Wednesday, January 2, 2013

KUMPULAN SKRIPSI DAN MAKALAH BAHASA INDONESIA LENGKAP


UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA
MELALUI METODE DISKUSI
PADA SISWA KELAS VIII SMPN 13 MATARAM
TAHUN 2010-2011

  1. Latar belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling penting di dalam penentuan masa depan suatu bangsa dimana pendidikan adalah sebagai suatu alat atau metode untuk membentuk kepribadian dan karakter bangsa. Sukses tidaknya dunia pendidikan bergantung pada peserta didik, tenaga pendidik dan pemerintah. Disini dituntut peran pemerintah dalam memperhatikan dunia pendidikan dalam artian pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dengan mempersiapkan tenaga pendidik yang handal dan fasilitas sekolah yang lengkap serta memadai sehingga tercipta sumber daya manusia yang cerdas sesuai dengan visi misi dunia pendidikan seperti yang tersurat dan tersirat didalam mukaddimah UUD 1945 secara jelas bahwa salah satu tujuan nasional yang dirumuskan oleh para pendiri negeri ini adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Makna fundamental yang terkandung dalam pesan tersebut ialah bahwa kekuatan dan kemajuan suatu bangsa terletak dalam kualitas sumber daya manusianya.
Kata kunci pengembangan sumber daya manusia ialah pendidikan bagi seluruh warga negara yang berlangsung sepanjang hayat sejak dari dalam keluarga, di sekolah dan di dalam kehidupan secara keseluruhan. Hakekat pendidikan yang sebenarnya adalah bagaimana peserta didik menjadi seorang manusia yang betul-betul mandiri, sehingga ketika lepas dari dunia pendidikan peserta didik tidak bergantung kepada kondisi tetapi menjadi manusia telah mampu menciptakan sebuah kondisi sesuai yang mereka harapkan. Peserta didik juga diharapkan menjadi manusia yang bermanfaat untuk dirinya sendiri, orang lain serta bangsa dan negara.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, peserta didik diharapkan mampu mempunyai kecerdasan yang bisa diandalkan di masa yang akan datang. Dalam hal ini berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat ketrampilan berbahasa yang menjadi sasaran pokok yaitu berbicara, menyimak, menulis dan membaca. Ketrampilan menyimak dan berbicara dikategorikan dalam ketrampilan berbahasa lisan sedangkan ketrampilan menulis dan membaca dikategorikan dalam ketrampilan berbahasa tulis. Namun dalam hal ini peneliti ingin memfokuskan pada ketrampilan berbicara.
Selama ini pengajaran ketrampilan berbicara Belem mendapatkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Para siswa belum sepenuhnya mempunyai kemampuan komunikatif. Mereka masih takut, malu dan ragu ketika harus berbicara di depan umum dan menyampaikan gagasan-gagasannya. Penyebabnya karena metode yang digunakan oleh guru belum sepenuhnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa serta kelas. Ketrampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang yang didalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik atau keduanya. Seseorang yang memiliki ketrampilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan didalam pergaulan, baik di rumah, di cantor maupun di tempat lain. Dengan ketrampilannya segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja.
Disadari bahwa ketrampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada didalam diri orang tersebut, baik fisik maupun non fisik (psikis), faktor fisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara misalnya pita suara, lidah, gigi dan bibir sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah kepribadian (karisma), karakter, bakat (telenta), cara berpikir dan tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau ketrampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau ketrampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan mengasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan.
Namun yang terjadi hingga saat ini pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dinilai belum menunjukkan hasil optimal seperti yang diharapkan. Proses pembelajarannya berlangsung timpang, seadanya tanpa robot serta monoton sehingga peserta didik terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku dan membosankan. Singkatnya, pembelajaran bahasa Indonesia masih memprihatinkan hasilnya. Ketrampilan berbahasa siswa rendah sehingga tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pikirannya secara logis, runtut dan mudah dipahami. Kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang demikian sangatlah memprihatinkan, mau tidak mau mengharuskan kita untuk melakukan langkah dengan menghidupkan dan menggairahkan kembali proses pembelajaran bahasa Indonesia didukung semangat guru yang profesional dan gairah siswa yang terus meningkat intensitasnya dalam belajar dan berlatih berbahasa.
Agar pembelajaran ketrampilan berbahasa memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran pun harus pula diterapkan oleh guru. Dengan adanya strategi tersebut maka siswa bisa mampu memahami dan mengerti apa yang dijelaskan oleh guru. Namun penggunaan strategi yang baik tidak semata-mata mendukung pemahaman terhadap siswa karena masing-masing siswa mempunyai pemahaman yang berbeda-beda. Salah satu media yang dapat dipilih untuk meningkakan kemampuan berbicara siswa adalah dengan cara mengadakan diskusi. Media diskusi pada dasarnya suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dalam arti luas diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Adakah peningkatan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram?
b.      Strategi apakah yang digunakan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram?

