Friday, February 8, 2013

Kumpulan Skripsi Terbaru Matematika 2013 TINGKAT PENGUASAAN OPERASI HITUNG PADA BILANGAN PECAHAN


TINGKAT PENGUASAAN OPERASI HITUNG PADA

BILANGAN PECAHAN MURID KELAS VI
SDN 227 LAROMPONG


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001:143). Menurut Soedjadi (Akib, 2001: 143) dewasa ini matematika sering dipandang sebagai bahasa ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan alat analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian anak. Karena itu Mendikbud Wardiman Djojonegoro dalam sambutannya pada konferensi Matematika Asia Tenggara IV, mengemukakan bahwa pelajaran matematika yang diberikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap pendidikan, peserta didik memiliki kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak menarik, dan membosankan. Keluhan ini secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan.
Meskipun upaya untuk mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan.
Pernyataan di atas didukung oleh kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika murid SDN 227 Larompong masih rendah jika dibanding dengan mata pelajaran lain. Hal ini antara lain dapat dilihat pada data perolehan nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) murid SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2001/2002
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa prestasi belajar matematika yang dicapai murid SDN 227 Larompong selalu paling rendah di antara lima bidang studi yang diebtanaskan. Selain itu penguasaan bahan ajar matematika oleh murid belum sesuai yang diharapkan. Sedangkan Usman Mulbar (Alwi, 2001:2) mengatakan bahwa pengajaran matematika sulit diikuti oleh murid. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika sekolah hingga dewasa ini umumnya kurang berhasil.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika murid SD 227 Larompong, baik yang berasal dalam dalam diri murid itu sendiri maupun yang berasal dari luar diri murid. Faktor dari dalam diri murid misalnya, motivasi belajar, minat belajar, sikap terhadap matematika, serta kemampuan berfikir konvergen dan divergen. Sedangkan faktor yang berasal dari luar misalnya kemampuan guru dalam mengelola proses belajar, sarana belajar, dan lingkungan pendukung.
Berdasarkan kenyataan di atas, kiranya perlu diamati permasalahan mengenai kesulitan murid terhadap materi matematika, khususnya materi matematika sekolah dasar. Sesuai dengan materi yang tercantum dalam kurikulum matematika SD, maka konsep dasar berhitung yang perlu dikuasai murid antara lain: penguasaan operasi bilangan bulat dan operasi pecahan.
Dalam kurikulum SD Tahun 1994 murid SD sudah mulai diperkenalkan dengan operasi pecahan pada Kelas III. Operasi pecahan biasa diajarkan di Kelas III Cawu 1, 2, 3, di Kelas IV Cawu 1, 2, 3, di Kelas V Cawu 2, dan di Kelas VI Cawu 1 dan 3. sedangkan pecahan desimal mulai diajarkan di Kelas IV Cawu 1, Kelas V Cawu 3 dan diperluas pada Kelas VI Cawu 2 dan 3. namun siswa dalam mempelajari operasi hitung bilangan pecahan murid masih nampak mengalami kesulitan. Misalnya pada pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Dengan demikian murid akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan lain yang dikaitkan dengan topik tersebut. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian tentang kemampuan dan penguasaan operasi hitung bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong.
B.     Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:
“Seberapa besar tingkat penguasaan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003?”
C.     Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan di atas, yaitu: Untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pecahan Tahun Pelajaran 2002/2003.
D.    Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1.      Informasi tentang tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN 227 Larompong terhadap masing-masing operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian) bilangan pecahan dapat dijadikan masukan atau sebagai tolok ukur para guru matematika di sekolah agar dapat mempertahankan atau mencari alternatif lain pada proses pembelajaran yang digunakan selama ini, khususnya pada materi operasi hitung bilangan pecahan.
2.      Sebagai masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya guru yang mengajarkan matematika dalam usaha meningkatkan prsetasi belajar matematika pada umumnya.
3.      Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian.
4.      Sebagai media belajar bagi penulis untuk menyatakan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A.    Kajian Teori
1.      Operasi Hitung Bilangan Pecahan
Berkaitan dengan operasi hitung bilangan pecahan berikut ini disajikan secara singkat uraian dari masing-masing operasi hitung pada bilangan pecahan.
a.       Operasi Penjumlahan pada Bilangan Pecahan
(1)         Menjumlahkan dua pecahan yang senama
Untuk menjumlahkan dua pecahan yang senama (berpenyebut sama) \
(2)         Menjumlahkan dua pecahan yang tidak senama
Untuk menjumlahkan dua pecahan yang tidak senama (berpenyebut tidak sama) harus menyamakan penyebut dengan cara mencari KPK penyebutnya.

