20.000 |
PPh 25 % | 2.625 | 2.375 | 5.000 |
Laba bersih sesudah PPh | 7.875 | 7.125 | 15.000 |
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 87)
3. Komponen-Komponen Yang Menentukan Besarnya Laba
Komponen-komponen yang dapat menentukan besarnya laba adalah :
a. Penyimpangan laba kotor
Penyimpangan antara realisasi penghasilan dan biaya diluar usaha dibandingkan dengan anggaran penghasilan dan biaya diluar usaha.
b. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah meliputi semua biaya dalam rangka menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu :
- Biaya untuk memperoleh atau menimbulkan pesanan.
- Biaya untuk memenuhi atau melayani pesanan.
c. Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum, meliputi biaya dalam rangka penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengarahan, dan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
4. Anggaran Laba Sebagai Alat Ukur Prestasi Manajer
Anggaran Laba adalah tanggungjawab manajer yang dapat mengawasi pendapatan dan biaya sehingga anggaran pendapatan dan anggaran biaya dapat digabungkan menjadi anggaran laba. Anggaran laba merupakan suatu rencana laba tahunan, yang terdiri dari serangkaian angka-angka proyeksi untuk tahun yang akan datang, disertai dengan skedul pendukungnya. Suatu anggaran laba-rugi dapat dipergunakan perusahaan secara keseluruhan, ataupun pusat laba untuk alokasi sumber daya dalam mencapai sasaran dan pengkoordinasian kegiatan perusahaan dan divisi, bahan pengecekan terakhir atas ketetapan anggaran biaya serta untuk penugasan tanggungjawab setiap manajer, serta untuk penugasan tanggungjawab setiap manajer, serta penentuan kontribusi terhadap perusahaan atau divisi dari segi prestasi keuangan. Anggaran laba rugi dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk perusahaan secara menyeluruh dan untuk pusat laba secara khusus anggaran tersebut dapat digunakan yaitu :
- Untuk mengalokasikan sumber daya yang ada di dalam perusahaan. Anggaran yang telah disahkan merupakan dasar wewenang bagi orang yang mempunyai wewenang untuk menggunakan sumber daya yang ada dalam perusahaan untuk mencapai sasaran anggaran.
- Untuk perencanaan dan pengkoordinasian dan kegiatan perusahaan dan divisi. Sebagai contoh anggaran laba rugi dipakai sebagai dasar untuk memastikan bahwa fasilitas produksi sesuai dengan ramalan penjualan dan tersedianya kas sesuai dengan pengeluaran yang diperkirakan.
- Untuk sasaran pemeriksaan yang terakhir untuk anggaran laba. Meskipun kerangka anggaran telah disetujui oleh manajemen sebelumnya, akan tetapi perlu pengkajian lebih lanjut yang berguna dalam penyempurnaan anggaran tersebut.
- Untuk melihat tanggungjawab manajer yang memimpin pusat laba, yang dapat membandingkan prestasi dengan rencana yang telah disusun, selanjutnya melihat sejauh mana kontribusi yang telah disumbangkan.
b. Bagi manajemen puncak (top manajemen)
- Untuk menilai prestasi ekonomi dan keuangan bagi perusahaan dimasa datang dan melakukan tindakan koreksi terhadap apa yang telah tercapai.
- Untuk merencanakan dan mengkoordinasikan secara menyeluruh.
- Berperan serta dalam perencanaan divisi.
- Pengawasan divisi.
Suatu sistem pengukuran dan penilaian terhadap prestasi bagian-bagian di dalam perusahaan harus dimulai dengan pertanyaan apa tujuan yang hendak dicapai oleh pusat laba, yaitu :
a. Menyediakan masukan bagi keputusan-keputusan penting mengenai promosi mutasi, pemberhentian karyawan.
b. Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan training dan pengembangan karyawan.
c. Sebagai pembanding prestasi antar divisi.
d. Pengawasan divisi-divisi.