  1. Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian harus mempunyai arah dan sasaran yang tepat. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a.       Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram?
b.      Untuk mengetahui strategi apakah yang digunakan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram?

  1. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a.       Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan tentang strategi yang digunakan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan  berbicara siswa.
b.      Dapat menjadi masukan bagi guru guna mengembangkan pembelajaran ketrampilan berbicara.
c.       Menjadi sunbangan ide untuk memperbaiki sistem pembelajaran ketrampilan berbicara yang lebih baik di sekolah.
 
  1. Tinjauan Pustaka
5.1  Pengertian Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengungkapan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaan (Tarigan, 1981:15). Kemampuan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan gagasan, isi hati dalam suatu forum yang dalam hal ini berlandaskan pada metode diskusi. Memiliki kemampuan berbicara akan sangat membantu kemampuan berbicara secara individual.
Dengan berbicara seseorang berusaha unuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa bicara orang akan tidak dapat saling berinteraksi dengan sesamannya dan akan terkucilkan dari lingkungannya.
Untuk berkomunikasi dengan sesamanya manusia lebih sering menggunakan bahasa lisan dari pada bahasa tulis. Bahasa lisan dapat mewakili sifat dan perasaan yang sedang dirasakannya. Oleh karena itu bicara menjadi salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia.

5.2       Macam-Macam Ketrampilan Berbicara
Berikut merupakan macam-macam keterampilan berbicara yang dikembangkan yaitu:
a.   Berdiskusi
Adalah suatu cara bertukar pendapat antara dua orang atau lebih untuk
memperoleh kesepakatan atau keputusan bersama. Yang termasuk dalam kegiatan berdiskusi adalah diskusi kelompok, diskusi panel, workshop/lokakarya, rapat kerja, seminar, konferensi, kongres, simposium, kolokium, sarasehan dan debat .
b.   Berpidato
Berpidato adalah penyampaian uraian secara lisan tentang suatu hal di depan umum.
Langkah-langkah persiapan berpidato adalah :
1) Menentukan topik
2) Menentukan maksud/tujuan
3) Menganalisis situasi dan pendengar
4) Memilih dan merumuskan topik ke dalam ide-ide yang lebih terperinci
5) Mengumpulkan bahan
6) Memahami dan menghayati materi
7) Latihan berpidato
c.   Wawancara
Adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung
kepada seseorang (nara sumber). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus disiapkan terlebih dahulu, disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.
d.   Memberikan tanggapan
Adalah kegiatan menyampaikan pendapat tentang sesuatu yang merupakan tanggapan, persetujuan, ketidaksetujuan, kritik, atau dukungan terhadap sesuatu
e.   Menyampaikan informasi
      Adalah kegiatan memberikan informasi, berita tentang sesuatu kepada orang lain.
Ada tiga hal penting dalam penyampaian informasi, yaitu keakuratan, kelengkapan,
dan kejelasan.
f.    Menceritakan suatu peristiwa
      Adalah kegiatan berbicara yang dilakukan untuk menceritakan kesan pembicara
tentang sesuatu atau suatu peristiwa.
g.   Berbicara sastra
      Yang dimaksud dengan berbicara sastra adalah kegiatan berbicara yang berkaitan
dengan karya sastra.Pengembangan kemampuan berbicara sastra meliputi berbalas pantun, musikalisasi puisi, mendongeng, dramatisasi/bermain peran berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi cerpen dan menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.

