Saturday, December 29, 2012

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI SOSIOLOGI BUDAYA KAWIN LARI DITINJAU DARI KEBUDAYAAN KONTEMPORER


BUDAYA KAWIN LARI DITINJAU DARI KEBUDAYAAN KONTEMPORER




KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kepada saya sehingga saya adpat menyelesaikan pembuatan contoh proposal meskipun di sini mungkin masih banyak kekurangannya. Tapi saya berharap bahwa dengan selesainya pembuatan proposal ini dapat memberi semangat dan motivasi agar lebih giat lagi.
            Dalam proposal penulis akan mengemukakan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dari segi budaya kawin cerai ditinjau dari kebudayaan kontemporer.   Selain itu penulis merasa bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh akrena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak, penulis harapkan.



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
             Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, informasi dan perhubungan dewasa ini, telah mampu menerobos litnas bangsa, budaya, hukum dan sistim politik, bahkan alam pikiran manusia di seluruh dunia. Kontak budaya antar suatu bangsa dengan bangsa lain ataupun atas suatu daerah dengan daerah lain, sulit dihindari. Adanya globalisasi informasi menyebabkan kontak pertukaran budaya semakin berfrekuensi tinggi.
             Pada tatanan praktiknya, pola kehidupan sosial pun semakin menggelobal. Tata dan pola kehidupan masyarakat pada bangsa lain, meskipun latar belakang agama, bahasa, pendidikan, lingkungan dan sebagainya terkandung jauh berbeda.
             Modernisasi dengan segala dampaknya, baik positif maupun negatif telah banyak menyebabkan terjadinya pergeseran, perubahan dan transformasi tatanan nilai yang terkandung dalam masyarakat yang cenderung menyimpang dari pola umum. Lebih-lebih jika masyarakat tersebut dalam fase transisi, maka pergeseran perubahan dan transformasi tersebut dapat menimbulkan konflik. Karena kebudayaan di sini merupakan perwujudan kontradiksi-kontradiksi yang diakibatkan oleh sistim atau cara produksi masyarakat itu sendiri.
             Mencermati semua itu, tentunya disadari bahwa saat ini jati diri dan budaya suatu bangsa sedang diuji ketahanannya. Bagi bangsa Indonesia yang kini sedang memasuki era otonomi daerah, pergeseran, perubahan dan transformasi budaya semakin sulit untuk dihindarkan. Proses interaksi antar berbagia budaya di berbagai daerah, di satu sisi memang berdampak positif, karena dapat memperkaya khasanah budaya bangsa secara keseluruhan, namun di sisi lain dapta pula berdampak negatif apabila proses interaksi antar berbagai budaya tersebut menyebabkan hilang dan lenyapnya identitas dan keaslian dari budaya yang ada di tiap daerah.
             Sinyalemen yang ada menunjukkan bahwa keberadaan budaya daerah, perkembangannya semakin hidup. Seiring dengan derasnya arus pergeseran, perubahan-perubahan dan transformasi budaya dari luar. Masyarakat yag ndiharapkan dapat menjadi pengendali dari agen perubahan seringkali ikut terseret menjadi korban dari perubahan itu sendiri. Djoko-Soerjono dalam pandangannya menyebut kondisi ini sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berstatus sebagai korban dan pasien dari perubahan yang terjadi (1994: 9). Akibat dari kondisi ini masyarakat tak hanya kehilangan jati dirinya, tetapi juga berdampak terhadap norma-norma sosial lama (Sasak) yang semakin tak berfungsi. Hal itu terbukti, cara berbahasa Sasak serta cara berpakaianpun semakin haru tidak beradaptasi akibat makin banyaknya generasi Sasak yang mengikuti gaya “jakarta”, tradisi yang demikian kuat dan kaya khasanahnya, terputus atau praktis tidak berlanjut.
             Arsitektur Sasak juga semakin menghilang kurang mampu bertransformasi, seperti arsitektur Jawa dan Bali. Adat Sasak yang sarat dengan makna dan gaya tariknya pun hanya hinggap di kalangan tertentudan bersifat seremonial. Pendeknya nilai-nilai Sasak banyak mengalami pelapukan dan perapuhan. Dalam konteks yang demikian, penelusuran dan penemuan serta pengembangan budaya tradisional (budaya Sasak). Sebagai upaya terpenting mencegah termarjinalnya budaya sendiri menjadi sesuatu yang perlu disegerakan. Kebanggaan dan apresiasi terhadap keunikan budaya Sasak dapat dijadikan sebagai cermin perhatian dan keperdulian terhadap jati diri bangsa secara keseluruhan.