(3)         Menjumlahkan pecahan biasa dengan pecahan campuran
(4)         Menjumlahkan dua pecahan campuran
b.      Operasi Penguarangan pada Bilangan Pecahan
(1)   Mengurangan pecahan yang senama
Untuk mengurangkan pecahan yang senama (berpenyebut sama) berlaku: Mengurangkan pecahan yang tidak senama
Untuk mengurangkan pecahan yang tidak senama (berpenyebut tidak sama) maka harus menyamakan penyebut dengan cara mencari KPK penyebutnya.
(2)   Mengurangkan bilangan pecahan dari bilangan asli
Untuk mengurangkan pecahan dari bilangan asli, bilangan aslinya terlebih dahulu dijadikan pecahan atau pecahan campuran.
(3)   Pengurangan dua pecahan campuran
c.       Operasi Perkalian Pecahan
(1)   Perkalian pecahan dengan bilangan asli
Untuk mengalikan bilangan pecahan dengan bilangan asli dilakukan dengan Perkalian dua pecahan
Untuk mengalikan dua pecahan biasa berlaku:
(2)   Perkalian pecahan campuran dengan bilangan asli
(3)   Perkalian pecahan biasa dengan pecahan campuran
(4)   Perkalian pecahan campuran dengan pecahan campuran
Untuk mengalikan pecahan campuran dengan pecahan campuran kita harus mengubah ke dalam bentuk pecahan biasa.
d.      Operasi Pembagian Pecahan
Operasi pembagian adalah invers dari operasi perkalian.
(1)   Membagi bilangan asli dengan bilangan pecahan
Untuk membagi bilangan asli dengan bilangan pecahan berlaku:
(2)   Membagi pecahan biasa dengan pecahan biasa
Untuk membagi pecahan biasa dengan pecahan biasa berlaku
            Membagi pecahan campuran dengan pecahan campuran
Untuk membagi pecahan campuran dengan pecahan campuran maka pecahan campuran harus diubah ke dalam bentuk pecahan biasa.
2.      Sekilas Tentang Matematika sebagai Bahan Ajar
Matematika sebagai bahan ajar yang objeknya berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang kesemuanya adalah bentuk abstrak. Matematika yang memiliki penalaran deduktif yang berkenaan dengan ide-ide abstrak dan simbol-simbol yang tersusun secara hirarki serta bersifat deduktif aksiomatik, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan mental tinggi. Oleh karena itu, belajar matematika memerlukan beberapa kegiatan mental seperti melakukan abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi berarti memahami kesamaan dari berbagai objek yang berbeda, mengklasifikasi berarti memahami pengelompokan dari berbagai objek berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh. Menggeneralisasi berarti mengambil kesimpulan berdasarkan contoh-contoh.
Berdasarkan hal di atas, belajar matematika merupakan proses psikologi. Sebagai proses, yaitu berupa kegiatan aktif memahami dan menguasai matematika. Kegiatan aktif dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan formal.
Gagne (Herman Hudoyo: 1990 : 78) menyatakan bahwa dalam mempelajari konsep matematika hendaknya berprinsip bahwa seseorang dapat memahami suatu topik sebelumnya. Berdasarkan teori ini mempelajari materi matematika memerlukan prasyarat. Prasyarat ini harus benar-benar dimengerti dan dipahami agar dapat memahami materi selanjutnya. Penguasaan materi prasyarat merupakan kesiapan peserta didik untuk mengikuti pelajaran materi matematika selanjutnya.
3.      Belajar Matematika dan Prosesnya
Belajar adalah merupakan proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungannya. Herman Hudoyo (1990:1) menyatakan bahwa seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu suatu peroses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dalam hal ini perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil belajar. Jadi seseorang dikatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh hasil yaitu terjadinya perubahan. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Sejalan dengan itu, Slameto (1989:2) mengemukakan bahwa, belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam lingkungannya.
Selanjutnya Abdullah (1985:2) berpendapat bahwa belajar adalah proses untuk mencapai perubahan tingkah laku dalam bentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Sehubungan dengan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui proses tertentu yang berbentuk sikap, pengetahuan dan keteramplilan yang dimilikinya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang positif yaitu adanya peningkatan yang dicapai akibat pengalaman yang diperoleh.
Matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu kumpulan yang sistematik yang masing-masing kumpulan bersifat deduktif. Matematika bersifat hirarkis. Konsep yang mendasar umumnya dipakai secara berkesinambungan, sebagai sarana untuk mempelajari konsep selanjutnya yang lebih tinggi.
Russeffendi (1988:4) menyatakan bahwa,
"Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit, dengan demikian pengajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu mendasari pengertian yang berikutnya".
Proses berfikir dan bernalar dalam matematika memerlukan informasi yang diperoleh dari belajar sebelumnya. Pengalaman belajar masa lalu dapat muncul kembali dalam proses pemecahan masalah. Ide-ide yang muncul kemudian dapat tersusun secara analogis yang menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang berupa penyelesaian masalah dalam belajar matematika.