Adapun metode pengukuran prestasi pusat laba dapat menggunakan dua cara yaitu : pengukuran prestasi manajemen menekankan seberapa jauh manajer pusat pertanggungjawaban telah bekerja. Sedangkan pengukuran prestasi ekonomi menentukan seberapa jauh manajer telah dapat mengawasi pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, suatu laba merupakan kegiatan dari perusahaan sedangkan transaksi-transaksi yang dilakukan dengan bagian-bagian lain dari perusahaan tersebut tidak selalu sederhana, maka persoalan-persoalan yang timbul juga berbeda-beda dengan organisasi-organisasi yang berdiri sendiri. Ada tiga jenis permasalahan dalam pengukuran tingkat laba secara umum, yaitu :
a. Harga transfer
Harga transfer adalah nilai dari barang dan jasa yang ditransfer oleh suatu pusat pertanggungjawaban lainnya. Sebagai contoh, biaya yang dipindahkan dari pusat biaya listrik ke pusat biaya produksi merupakan harga transfer.
b. Pendapatan bersama
Pengukuran tingkat pendapatan yang dihasilkan oleh suatu pusat laba dapat dilakukan secara langsung tetapi ada juga kondisi-kondisi dengan dua atau lebih pusat laba bekerja sama dalam menghasilkan peningkatan volume penjualan. Secara idealnya kedua unit patut mendapatkan penilaian.
c. Pembiayaan bersama
Barang atau jasa yang disediakan oleh pusat laba yang lain dinilai dengan hari transfer jasa-jasa pelayanan yang disediakan oleh staff unit ataupun biaya-biaya bersama lainnya, kalau memang akan dibebankan, harus dibebankan kepada pusat-pusat laba atas dasar perhitungan yang dapat mengabarkan tingkat penggunaan nyata jasa-jasa tersebut sejauh dimungkinkan.
Pusat laba dapat mengawasi pendapatan dan biaya yang disatukan menjadi anggaran laba atau rugi. Adapun anggaran laba-rugi adalah salah satu rencana laba tahunan yang terdiri dari serangkaian angka-angka proyeksi keuangan untuk tahun yang akan datang. Dalam anggaran laba ini dapat diketahui prestasi manager atau divisi terhadap perusahaan setelah dibandingkan antara rencana dan realisasi. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam anggaran laba ini :
a. Penggunaannya dipakai sebagai alat pengukur manajerial, sangat bervariasi di perusahaan dapat berupa suatu komitmen, sampai dengan perkiraan terbaik mengenai apa yang akan terjadi dengan sedikit tanggungjawab atas timbulnya perkiraan ini.
b. Besarnya tanggungjawab yang disebabkan kepada manajer yang disebabkan kepada manajer pusat laba untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan dilihat dari anggaran laba. Besarnya tanggungjawab tersebut berbeda menurut pertimbangan masing-masing perusahaan.
C. Tujuan Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Sebagai Pengukuran Prestasi Manajer Pusat Laba
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan biaya, tidak dapat berdiri sendiri sebagai ukuran kinerja pusat laba, maka laba perlu dihubungkan dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Dengan demikian, untuk mengukur kinerja pusat laba, umumnya digunakan dua ukuran yang menghubungkan laba yang diperoleh pusat laba dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba : kembalian investasi (Return on Investment atau seringkali disingkat dengan ROI) dan Residual Income (sering disingkat RI).
Kembalian investasi dihitung dengan membagi laba dengan investasi. Residual Income dihitung dengan mengurangi laba dengan beban modal (merupakan persentase beban modal x investasi). Laba yang dihasilkan pusat laba ditentukan oleh komponen utama : pendapatan dan biaya. Sebagai ukuran kinerja, laba yang digunakan adalah laba yang komponennya secara signifikan dapat dipengaruhi oleh manajer pusat laba dengan menggunakan wewenang yang ia miliki. Dengan demikian timbul kebutuhan penentuan pendapatan dan biaya terkendali yang secara signifikan dapat dipengaruhi oleh manajer pusat laba.
