Friday, February 15, 2013

Peran Ganda Perempuan Pada Keluarga Masyarakat Pesisir (SO-20)



Keluarga merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya (keluarga inti/batih). Pada umumnya sebuah keluarga tersusun dari orang-orang yang saling berhubungan darah dan atau perkawinan meskipun tidak selalu. Saling berbagi atap (rumah), meja makan, makanan, uang, bahkan emosi, dapat menjadi faktor untuk mendefinisikan sekelompok orang sebagai suatu keluarga (Abdullah, 1997:140).
Dalam setiap masyarakat pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dalam proses pergaulan hidup (Soekanto, 1990:1).
Berdasarkan definisi diatas suatu keluarga terbentuk melalui perkawinan, yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Perilaku yang dilakukan oleh suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera dipandang sebagai perilaku kekeluargaan, ini juga dapat diartikan sebagai perilaku dalam kehidupan bersama yang didasari semangat saling pengertian, kebersamaan rela berkorban, saling asah, asih, dan asuh serta tidak ada maksud untuk menguntungkan diri pribadi dan merugikan anggota lain dalam keluarga tersebut. Seorang laki-laki sebagai ayah maupun perempuan sebagai ibu di dalam suatu keluarga memiliki kewajiban bersama untuk berkorban guna kepentingan bersama pula. Kedudukan ayah ataupun ibu di dalam keluarga memiliki hak yang sama untuk ikut melakukan kekuasaan demi keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan seluruh anggota. Status suami istri dalam keluarga adalah sama nilainya, maksudnya masing-masing dianggap baik dalam bertindak. Suatu keluarga akan kokoh dan berwibawa apabila dari masing-masing anggota keluarga yang ada di dalamnya selaras, serasi dan seimbang. Perbedaan posisi antara ayah dan ibu dalam keluarga pada dasarnya disebabkan oleh faktor biologis. Secara badaniah, wanita berbeda dengan laki-laki. Alat kelamin wanita berbeda dengan alat kelamin laki-laki, wanita memiliki sepasang buah dada yang lebih besar, suara wanita lebih halus, wanita melahirkan anak dan sebagainya. Selain itu secara psikologis, laki-laki akan lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Sedangkan secara psikologis wanita lebih emosional, lebih pasif (Budiman dalam Sudarwati, 2011).

Keberhasilan suatu keluarga dalam membentuk sebuah rumah tangga dan sejahtera tidak lepas dari peran seorang ibu yang begitu besar. Baik dalam membimbing dan mendidik anak mendampingi suami, membantu pekerjaan suami bahkan sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Namun demikian kebanyakan dari masyarakat masih menempatkan seorang ayah sebagai subyek, sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Sedangkan ibu lebih ditempatkan sebagai objek yang dinomor duakan dengan kewajiban mengurus anak di rumah.
Oleh karenanya terdapat pembagian kerja antara ayah dan ibu, ayah memiliki areal pekerja publik karena kedudukannya sebagai pencari nafkah utama di dalam keluarga, sedangkan ibu memiliki areal pekerja domestik yang dapat diartikan oleh sebagian masyarakat yang menyatakan secara sinis bahwa seorang ibu hanya sekedar wanita yang memiliki tiga fungsi yaitu memasak, melahirkan anak, berhias, atau hanya memiliki tugas dapur, sumur, dan kasur (Notopuro, 1984 : 51).
Faktor sosial budaya yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum ibu di dalam dunia bisnis tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat terhadap kesempatan bagi kaum ibu di dalam dunia bisnis, pada akhirnya membuat kaum ibu sulit untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam area pekerja publik.
 Berdasarkan struktur sosok wanita yang dikonsepkan oleh faktor sosial di atas maka kita akan mempertanyakan mengapa wanita mendapatkan peran dalam tangga saja atau pekerja domestik? Pemberian fungsi rumah tangga bagi para perempuan lebih disebabkan karena kaum perempuan harus melahirkan. Ini adalah peran yang diberikan alam kepada mereka dan fungsi ini tidak dapat diubah. Sesuai dengan anggapan umum masyarakat, seorang wanita atau seorang ibu dianggap tabuh atau menyalahi kodratnya sebagai seoarang wanita apabila terlalu sering diluar rumah. Terlebih lagi apabila keluar rumah tanpa memperhatikan alasan mengapa dan untuk apa perbuatan itu di lakukan. Namun jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering kali kaum ibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga. Fakta ini terutama dapat terlihat pada keluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah, banyak dari kaum ibu yang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarga. Pada keluarga yang tingkat perekonomiannya kurang atau pra-sejahtera peran ibu tidak hanya dalam areal pekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan terjadi karena penghasilan sang ayah sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga.
Rumah tangga nelayan adalah salah satu contoh nyata dari keluarga pra-sejahtera yang ada di masyarakat. Rumah tangga nelayan sudah lama diketahui tergolong miskin, selain rumah tangga petani sempit, buruh tani, dan pengrajin (Sayogya, 1978: 1991). Istri nelayan ternyata memiliki peranan yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
Masyarakat nelayan Desa Angkue Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone adalah salah satu bukti nyata yang ada di dalam masyarakat mengenai peran ganda kaum perempuan pada masyarakat nelayan sebagai salah satu desa yang di kelilingi oleh laut. Pada keluarga masyarakat pesisir Desa Angkue justru  membawa dampak terhadap peranan wanita dalam kehidupan keluarga. Di satu pihak, wanita bekerja dapat berperan membantu ekonomi keluarga dan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, disisi lain peranannya dalam urusan rumah tangga (domestik) menjadi berkurang karena lamanya waktu yang digunakan untuk aktivitas di luar rumah tangga (publik).
Sebagai salah satu dari anggota keluarga, seorang ibu dituntut untuk ikut berperan aktif dalam mencapai tujuan tersebut, sehingga tidak hanya tergantung dari apa yang dilakukan dan diperoleh suami. Hal inipun berlaku juga pada keluarga nelayan yang berada di Desa Angkue. Di kehidupan keseharian, perempuan memiliki peran yang lebih besar ketimbang kaum laki-laki, dimana di satu sisi mereka ditempatkan pada posisi domestik, pada sisi yang lain mereka memegang peranan sosial-ekonomi juga.
Keterlibatan istri nelayan pada kegiatan ekonomi keluarga di Pesisir Desa Angkue memberikan pandangan tersendiri bahwa antara suami maupun istri tidak ada pemabakuan peran bahwa istri hanya mampu berperan didalam rumah tangga saja (domestik) sedangkan suami bertugas diluar rumah tangga (publik), kenyataannya mayoritas keluarga nelayan yang ada di Desa Angkue memiliki semangat kerjasama yang baik dimana antara suami maupun istri turut serta atau ikut berpartisipasi langsung dalam hal mencari nafkah. Walaupun terkadang istri nelayan juga merasakan bahwa bekerja mencukupi kebutuhan rumah tangga adalah kewajiban, meskipun mereka kadang merasakan ada yang tidak adil dalam hidup ini. Namun mereka juga tidak mampu berbuat apa-apa untuk melawan. Sebab mereka telah terbiasa disosialisasi bagaimana menjadi istri nelayan yang baik, jika mujur, mereka menikah, mempunyai anak dan kaya. Sebaliknya jika mereka tidak mujur, maka hal itu merupakan nasib mereka. Proses konstruksi sosial dari lingkungan masyarakat nelayan berdasar dari status orang tua mereka sebagai nelayan juragan atau buruh nelayan diterima sebagai suatu kewajaran.

No comments:

Post a Comment