Seseorang dikatakan belajar matematika, apabila pada diri orang itu terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Misalnya, terjadinya perubahan dari tidak tahu sesuatu konsep menjadi tahu konsep tersebut dan mampu menggunakan dalam mempelajari materi lanjut atau dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat matematika sekolah, menurut Mulbar (Alwi, 2001:7) adalah pelajaran matematika yang diberikan pada jenjang persekolahan, mulai pada jenjang pendidikan dasar sampai kepada jenjang pendidikan menengah. Dengan demikian, belajar matematika sekolah adalah merupakan suatu proses yang mengakibatkan seseorang mengalami perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman atau latihannya mengenai materi matematika di jenjang persekolahan.
Setiap orang yang ingin belajar matematika dengan baik, harus menguasai konsep dasar sebagai prasyarat. Untuk menjawab soal-soal matematika ada sejumlah aturan yang perlu dipelajari terlebih dahulu. Dengan demikian, untuk menjawab soal-soal matematika seseorang hendaknya mengetahui hal-hal yang telah dipelajari dan kemudian menggunakannya dalam situasi yang baru atau dalam menjawab soal-soal yang baru.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya untuk memahami dan menguasai matematika, berdasarkan pengalaman belajar yang telah diberikan pada jenjang persekolahan.
4.      Hasil Belajar Matematika
Perolehan pengetahuan sebagai hasil belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan menfungsionalkan matematika, baik secara konseptual maupun secara mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam waktu tertentu atau dengan perkataan lain hasil perubahan tingkah laku dalam waktu tertentu.
Sedangkan menurut Alwi (2001:17) yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh murid dalam bidang studi tertentu yang diukur dengan menggunakan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajar seseorang.
Sejalan dengan itu, Sudjana (1989:22) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh murid pada mata pelajaran matematika yang diperoleh berdasarkan pengalaman belajarnya yang diukur dengan tes standar sebagai pengukur keberhasilan belajarnya.
B.     Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian Alwi (2001 : 34) menunjukkan bahwa analisis tingkat penguasaan operasi hitung bilangan pada siswa Kelas I SLTP Negeri 3 Sajoanging Kabupaten Wajo diperoleh rata-rata skor pada operasi penjumlahan adalah 43,64% yaitu siswa berada pada kategori cukup. Rata-rata skor pada operasi pengurangan adalah 37,27% yaitu siswa berada pada kategori cukup. Rata-rata skor pada operasi perkalian adalah 34,55% yaitu siswa berada pada kategori baik. Dan rata-rata skor pada operasi pembagian adalah 58,18% yaitu siswa berada pada kategori cukup.
Hasil penelitian Juberia (2000 : 27) menunjukkan bahwa analisis tingkat penguasaan operasi hitung bilangan pada siswa Kelas V Sekolah Dasar Inpres Polewali diperoleh rata-rata skor dalam pengoperasian penjumlahan adalah 11, 40; rata-rata skor dalam pengoperasian perkalian adalah 9,15; rata-rata skor dalam soal cerita adalah 10,88.
Selanjutnya hasil penelitian Afandi (1995 : 33) menunjukkan bahwa rata-rata skor penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan biasa dengan rata-rata skor = 5,7; penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan campuran dengan rata-rata skor = 4,6 dan penjumlahan pecahan campuran dengan pecahan campuran dengan rata-rata skor = 3,8.
C.    Kerangka Berfikir
Salah satu sifat dari matematika adalah hirarkis. Konsep yang mendasar umumnya digunakan secara berkesinambungan untuk mempelajari konsep yang lebih tinggi. Oleh karena itu dalam mempelajari konsep matematika, seseorang harus sudah dapat menguasai dan memahami suatu topik matematika sebelumnya sebagai materi prasyarat. Materi prasyarat tersebut harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh murid agar dapat memahami materi selanjutnya.
Penguasaan materi prasyarat merupakan tanda kesiapan murid untuk mengikuti pelajaran materi matematika selanjutnya. Karena itu akan menjadi suatu hal yang berakibat buruk bila murid tidak menguasai dan memahami konsep dasar sebagai prasyaratnya. Dengan demikian akan memunculkan kesulitan-kesulitan belajar selanjutnya, demikian seterusnya yang akan dialami oleh murid (Mulbar, 2000 : 130). Salah satu materi esensi yang harus dikuasai oleh murid sekolah dasar adalah penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan.
Dengan menunjukkan betapa pentingnya operasi pecahan, murid diaharapkan mampu melakukan operasi dengan cara yang tepat dengan hasil yang benar. Sementara itu, disisi lain diketahui bahwa penguasaan operasi pecahan murid masih sangat rendah (Soedjadi, 1994:43). Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran pecahan tersebut perlu dilakukan pengujian secara sahih dan dapat dipercaya dengan menggunakan alat tes. Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan murid dalam operasi bilangan pecahan. Hasil evaluasi itu akan merupakan ukuran tingkat penguasaan murid dalam operasi pecahan.