5.3       Hakikat Berbicara
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. (Depdikbud, 19843/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Tarigan (1983:15), misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Proses komunikasi itu dapat digambarkan pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkan adalah udara. Selanjutnya simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh komunikan, komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Tahap selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan. Dengan demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dengan komunikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa komunikasi dapat berlangsung apabila dipenuh sejumlah persyaratan berikut:
(1) Komunikator: orang yang menyampaikan pesan
(2) Pesan: isi pembicaraan
(3) Komunikan: orang yang menerima pesan
(4) Media: bahasa lisan
(5) Sarana: waktu, tempat, suasana, peralatan yang digunakan dalam penyampaian pesan.
(6) Interaksi: searah, dua arah atau multiarah.
Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi akan mudah dipahami dengan cara membandingkan diagram komunikasi dengan diagram peristiwa berbahasa. Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan dan roman mukapun dimanfaatkan dalam berbicara. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Stabilitas emosi, misalnya, tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Berbicara tidak terlepas dari faktor neurologis yaitu jaringan syaraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.
Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial (homo homine socius) agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya Stewart dan Kenner Zimmer (Depdikbud, 1984/85:8) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktivitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara yang baik sangat dibutuhkan dalam berbagai jabatan pemerintahan, swasta, juga pendidikan. Seorang pemimpin, misalnya, perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program pembangunan. Seorang pedagang perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat meyakinkan dan membujuk calon pembeli. Demikian halnya pendidik, mereka dituntut menguasai keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan informasi dengan baik kepada anak didiknya.
5.4       Perbedaan Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Bahasa ragam lisan agak berbeda dengan ragam tulis. Ragam lisan atau ragam ajaran dimiliki oleh masyarakat bahasa, sedangkan ragam tulis yang lahir kemudian tidak harus dimiliki oleh masyarakat bahasa. Bahasa Melayu sebagai akar bahasa Indonesia semula cenderung digunakan secara lisan. Namun, dalam perkembangannya beberapa macam huruf digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya digunakan huruf dewa Nagari untuk menuliskan bahasa Melayu Kuno, sedangkan pada masa kejayaan Malaka digunakan huruf Arab-Melayu (huruf pegon atau huruf Jawi). Pada perkembangan berikutnya, bahasa Melayu menggunakan huruf Latin, terutama semenjak diberlakukannya ejaan van Ophuysen tahun 1901. Setelah bahasa Melayu diresmikan menjadi bahasa nasional dengan nama bahasa Indonesia digunakan ejaan yang tulisannya mengacu pada huruf Latin.
Perbedaan antara ragam lisan dan ragam tulis ada dua macam. Pertama, berhubungan dengan peristiwanya. Jika digunakan ragam tulis partisipan tidak saling berhadapan. Akibatnya, bahasa yang digunakan harus lebih terang dan lebih jelas sebab berbagai sarana pendukung yang digunakan dalam bahasa lisan seperti isyarat, pandangan dan anggukan, tidak dapat digunakan. Itulah sebabnya mengapa ragam tulis harus lebih cermat. Pada ragam tulis fungsi subjek, predikat, dan objek serta hubungan antar fungsi itu harus nyata. Pada ragam lisan partisipan pada umumnya bersemuka sehingga kelengkapan fungsi-fungsi itu kadang terabaikan. Meskipun demikian, mereka dapat saling memahami maksud yang dikemukakan karena dibantu dengan unsur paralinguistik. Orang yang halus rasa bahasanya sadar bahwa kalimat ragam tulis berkaitan dengan kalimat ragam ajaran. Oleh karena itu, sepatutnya mereka berhati-hati dan berusaha agar kalimat yang dituliskan ringkas dan lengkap. Bentuk akhir ragam tulis tidak jarang merupakan hasil dari beberapa kali penyuntingan. Hal ini akan berbeda dengan kalimat ragam lisan yang kadang kala kurang terstruktur, karena sifatnya yang spontanitas.
Hal kedua yang membedakan ragam lisan dan tulis berkaitan dengan beberapa upaya yang digunakan dalam ajaran, misalnya tinggi rendah, panjang pendek, dan intonasi kalimat. Semua itu tidak terlambang dalam tata tulis maupun ejaan. Dengan demikian, penulis acap kali perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya dengan ragam lisan. Dalam ragam lisan, penutur dapat memberikan tekanan atau memberikan jeda pada bagian tertentu agar maksud ajarannya lebih mudah dipahami.