Dalam pengukuran kinerja pusat laba, diperlukan investasi yang akan dipakai sebagai penyebut dalam rumus perhitungan kembalian investasi atau dipakai sebagai dasar untuk menghitung beban modal dalam perhitungan Residual Income. Informasi investasi atau beban modal dalam perhitungan Residual Income disebut investment base.
Dalam pengukuran kinerja manajer pusat laba tersedia dua alternatif untuk memperhitungkan nilai aktiva tetap kedalam investment base harga perolehan atau nilai buku tertentu. Jika nilai buku dipakai untuk memperhitungkan nilai aktiva tetap dalam investment base, setiap tahun nilai buku akan semakin menurun dengan adanya biaya depresiasi, yang mengakibatkan investment semakin mengecil. Akibatnya ukuran kinerja kembalian investasi dan Residual Income secara konstan memperlihatkan kenaikan profitabilitas, padahal sebenarnya tidak terjadi perubahan profitabilitas dalam tahun-tahun selama umur ekonomis aktiva tetap.
Di lain pihak, jika harga perolehan aktiva tetap (gross book value) digunakan untuk menghitung nilai aktiva tetap dalam investment base, setiap tahun nilai aktiva tetap dalam investment base, akan sama jumlahnya, sebagai kembalian investasi dan Residual Income yang memperhitungkan harga perolehan aktiva tetap dalam investment base selalu akan mencerminkan kembalian yang lebih rendah dari kembalian sesungguhnya. Jika nilai aktiva tetap yang diperhitungkan kedalam investment base adalah sebesar harga perolehannya manajer pusat laba akan termotivasi untuk menghentikan pemakaian aktiva tetap, meskipun aktiva tetapmasih memiliki manfaat, karena investment base pusat laba tersebut akan berkurang sebesar harga pokok aktiva tetap.
Sewa guna usaha merupakan alternatif pembelanjaan aktiva tetap, yang memungkinkan suatu divisi sebagai komponen aktiva, namun hanya memanfaatkan aktiva tetap milik perusahaan lain dalam bisnis sewa guna usaha (leasing company) dengan membayar biaya sewa guna usaha (leasing expense). Dampak sewa guna usaha terhadap pengukuran kinerja pusat laba adalah :
a. Unsur aktiva tetap dalam investment base menjadi kurang.
b. Unsur biaya depresiasi dalam perhitungan laba menjadi berkurang, namun diimbangi dengan tambahan biaya sebagai akibat dari sewa guna usaha.
Dengan demikian, selama perubahan kedua unsur tersebut berdampak kenaikan ukuran kinerja manajer pusat laba kembalian investasi atau Residual Income bertambah, alternatif pembelanjaan aktiva tetap melalui sewa guna usaha akan menarik bagi manajer pusat laba.
1. Manfaat Kembalian Investasi Sebagai Pengukur Kinerja
Kembalian investasi sebagai pengukur kinerja pusat laba memiliki tiga manfaat berikut ini :
a. Kembalian investasi mendorong manajer pusat laba menaruh perhatian yang seksama terhadap hubungan antara pendapatan penjualan, biaya, dan investasi.
b. Kembalian investasi mendorong manajer pusat laba melaksanakan efisiensi biaya.
c. Kembalian investasi mencegah manajer pusat laba melakukan investasi yang berlebihan didalam pusat laba yang dipimpinnya.
2. Kelemahan Kembalian Investasi Sebagai Pengukur Kinerja
Kembalian investasi sebagai pengukur kinerja pusat laba memiliki tiga kelemahan :
a. Kembalian investasi tidak mendorong manajer pusat laba untuk melakukan investasi dalam proyek yang akan berakibat menurunkan kembalian investasi pusat laba, meskipun proyek tersebut menaikan profitabilitas perusahaan sebagai keseluruhan.
b. Kembalian investasi mengakibatkan manajer pusat laba memusatkan perhatiannya kepada sasaran jangka panjang.
c. Kembalian investasi sebagai pengukur kinerja pusat laba sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap.