BAB III
METODE PENELITIAN
E.     Jenis dan Variabel Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Variabel yang diselidiki dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yakni tingkat penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan. Oleh karena itu untuk keperluan analisis maka variabel ini dibagi menjadi beberapa sub-variabel, yaitu: Tingkat penguasaan operasi penjumlahan pada bilangan pecahan, (2) Tingkat penguasaan operasi penguarangan pada bilangan pecahan, (3) Tingkat penguasaan operasi perkalian pada bilangan pecahan, dan (4) tingkat penguasaan operasi pembagian pada pecahan.
F.     Definisi Operasional Variabel
Guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang variabel yang akan diselidiki dalam penelitian ini, maka secara operasional diberikan batasan tentang variabel (sub-variabel) penelitian, yaitu yang dimaksud penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan dalam penelitian ini adalah kemapuan murid melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pada bilangan pecahan dengan nama biasa dan atau dengan nama campuran.
G.    Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada Tahun Pelajaran 2002/2003 yang berjumlah 36 orang terdiri dari 21 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.
H.    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu macam, yaitu tes penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan disusun berdasarkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar tahun 1994 Kelas VI. Penyusunan tes ini diarahkan pada tiga jenjang kemampuan dari aspek kognitif yang meliputi jenjang kemampuan ingatan (C1), jenjang kemampuan pemahaman (C2), dan jenjang kemampuan penerapan (C3). Agar mendapatkan perangkat tes yang memadai, dilakukan analisis rasional yang dituangkan ke dalam bentuk kisi-kisi. Berdasarkan kisi-kisi, selanjutnya dilakukan penulisan soal tes penguasaan operasi hitung bilangan pecahan. Selanjutnya penilaian validitas isi dan jenjang kemampuan dari aspek kognitif dilakukan oleh 5 orang yang terdiri dari: 2 orang dari dosen UNM, 2 orang dari pemandu matematika kecamatan dan 1 orang pengawas SD.
Penilai diminta pendapatnya tentang validitas isi setiap butir tes penguasaan operasi hitung bilangan pecahan, yakni valid atau tidak. Selain dari itu penilai dipersilahkan untuk menelaah kejelasan setiap butir dan memberikan komentar bebas menurut pendapat penilai.
I.       Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dari alat pengumpul data berupa tes penguasaan operasi hitung bilangan pecahan yang diberikan kepada murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada Tahun Pelajaran 2002/2003.
1.      Prosedur Pengumpulan Data
a.       Mengurus surat permintaan isin penelitian dari Lembaga Penelitian UNM Makassar
b.      Peneliti menghubungi kepala sekolah untuk menetapkan jadwal pengumpulan data
c.       Saat melaksanakan tes, peneliti memberikan penjelasan seperlunya kepada murid
d.      Waktu yang digunakan disesuaikan dengan jumlah soal
e.       Selama tes berlangsung pengaturan dan pengawasan murid dilakukan sedemikian rupa sehingga memperkecil kemungkinan adanya kerjasama dengan tetap memperhatikan kebebasan berfikir murid.
f.       Tes yang telah dikerjakan kemudian diperiksa dan diberi skor yang merupakan data penelitian.
2.      Pemberian Skor
Data yang terkumpul dari tes penguasaan operasi hitung bilangan pecahan adalah data kuantitatif yang berupa skor. Skor yang diberikan kepada murid adalah jumlah skor setiap butir soal berdasarkan tingkat kebenaran jawabannya, dengan rincian siswa yang menjawab benar untuk jenjang C1 diberi skor antara 0-2, siswa yang menjawab benar untuk jenjang C2 diberi skor antara 0-4 dan siswa yang menjawab benar untuk jenjang C3 diberi skor antara 0-5.
J.      Teknik Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis statistika deskriptif. Analisis tersebut meliputi skor rata-rata, skor ideal, skor tertinggi, skor terendah, standar deviasi, dan varians, serta distribusi perasentase yang disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya untuk menentukan tingkat kecenderungan penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan menurut teori Sudjiono (1995 : 453) dilakukan dengan menggunakan skor rata-rata sebagai kriteria pembanding.
Selanjutnya untuk menentukan persentase penguasaan operasi hitung murid untuk setiap sub variabel, yaitu menentukan murid yang menjawab benar masing-masing butir soal dibagi dengan banyaknya murid dikali 100%.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Analisis Deskriptif