             Kita lihat pada masa sekarang ini khususnya di kalangan masyarakat Sasak, khususnya di desa Selebung Ketangga Kecamatan Keruak, masih banyak adat-istiadat serta kebudayaan yang masih berkembang dan masih dilestarikan oleh masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga Kecamatan Keruak meskipun budaya-budaya tersebut tidak sepenuhnya mempengaruhi kebudayaan dan adat-adat Sasak di desa Selebung Ketangga Kecamatan Keruak, karena apa? Karena adat dan kebudayaan tersebut sudah melekat dalam diri masyarakat desa Selebung Ketangga dan sudah menjadi keyakinan dan kepercayaan mereka serta merupakan peninggalan-peninggalan dari leluhur atau nenek moyang mereka. Hasil itu dapat kita lihat di wilayah-wilayah pedalaman. Mereka itu masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan dan adat-adat yang telah diwariskan oleh leluhur mereka seperti upacara perkawinan, upacara kematian, mempercayai hal-hal yang gaib, benda-benda gaib, upacara khitanan, selamatan-selamatan dan lain sebagainya.
             Dari segi perkawinan kita lihat di wilayah pedalaman-pedalaman atau di desa-desa bahkan di kota sekalipun jika dilihat dari segi perkawinan, mereka masih menggunakan adat-adat dan kebudayaan dulu seperti kebudayaan senter bangsawan, perkawinan sedarah, perkawinan dalam usia muda dan lain-lain.
             Khusus dengan upacara perkawinan pada masyarakat Sasak dikenal dengan “merariq”. Kata merariq berasal dari kata : lari/brari/melaiang/pelai (melarikan wanita), tapi lebih dikenal dengan “kawin lari”. Jadi kawin lari di sini sudah menjadi tradisi masyarakat desa Selebung Ketangga Kecamatan Keruak. Dapat kita lihat pada saat ini tradisi kawin lari di desa Selebung Ketangga Kecamatan Keruak masih sangat kuat.
B.     Identifikasi
             Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Bagaimana masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak menjaga serta melesatarikan kebudayaan mereka?
2.      Sejauh mana masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga mempertahankan tradiis dan budaya kawin lari?
3.      Bagaimana pengaruh budaya luar terhadap tradisi dan budaya kawin lari masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak?
4.      Bgaimana penerapan tradisi dan budafya kawin lari di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak?
C.    Batasan Masalah
             Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti adalah menyangkut budaya dan tradisi kawin lari masyarakat Sasak khususnya di desa Selebung Ketangga kecaamtan Keruak.
D.    Rumusan Masalah
             Berdasarkan uraian atau latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah adat istiadat dan kebudayaan kawin lari masih tetap dilestarikan oleh kalangan masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak?
2.      Bagaimana pengaruh budaya sekarang terhadap tradisi kawin lari di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak?
E.     Tujuan Penelitian
             Berdasarkan permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian yang diinginkan adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejauhmana masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak menjaga serta melestarikan tradisi dan budaya kawin lari.
2.      Untuk mengetahui pengaruh budaya sekarang terhadap fenoemena kawin lari di desa Selebung Ketangga kecamatan Keruak.
F.     Manfaat Penelitian
             Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapta bermanfaat bagi para ilmuan yang akan meneliti bidang ini. Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan konsep-konsep lain tentang “pelestarian tradisi serta budaya kawin lari masyarakat Sasak di desa Selebung Ketangga keamatan Keruak,” dan berusaha mengungkapkan fakta-fakta lain yang belum diteliti dalam penelitian ini, agar hasil penelitian ini lebih sempurna.