3. Keunggulan Residual income sebagai pengukur kinerja
Residual Income memiliki keunggulan dengan kembalian investasi sebagai pengukur kinerja manajer pusat laba.
a. Penggunaan Residual Income sebagai pengukur kinerja pusat laba mengakibatkan semua pusat laba memiliki sasaran laba yang sama untuk investasi yang sebanding.
b. Residual Income dengan menggunakan tarif beban modal yang berbeda untuk aktiva yang memiliki risiko yang berbeda.
4. Kelemahan Residual Income
Sebagai tolok ukur kinerja pusat laba, Residual Income memiliki kelemahan sebagai berikut :
a. Seperti halnya dengan kembalian investasi, Residual Income juga hanya mendorong manajer pusat laba memusatkan orientasinya ke tujuan jangka pendek, karena laba dan komponen yang digunakan untuk menghitung laba hanya dibatasi dengan periode akuntansi yang tidak lebih dari satu tahun kalender.
b. Seperti halnya dengan kembalian investasi, Residual Income sebagai pengukur kinerja pusat laba sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap.
c. Tidak seperti halnya dengan kembalian investasi yang berupa ratio atau prosentasi, Residual Income berupa angka absolut, yang tidak dapat digunakan membandingkan kemampuan berbagai pusat laba dalam menghasilkan laba.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1. Sejarah Singkat Perusahaan
Sekitar tahun 50-an, bisnis barang-barang elektronik telah mulai berkembang di Indonesia. Situasi yang baik tercium cepat oleh keluarga Leo dan langsung dimanfaatkan dengan membuka sarana jual beli secara kontan barang-barang elektronika di Medan. Tidak terbatas supplier dari luar negeri namun para supplier domestikpun dirangkul untuk bekerjasama, sehingga terjalinlah suatu relasi bisnis yang luas.
Tidak hanya berhenti disitu, para anggota keluarga Leo terutama Leo Chandra terus mencari celah-celah lain sekecil apapun. Lewat kejelian dan ketajaman hidung bisnis, mereka merasakan kebutuhan barang konsumsi semakin meningkat sementara daya beli masyarakat terbatas dan cenderung golongan menengah ke bawah. Beranjak dari dasar pemikiran tersebut, dengan dukungan penuh dari Djaya Gunawan (Komisaris Aktif) rekan seperjuangan semasa kuliah di Medan, Leo Chandra berdua mencari input-input mengenai bisnis angsuran. Akhirnya pada tanggal 28 Pebruari 1982 bersepakat Leo Chandra, Djaya Gunawan bersama beberapa orang yang kemudian tergabung dalam dewan komisaris untuk menancapkan tonggak baru di Bidang Kredit di bawah nama PT. COLUMBINDO DHARMA PERTIWI (kemudian berganti dengan nama PT. COLUMBINDO PERDANA, diputuskan kemudian, Leo Chandra bertindak selaku Presiden Direktur, dan Djaya Gunawan selaku Direktur Keuangan.
Di lokasi yang beralamat di Jl. Hayam Wuruk 11-00 berdirilah gedung bersejarah Columbia, di atas tanah seluas kurang lebih 75 M2.
Gedung inilah yang melahirkan kreatifitas-kreatifitas perusahaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk nyata. Namun sebagai tahun pertama, kegiatan perusahaan membutuhkan pengorbanan penuh, tidak saja dalam bentuk materi, tetapi juga tenaga, pikiran dan waktu. Bahkan tidak jarang banyak akibat rasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Melimpahnya order-order permohonan perusahaan untuk lebih meningkatkan mutu kerja. Kesadaran akan kebutuhan penanganan bidang pemasaran secara lebih serius menemukan perwujudannya pada bulan Oktober 1982 dengan masuknya Djunaedi Wijaya, seorang ahli di bidang pemasaran. Tenaga-tenaga operasional dididik dan dilatih baik moral maupun mental. Keahlian kerja ditingkatkan menuju efisiensi dan efektifitas. Upaya ini ternyata tidak percuma, terbukti jumlah omzet yang dicapai hingga akhir tahun berkisar 200 juta. Suatu angka yang cukup langka untuk jumlah personil yang cuma 8 (delapan) orang.