1.      Tingkat penguasaan operasi penjumlahan pada bilangan pecahan
Gambaran tentang karakteristik distribusi skor responden terhadap hasil tes penguasaan operasi penjumlahan pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong dapat dilihat pada table berikut:

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 di atas dinyatakan bahwa skor rata-rata yang dicapai murid 15, 833 dari skor ideal 25 dan standar deviasi 4, 873. Tingkat penguasaan murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 adalah: 3 (8, 33%) murid yang termasuk kategori kurang sekali, 8 (22, 22%) murid termasuk kategori kurang, 13 (36, 11%) murid yang termasuk kategori cukup, 11 (30, 56%) murid yang termasuk kategori baik dan 1 (2,8) murid yang termasuk kategori baik sekali. Selanjutnya, bila diperhatikan kecenderungan tingkat penguasaan murid berada pada kategori cukup.

2.      Tingkat penguasaan operasi penguarangan pada bilangan pecahan
Gambaran tentang karakteristik skor responden terhadap hasil tes penguasaan operasi penguaran pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong dapat dilihat pada tabel berikut:


Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 di atas dinyatakan bahwa skor rata-rata yang dicapai murid 14, 222 dari skor ideal 25, dan standar deviasi 5, 728. Tingkat penguasaan operasi pengurangan murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 adalah: 1 (2, 78%) murid termasuk kategori kurang sekali, 3 (8, 33%) murid termasuk pada kategori kurang, 12 (33, 33%) murid termasuk pada kategori cukup, 9 (25, 0%) murid termasuk pada kategori baik, dan 1 (2, 78) murid termasuk pada kategori baik sekali. Selanjutnya bila diperhatikan kecenderungan tingkat penguasaan murid berada pada kategori cukup.

3.      Tingkat penguasaan operasi perkalian pada bilangan pecahan.
Gambaran tentang karakteristik skor responden terhadap hasil tes penguasaan operasi perkalian pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong dapat dilihat pada tabel berikut:


Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 di atas dinyatakan bahwa skor rata-rata yang dicapai murid 15, 556 dari skor ideal 25 dan standar deviasi 5, 261. Tingkat penguasaan operasi perkalian murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 adalah: 3 (8, 33%) termasuk kategori kurang sekali, 8 (22, 22%) murid termasuk kategori kurang, 13 (36, 11%) murid termasuk kategori cukup, 9 (25%) murid termasuk kategori baik, dan 3 (8, 33%) murid termasuk kategori baik sekali. Selanjutnya bila diperhatikan kecenderungan tingkat penguasaan murid berada pada kategori cukup.