BAB II
KERANGKA TEORITIS

            Berbicara tentang kebudayaan, kita lihat walaupun budaya barat datang di kalangan masyarakat Sasak tetapi budaya-budaya yang ditanamkan oleh bagnsa barat tidak sepenuhnya diadopsi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Lombok (Sasak di desa Selebung Ketangga) pada khususnya. Sekarang kita lihat banyak budaya-budaya Indonesia yang dipengaruhi oleh budaya barat, akan tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena masih banyak juga budaya-budaya masyarakat yang masih dikembangkan dan dilesatarikan seperti contoh di kalangan masyarakat Sasak, kalau kita teliti masih banyak sekali adat-istiadat dan budaya-budaya yang masih dikembangkan dan dilestarikan adat-adat dan budaya-budaya dapat kita lihat sampai sekarang yaitu dari segi perkawinan, dimana perkawinan ini masih membudaya sampai sekarang.
A.    Proses Merariq (Kawin Cerai) Masyarakat Sasak di Desa Selebung Ketangga
             Adapun proses merariq ini harus didahului oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan bersepakat untuk kawin dengan jalan si laki-laki membawa si perempuan pergi (lari) dari rumah orang tuanya, dengan maksud untuk kawin dengan si laki-laki yang membawanya pergi.
             Setelah si gadis (si pengantin) berada di rumah persembunyian dua atau tiga hari, maka barulah dilaksanakan proses adat selanjut, dimana proses ini pertama-tama didahului dengan proses sebagai berikut:
1.      Mesejati dan Selabar
            Perkataan “Mesejati” berasal dari kata lingga yang artinya benar (membenarkan), jadi yang dimaksud dengan mesejati itu adalah untuk melaporkan kejadian merariq tersebut kapda pemerintah (Kepala Desa atau Kadus). Dengan kata lain yaitu permakluman dari pihak keluarga laki-laki kepada Kepala Lingkungan adat si gadis tentang kebenaran merariq (kawinnya) dengan seorang pemuda. Sedangkan perkatana “Selabar” juga berasal dari kata Lingga yaitu “obor atau suluh” yang artinya bersinar-sinar (terang menerang). Jadi selabar itu maknanya adalah mengabarkan atau memberitahukan. Dengan demikian yang dimaksud dengan selabar itu adalah untuk memberitahukan kembali kepada pemerintah bahwa akan datang rombongan pembayun untuk nyelabar ke rumah calon pengantin perempuan (kepala warga masyarakat lingkungan asal si gadis).
2.      Bait Wali
Yang namanya “Bait Wali” (minta wali) yaitu dari pihak keluarga perempuan untuk menetapkan akad nikah (menikahkan anaknya yang kawin itu).
3.      Bait Janji
“Bait janji” itu adalah permintaan keseapkatan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan tentang saat pelaksanaan upacara puncak dan perkawinan anak mereka. Dengan kata lain yaitu untuk membicarakan penyelesaian adat sorong-serah.
4.      Sorong Serah Aji Krama
“Aji Krama” berasal dari kata “Aji dan Karma” artinya kebiasaan, adab, cara atau peraturan adat. Jadi yang dimaksud dengan “Sorong Serah Aji Krama” itu adalah upacara penyerahan harga menurut ketentuan adat.
5.      Nyongkolan
Upacara “Nyongkolan” ini dilaksanakan setelah upacara “Sorong Serah Aji Krama” selesai. Adapun yang dimaksud dengan “Nyongkolan” ini adalah upacara arak-arakan pengantin yang diiringi dengan berbagai kesenian diantaranya “Gendang Belek”
6.      Bales Lampak Nae
Adapun proses adat ini adalah proses adat yang terakhir dimana aara ini adalah acara bersilaturrahmi dan bermaaf-maafan dengan kadang waris atau keluarga terdekat.


B.     Syarat-Syarat Dalam Perkawinan
1.      Pasuke (permitnaan dari orang tua pengantin perempuan), yang harus dibayar oleh keluarga pihak laki-laki dalam hal ini dikenal juga sistem kredit, yang dibayar nanti setelah tergantung kesempatan.
2.      Pelamar : yaitu syarat yang harus dibayar kepada calon mempelai wanita seusai perjanjian antara kedua calon pengantin bisa berupa yang maupun barang
3.      Maskawin: ialah sesuatu yag ndiberikan oleh pengantin pria kepada pengantin wanita tergantung berapa kemauan calon pengantin wanita yang disesuaikan dengan keadaan calon pengantin pria, dapat berupa uang atau barang biasanya harus ada emas dan seperangkat pakaian sholat.
C.    Tujuan Perkawinan
1.      Untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal.
2.      Untuk memenuhi kebutuhan biologis secara sah dan sehat.
3.      Untuk mendapatkan keturunan yang sah.
4.      Untuk hidup bermasyarakat.
5.      Untuk memenuhi kebutuhan rohani, peranan kasih sayang, damai ama ndan sebagainya.