5.5       Hubungan Berbicara dengan Keterampilan Bahasa yang lain
Berbicara sebagai keterampilan berbahasa berhubungan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kemampuan berbicara berkembang pada kehidupan anak apabila didahului oleh keterampilan menyimak. Keterampilan berbicara memanfaatkan kosakata yang pada umumnya diperoleh anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Materi pembicaraan banyak yang diangkat dari hasil menyimak dan berbicara. Demikian pula sering terjadi keterampilan berbicara dibantu dengan keterampilan menulis, baik dalam bentuk pembuatan out line maupun naskah.
Secara garis besar hubungan ini dapat dikemukakan berikut ini.
a.       Berbicara dan menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat langsung dan resiprokal.
b.   Berbicara dipelajari melalui keterampilan menyimak.
c.   Peningkatan keterampilan menyimak akan meningkatkan keterampilan berbicara.
d.   Bunyi dan suara merupakan faktor penting dalam keterampilan berbicara dan menyimak.
e.   Berbicara diperoleh sebelum pemerolehan keterampilan membaca.
f.    Pembelajaran keterampilan membaca pada tingkat lanjut akan membantu keterampilan berbicara.
g.   Keterampilan berbicara diperoleh sebelum pembelajaran keterampilan menulis.
h.   Berbicara cenderung kurang terstruktur dibandingkan dengan menulis.
i.    Pembuatan catatan, bagan, dan sejenisnya dapat membntu keterampilan berbicara.
j.    Performasi menulis dan berbicara berbeda, meskipun keduanya sama-sama bersifat produktif.

5.6       Bentuk-Bentuk Berbicara
Wilayah berbicara biasanya dibagi menjadi dua bidang, yaitu:
(1) berbicara terapan atau fungsional (the speech art)
(2) pengetahuan dasar berbicara (the speech science)
Dengan kata lain, berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, dan yang menjadi perhatiannya diantaranya:
(1) berbicara di muka umum
(2) diskusi kelompok
(3) debat
Sedangkan berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal yang berkaitan dengan:
(1) mekanisme berbicara dan mendengar
(2) latihan dasar tentang ujaran dan suara
(3) bunyi-bunyi bahasa
(4) patologi ujaran.
Pengetahuan tentang ilmu atau teori berbicara sangat menunjang kemahiran serta keberhasilan seni dan praktik berbicara. Untuk itulah diperlukan pendidikan berbicar (speech education). Konsep-konsep dasar pendidikan berbicara mencakup tiga kategori., yaitu:
(1) hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat-sifat dasar ujaran
(2) hal-hal yang berhubungan dengan proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara
(3) hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan berbicara.
Penekanan berbicara sebagai seni atau berbicara fungsional berarti membahas berbagai model praktik berbicara. Dalam hal ini, berbicara secara garis besar dapat dibagi atas berbicara di muka umum atau public speaking, yang mencakup pada konferensi atau conference speaking, yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer, dan debat. Selain itu, berbicara dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek, diantaranya:
(1) arah pembicaraan
(2) tujuan pembicaraan
(3) suasana
Pengelompokan berdasarkan arah pembicaran dihasilkan berbicara satu arah (pidato dan ceramah), dan berbicara dua/multi arah (konversasi, diskusi).