4.      Tingkat penguasaan operasi pembagian pada bilangan pecahan
Gambaran tentang karakteristik distribusi skor responden terhadap hasil tes penguasaan operasi pembagian pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10 di atas dinyatakan bahwa skor rata-rata yang dicapai murid Kelas VI SDN 227 Larompong 13, 167 dari skor ideal 25 dan standar deviasi 4, 778. Tingkat penguasaan operasi pembagian murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 adalah: 1 (2, 78%) murid termasuk pada kategori kurang sekali, 12 (33, 33%) murid termasuk pada kategori kurang, 13 (36, 11%) murid termasuk pada kategori cukup, 7 (19, 44%) murid termasuk pada kategori baik, dan 3 (8, 33%) murid termasuk pada kategori baik sekali. Selanjutnya bila diperhatikan kecenderungan tingkat penguasaan murid berada pada kategori cukup.

5.      Tingkat penguasaan operasi hitung bilangan pecahan
Gambaran tentang karakteristik distribusi skor responden terhadap hasil tes penguasaan operasi pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong dapat dilihat pada tabel berikut:



Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13 di atas dinyatakan bahwa skor rata-rata yang dicapai murid Kelas VI SDN 227 Larompong 58, 778 dari skor ideal 100 dan standar deviasi 18, 724. Tingkat penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 adalah: 2 (5, 55%) murid termasuk kategori kurang sekali, 11 (30, 56 %) murid yang termasuk pada kategori kurang, 11 (30, 56%) murid yang termasuk pada kategori cukup, 8 (22, 22%) murid yang termasuk pada kategori baik, dan 4 (11, 11%) murid yang termasuk pada kategori baik sekali. Selanjutnya bila diperhatikan kecenderungan tingkat penguasaan murid berada pada kategori cukup/kurang.

B.     PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data di atas memberikan gambaran bahwa penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 dalam operasi penjumlahan diperoleh skor rata-rata 15, 833 dari skor ideal 25 dengan tingkat kecenderungan penguasaan murid 36, 11% berada pada kategori cukup. Dalam operasi penguarangan diperoleh skor rata-rata 14, 222 dari skor ideal 25 dengan tingkat kecenderungan penguasaan murid 33, 33% berada pada kategori cukup. Dalam operasi perkalian diperoleh skor rata-rata 15, 556 dari skor ideal 25 dengan tingkat kecenderungan penguasaan murid 36, 11% berada pada kategori cukup, dan dalam operasi pembagian diperoleh skor rata-rata 13, 167 dari skor ideal 25 dengan tingkat kecenderungan penguasaan murid 36, 11 berada pada kategori cukup.
Bila diperhatikan tingkat penguasaan operasi hitung pada bilangan pecahan murid Kelas VI SDN Larompong Tahun Pelajaran 2002/2003 diperoleh skor rata-rata 58, 472 dari skor ideal 100 dengan tingkat kecenderungan penguasaan murid 30, 56% berada pada kategori cukup.
Dari hasil analisis penjelasan tugas dan wawancara dengan murid, sebagian murid mengalami kesulitan dalam menyamakan (mencari KPK) penyebut pecahan dalam operasi penjumlahan dan penguarangan dan menyederhanakan (membagi dengan FPB dari pembilang dan penyebut) pecahan dalam operasi perkalian dan pembagian. Di samping itu murid sering lupa membalik pecahan kalau mengubah operasi bagi (:) menjadi operasi (´).
Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam melakukan operasi hitung pada bilangan pecahan, murid Kelas VI SDN 227 Larompong masih mengalami kesulitan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran matematika di SDN 227 Larompong khususnya pada operasi hitung pecahan perlu mendapat penanganan yang serius dari guru.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada Bab IV, berikut ini disajikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:
1.       Tingkat penguasaan operasi hitung penjumlahan bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong berada pada kategori cukup (36, 11%) bahkan terdapat 30, 56% berada pada kategori baik dan 2,8% berada pada kategori baik sekali, hanya 22,22% yang tergolong kurang dan 8, 33% sangat kurang.
2.       Tingkat penguasaan operasi hitung pengurangan bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada umumnya berada pada kategori cukup (33, 33%) bahkan terdapat 30, 06% berada pada kategori baik dan 2, 78% berada pada kategori baik sekali, dan hanya 25% berada pada kategori kurang dan 8, 33% yang tergolong baik sekali.
3.       Tingkat penguasaan operasi hitung perkalian bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada umumnya berada pada kategori cukup (36, 11%) bahkan terdapat 25 % berada pada kategori baik dan 8, 33% berada pada kategori sangat baik, dan hanya 22, 22% berada pada kategori kurang dan 8, 33% kurang sekali.
4.       Tingkat penguasaan operasi hitung pembagian bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada umumnya berada pada kategori cukup (36, 11%) bahkan terdapat 19, 44% berada pada kategori baik dan 8, 33% tergolong baik sekali, dan hanya 33, 33% berada pada kategori kurang dan 2, 78% berada pada kategori kurang.
5.       Tingkat penguasaan operasi hitung bilangan pecahan murid Kelas VI SDN 227 Larompong pada umumnya berada pada kategori cukup (30, 56%) bahkan 22, 22% berada pada kategori baik dan 11, 11% tergolong baik sekali, dan hanya 30, 56% berada pada kategori kurang dan 5, 55% tergolong sangat kurang.