BAB III
METODE PENELITIAN

            Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis (Husaini usman dan Setiady Akbar, 2004: 42). Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A.    Rancangan Penelitian
1.      Jenis Pendekatan
            Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif dimaksudkan untuk penjelajahan di lapangan dan klarifikasi (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan hubunga natnar variabel yang ada. Oleh karena itu pada suatu pendekatan deskriptif eksploratif tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis (Faesal, 2005: 20).
2.      Jenis Penelitian
            Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kaulitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan proseudr analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau ara kuantifikasi lainnya. penelitian yang mereka teliti sangat rinci dibentuk dengan kata-kata (Moleong, 2006). Penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna, suatu peristiw, interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu.
B.     Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian
             Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Keruak, Desa Selebung Ketangga, karena lokasi ini sangat coock tempat penulis untuk mendapatkan data yang diinginkan karena masyarakat di Desa Selebung Ketangga termasuk orang Sasak yang masih sangat melestarikan kebudayaan atau tradisi kawin lari.
             Penulis mengamati kebudayaan atau tradisi kawin lari di desa Selebung Ketangga diawali dengan pencurian pengantin wanita oleh pengantin laki-laki, dan sesuai dengan apa yang telah tertulis di atas.
             Teknik penentuan subjek penelitian ini berdasarkan pada cara-cara adat istiadat kawin lari di Desa Selebung Ketangga, yaitu pengantin wanita dilarikan oleh pengantin laki-laki yang sesuai dengan prosedur yang ada.
C.    Teknik Pengumpulan Data
             Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta atau berupa angka (Arikunto, 2002: 96). Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data diperoleh. Apabila penelitian menggunakan kuesioner/wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut subjek, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan penelitian, baik pertanyaan tertulis atau lisan (Arikunto, 1986: 102). Sumber data yang digunakan terdiri dari dua macam yait udata primer dan data sekunder.
             Data primer merupakan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan subjek dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan. Data sekunder merupakan data yang berbentuk dokumen-dokumen atau arsip-arsip penting yang diperoleh melalui dinas-dinas tertentu seperti, buku-buku, majalah, koran, dan dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan penelitian.
             Dalam kegiatan penelitian, tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang biasa disebut “Metode Pengumpulan Data” yaitu cara yyang digunakan dalam upaya memperoleh dan mengumpulkan sejumlah data yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Observasi (pengamatan)
            Obsrevasi (pengamatan) yaitu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data secara sengaja dan sistematika melalui pengamatan dan pencatatan terhadap objek yang diteliti (Hadi, 1991: 136). Menurut Suharsimi Arikunto, obsrvasi atau pengamatan adalah suatu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (1996: 145).
            Observasi atau pengamatan dalam penelitian kualitatif dilakukan terhadap situasi sebenarnya yang wajar tanpa disiapkan, dirubah atau bahkan diadakan khusus untuk keperluan penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode partisipasi dimana peneliti menjadi bagian dari kelompok yang diteliti, karena penulis langsung berfungsi sebagai aktor.
            Dalam hal ini penyusun mengamati segala bentuk adat kawin alri di desa Selebung Ketangga yang memagn pernah ada sejak dulu, dan masih dilestarikan sampai sekarang.
2.      Wawancara
            Menurut M. Ali (1989: 83), interview adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data. Menurut Lexy J. Moleong (1992: 135), interview adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajuka npertanyaan dan yang diwawncarai (interview) yaitu yang memberikan jawaban. Data diambil dengan menggunakan instrumen wawancara mendalam yang dibantu dengan alat rekam yaitu tape recorder.
D.    Teknik Analisis Data
             Setelah data terkumpul, maka perlu ada proses pemilihan data dan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dengan teliti, ulet dan cakap sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang obyektif. Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu referensi. Batasan lain mengungkapkan bahwa analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide (Moleong, 2000: 103). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif yang ditekankan pada metode analisis kualitatif.

No comments:

Post a Comment