5.7       Pengajaran Berbicara
Berbicara sebagai salah satu unsur kemampuan berbahasa sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Hal ini dibuktikan dari kegiatan pengajaran berbicara yang selama ini dilakukan. Dalam praktiknya, pengajaran berbicara dilakukan dengan menyuruh murid berdiri di depan kelas untuk berbicara, misalnya bercerita atau berpidato. Siswa yang lain diminta mendengarkan dan tidak mengganggu. Akibatnya, pengajaran berbicara di sekolah-sekolah itu kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa tertekan sebab di samping siswa itu harus mempersiapkan bahan sering kali guru melontarkan kritik yang berlebih-lebihan. Sementara itu, siswa yang lain merasa kurang terikat pada kegiatan itu kecuali ketika mereka mendapatkan giliran.
Agar seluruh anggota kelas dapat terlibat dalam kegiatan pengajaran berbicara, hendaklah selalu diingat bahwa hakikatnya berbicara itu berhubungan dengan kegiatan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis, serta berkaitan dengan pokok-pokok pembicaraaan. Dengan demikian, sebaiknya pengajaran berbicara mempunyai aspek komuniksi dua arah dan fungsional.
Pendengar selain berkewajiban menyimak ia berhak untuk memberikan umpan balik. Sementara itu, pokok persoalan yang menjadi bahan pembicaraan harus dipilih hal-hal yang benar-benar diperlukan oleh partisipan. Tugas pengajar adalah mengembangkan pengajaran berbicara agar aktivitas kelas dinamis, hidup, dan diminati oleh anak sehingga benar-benar dapt dirasakan sebagai sesuatu kebutuhan untuk mempersiapkan diri terjun ke masyarakat. Untuk mencapai hal itu, dalam pengajaran berbicara harus diperhatikan beberapa faktor, misalnya pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan.
Pembicara yang baik memberikan kesan kepada pendengar bahwa orang itu menguasai masalah, memiliki keberanian dan kegairahan. Penguasaan masalah akan terlibat pada kedalaman isi dan keruntutan penyajian. Sementara itu, keberanian dan kegairahan akan terlihat pada penampilan, kualitas suara, dan humor yang ditampilkan. Pembicara yang baik perlu didukung oleh pendengar yang baik, yaitu pendengar yang memiliki sifat kritis, dan responsif. Pendengar yang demikian itu pada umumnya bersedia memahami dan menanggapi pokok pembicaran secara kritis. Dengan demikian, akan terjadi interaksi timbal balik antara pembicara dengan pendengar sehingga tercipta pembicaraan yang hidup.
Topik pembicaraan juga sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan berbicara. Topik pembicaraan dinilai baik apabila menarik bagi pembicara dan pendengar, misalnya aktual dan relevan dengan kepentingan partisipan. Agar topik pembicaraan itu mudah dipahami perlu disusun naskah secara sistematis, misalnya sesuai dengan urutan waktu, tempat dan sebab akibat.
Kegiatan berbicara acap kali ditopang dengan persiapan tertulis, baik berupa referensi yang harus dibaca maupun konsep yang akan disampaikan. Pokok pembicaraan itu ada baiknya dipersiapkan dalam bentuk tertulis, misalnya berupa naskah lengkap atau out line. Para penyimak ada kalanya juga memerlukan kegiatan tulis-menulis, terutama untuk membuat catatan atau ringkasan dari apa yang didengarnya. Dengan demikian, keterpaduan keempat keterampilan berbahasa dalam pengajaran berbicara harus diwujudkan secara alami seperti halnya yang terjadi di tengah masyarakat.
Di samping itu, pengajaran berbicara perlu memperhatikan dua faktor yang mendukung ke arah tercapainya pembicaraan yang efektif, yaitu faktor kebahasan dan non kebahasan. Faktor kebahasan yang perlu diperhatikan ialah (1) pelafalan bunyi bahasa (2) penggunaan informasi, (3) pemilihan kata dan ungkapan, (4) penyusunan kalimat dan paragraf. Sementara itu, faktor non kebahasan yang mendukung keefektifan berbicara ialah (1) ketenangan dan kegairahan, (2) keterbukaan, (3) keintiman, (4) isyarat nonverbal, dan (5) topik pembicaraan.