Saran-saran

Pertama, kepada guru yang akan mengajarkan operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan pecahan, maka disarankan untuk mengingatkan murid pada pelajaran KPK dari dua atau tiga bilangan sebagai  materi prasyaratnya, dan sebelum mengajarkan operasi hitung perkalian dan pembagian mengingatkan murid pada materi prasyarat seperti pelajaran KPK dan kegunaannya, kebalikan pecahan dan perkalian bilangan bulat. Selain itu dalam memberikan contoh–contoh agar diperagakan dengan alat peraga. Hal ini dimaksudkan agar murid mudah memahami konsep operasi hitung pada bilangan pecahan.
Dengan diketahui adanya kesulitan murid dalam memperlajari operasi hitung pada bilangan pecahan, guru disarankan agar melakukan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) untuk meningkatkan hasil belajar murid, khususnya pada SDN 227 Larompong.
Ketiga, kepada para peneliti yang berkecimpung dalam bidang pendidikan matematika agar dapat meneliti hal-hal lain yang belum terungkap pada penelitian ini atau mengembangkan hasil penelitian ini agar diperoleh wawasan yang lebih mendalam dalam rangka peningkatan mutu pendidikan secara umum, dan peningkatan mutu pendidikan matematika khususnya di SDN 227 Larompong.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ambo Enre. 1993. Prinsip-Prinsip Layanan Bimbingan Belajar. Ujungpandang: FIP IKIP.
Afandi. 1995. Tingkat Penguasaan Penjumlahan Pecahan Siswa Kelas V SDN Mallengkeri II KMUP. Skripsi Jurusan Matematika FMIPA UNM. Makassar.

Akib, Irwan. 2001. Analisis Kesulitan Mahasiswa Matematika Dalam Memahami Konsep-konsep Dalam Struktur Aljabar. Eksponen Vol. 3. No. 2 Hal. 143. Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar.

Anonim. 1994. Suplemen Garis-garis Besar Program Pengajaran Kurikulum SD. Jakarta: Depdikbud.
Juberiah. 2000. Analisis Tingkat Penguasaan Operasi Hitung Bilangan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Inpres Polewali Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru. Skripsi, FMIPA UNM Makassar
Hudoyo, Herman. 1990. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK Depdikbud, Dirjen-Dikti
Mulbar, Usman. 2000. Analisis Kesulitan Siswa Kelas I SLTPN di Kotamadya Makassar Dalam Belajar Konsep dan Prinsip Matematika pada Topik Pengantar Aljabar. Eksponen Vol. 2 No. 2 Hal. 130. Makassar: Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar
Mulbar, Usman. 1997. Analisis Hirarki Penguasaan Bahan Ajar Matematika Topik Persamaan dan Pertidaksamaan pada Siswa Kelas I SLTP Negeri di Propinsi Sulawesi Selatan. Ujungpandang: Lembaga Penelitian IKIP Ujungpandang.
Rekap NEM SDN 227 Larompong.
Ruseffendi, ET. 1990. Pegajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan PGSD D2. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, ET. 1988. Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sukahar, dan Siti M. Amin. 1995. Matematika 6 Mari Berhitung Untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Jakarta: Depdikbud
Suradi. 1994. Studi Eksplorasi Penguasaan Konsep Pecahan di Sekolah Dasar (Studi Kasus di Kotamadya Ujungpandang dan Kabupaten Sinjai). Ujungpandang: Lembaga Penelitian IKIP Ujungpandang.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudjiono, Anas. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. 1989. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Bina Aksara.
Tim Bina Karya Guru. 2000. Terampil Berhitung Matematika Untuk Sekolah Dasar Kelas 6. Jakarta: Erlangga.



No comments:

Post a Comment