Tahun 1983 ditandai dengan kehadiran Columbia untuk berpartisipasi dalam Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan tercatat sebagai pelopor perusahaan kredit yang ikut dalam kegiatan pameran tersebut. Orderpun kian membengkak.
Bahkan tidak sedikit yang harus antri menunggu giliran mengajukan permohonan kredit maupun membayar angsuran. Menyadari lahan baru yang demikian cerah, bermunculan pula perusahaan sejenis. Columbia menyadari sepenuhnya untuk mempertahankan eksistensinya, perlu dimiliki nilai-nilai bisnis baik budaya korporasi yang baik dan sistem pelayanan yang memuaskan. Tanpa semua itu, secara pelan tapi pasti perusahaan akan gugur. Hal demikian mendorong Columbia melebarkan sayap pelayanannya. Oktober 1983, diresmikan cabang pertama di Jl. Nur Said, Bandung, gebrakan pertama ini ternyata membawa hembusan angin yang cukup sejuk, terbukti dengan naik-naiknya omzet menjadi 2-3 milyar setahun.
Hingga Desember 1987, tercatat Columbia memiliki 2 (dua) cabang di DKI Jakarta dan 8 (delapan) di luar DKI Jakarta. Namun seperti layaknya orang tua, kantor pusat tak henti-hentinya memperhatikan dan mengajari cara berjalan yang benar. Hal ini dimaksudkan agar jangan menyimpang dari arah yang dituju. Meski seluruh cabang diberikan porsi yang sama, tidak semua cabang tumbuh sama suburnya. Sama persis seperti pertumbuhan anak, yang kadang-kadang terkendala oleh beberapa faktor seperti kasih sayang gizi, pendidikan, pengaruh lingkungan, dan lain-lain.
Sebagai contoh cabang Hayam Wuruk misalnya, yang berlokasi di Jl. Mangga Besar 42 S, berkali-kali harus ditambah infus untuk menyambung hidupnya, sambil terus menerus diberikan perhatian intensif untuk meningkatkan kemandiriannya. Bagaimanapun parahnya, sejauh cabang itu memiliki kemauan untuk bangkit, infus tidak akan dicabut. Perusahaan menyadari sepenuhnya kegagalan yang dialami cabang merupakan tanggung jawab bersama dan merupakan satu resiko kreatifitas perusahaan. Hingga kini PT. Columbia Perdana mempunyai 56 cabang di 23 Propinsi.
2. Struktur
BM = Melakukan pendelegasian, kontrol terhadap ABM-MRK, ABM-HRD, ABM Credit A/R, dan betj kepada pimpinan perusahaan.
Sekretaris = Wakil BM di bidang kesekretariatan
Kasir kas cabang = Media pembayaran dan penerimaan dari kantor pusat untuk biaya operasional cabang.
Koord. Inspektur = Melakukan analisa dan penyidikan atau klasifikasi atas permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan piutang sewa-beli.
ABM-MRK = Melakukan perencanaan atas penjualan kas atau sewa beli yang diakui sebagai penjualan cabang setiap bulan. ABM-MRK membawahi kinerja atas penjualan sales force dan sales showroom.
ADM-MRK = Melakukan pencatatan rekapitulasi dan melaporkan hasil penjualan baik sales force atau S. Showroom kepada kompartement marketing di kantor pusat.
KAPOS = Kepala Pos melakukan pengawasan dan perencanaan atas penjualan S. Force dan S., Showrrom KAPOS mempunyai target penjualan sebesar Rp. 30 juta – Rp. 600 juta dengan membawahi tiga group S. Force dan S. Showroom.
SPV.SF = Melakukan supervisi, melakukan pengawasan, memotivasi jajaran sales force atas penjualan atau map order yang diperoleh.
AST. SPV.SF = Membantu SPV.SF dalam melaksanakan tugasnya atau sebagai wakil SPV. SF apabila berhalangan.
SF = Melakukan penjualan dengan mendatangi rumah (door to door).
SPV. SR = Melakukan supervisi, kontrol atas penjualan dan stock showroom, serta melakukan kegiatan-kegiatan penjualan-penjualan secara stategis.
ABM-HRD = Bertanggung jawab atas kontrol, distribusi serta melakukan tugas-tugas operasional untuk mendukung semua aktivitas cabang.
Staff Umum = Melakukan koordinasi atas pemakaian kendaraan operasional dan melakukan pengawasan atas perbaikan dari kendaraan operasional tersebut.
OB (Office Boy) = Melakukan tugas-tugas keseharian.
Driver = Melakukan tugas sebagai supir kendaraan operasional.
AMB Credit A/R = Melakukan pengawasan strategis serta melakukan analisa atas kegiatan-kegiatan perusahaan yang berhubungan langsung dengan arus kas serta pengembalian kredit atau tunggakan.
CA = Menjaga kontrol atas arus kas, melakukan laporan keuangan dan menjaga aset-aset perusahaan.
Staff Acc. = Membantu CA dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan.
Kasir kas
Perantara = Menerima uang hasil penagihan (collection) serta melakukan perantara penyetoran atas hasil collection tersebut.
KPKC = Melakukan pengendalian dan pengawasan atas kredit konsumen, serta piutang sewa beli, serta collection dan tunggakan.
Divisi survey = Melakukan survey atau screening atas map order yang didapat oleh bagian penjualan.
Divisi A/R = Melakukan pendistribusian atas kwitansi-kwitansi atau kartu piutang untuk tujuan penagihan.
Divisi collection = Melakukan penagihan atas acuan kwitansi yang telah diturunkan oleh bagian A/R.
3. Bidang Usaha /Kegiatan Perusahaan
Bidang usaha dilakukan oleh Pt. Columbindo Perdana ini adalah penjualan barang elektronik dan furnitur secara luas maupun secara kredit atau sewa beli.
DAFTAR PUSTAKA
Basu Swastha, Manajemen Penjualan. edisi ke-3, Yogyakarta: BPFE, 1993.
Cushing, Barry E., Terj. Sistem Informasi Akuntansi dan Organisasi Perusahaan, edisi ke –3, oleh Ruchyat Kosasih, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991..
Horngren, Charles T.,Terj. Pengantar Akuntansi Manajemen, edisi ke-6, Jilid I, Alih Bahasa Frederikson Saragih, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1993.
J. Supranto, M. A., Metode Riset dan Aplikasinya dalam Pemasaran, edisi ke-6, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. Terj. Dasar-Dasar Pemasaran, edisi ke-6, Jilid I, Alih Bahasa Willhelmus W. Bakowatun, Jakarta: Intermedia, 1997.
Laporan Tahunan 1998 PT. United Tractors Tbk, Penerbit PT. United Tractors Tbk., Jakarta, 1998.
Siegel, Joel G. dan Joe K. Shim., Kamus Istilah Akuntansi, edisi I, II, III, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.
Sofyan Syafri Harahap, Budgeting : Perencanaan Untuk Membantu Manajemen, cetakan kesatu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Usry, Milton F., dan Adolph Matz. Terj. Akuntansi Biaya : Perencanaan dan Pengendalian, edisi ke-10, oleh Alfonsus Sirait dan Hermawan Wibowo, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1997.
Willson, James D., dan John B. Campbell. Terj. Controllership: Tugas Akuntan Manajemen, edisi ke-3, oleh Gunawan Hutauruk, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995.
No comments:
Post a Comment