5.8       Teknik Pembelajaran Berbicara
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu sebagai berikut:
1)      Ulang ucap, maksudnya siswa mengulangi ucapan guru. Biasanya digunakan untuk pembelajaran yang berkaitan dengan pengucapan kata-kata.
2)      Lihat-ucapkan, maksudnya siswa melihat sesuatu yang konkret kemudian menceritakan sesuatu yang konkret tersebut.
3)      Memerikan, maksudnya siswa diminta untuk memperhatikan benda atau peristiwa kemudian diminta untuk mendeskripsikannya secara lisan.
4)      Menjawab pertanyaan
5)      Bertanya
6)      Pertanyaan menggali, maksudnya siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara lengkap. Karena sifatnya menggali, pertanyaan tersebut bersambung terus dan semakin lama semakin dalam.
7)      Melanjutkan, maksudnya siswa diminta melanjutkan cerita atau pembicaraan guru atau siswa lain.
8)      Menceritakan kembali
9)      Percakapan merupakan pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua pembicara atau lebih.
10)  Parafrase dimaksudkan sebagai upaya mengalihbentukkan karya. Misalnya guru membaca puisi kemudian siswa diminta untuk memrosakan puisi tersebut secara lisan.
11)  Reka cerita gambar, metode ini sama artinya dengan metode menceritakan gambar
12)  Bercerita
13)  Memberi petunjuk, petunjuk ada dua macam yaitu petunjuk melakukan sesuatu dan petunjuk membuat sesuatu. Penerapan metode ini berupa aktivitas siswa untuk menjelaskan cara melakukan atau membuat sesuatu.
14)  Melaporkan
15)  Bermain peran
16)  Wawancara adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Wawancara dapat dilakukan terhadap orang-orang terrenal atau berprestasi.
17)  Diskusi
18)  Dramatisasi

5.9       Pengertian Diskusi
Diskusi berasal dari bahasa latin yaitu discuties atau discution yang artinya bertukar pikiran. Diskusi pada dasarnya suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah (Tarigan, 1997:7,13). Sejalan dengan hal itu Hendrikus (1991:96) mengemukakan bahwa diskusi berasal dari bahasa latin discutere yang berarti membeberkan masalah. Dalam arti luas diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa diskusi mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah yang melibatkan orang banyak yang pada akhir diskusi pendengar diharapkan mempunyai pandangan dan hasil pemikiran bersama tentang sebuah masalah yang menjadi pokok diskusi tersebut.

6.      Metode Penelitian
6.1  Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk dan oleh kelas sasaran dengan memanfaatkan interaksi, kolaborasi antara peneliti dengan kelas sasaran dalam hal ini siswa. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan dan atau peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang dinamakan guru. Oleh karena itu pendekatan tindakan kelas merupakan salah satu cara strategis memperbaiki meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks dan atau dalam peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan dalam masyarakat yang dapat berubah. Desain penelitian tindakakn kelas terdiri dai (1) komponen perencanaan, (2) tindakan dan pengamatan dan (3) refleksi (Depdikbud, 1992:1)

6.2  Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian berada di SMPN 13 Mataram dengan subjek penelitian siswa kelas VIII dengan jumlah 40 siswa.

      6.3 Metode yang Digunakan
Penulis menggunakan metode deskriptif dalam penelitian ini. Metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data(Hadi, 1989:122). Metode ini digunakan karena sangat efektif dan efisien untuk menggambarkan masalah yang ada atau gejala yang ada pada masa sekarang.

6.4  Metode Penentuan Subjek Penelitian
Metode penentuan subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode populasi. Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
6.5  Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
6.5.1           Metode Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu bentuk cara mendapatkan informasi dan data, dengan cara tanya jawab terhadap objek penelitian atau orang yang dianggap mengetahui tentang masalah yang diteliti. Wawancara adalah mengadakan tanya jawab langsung dengan subjek yang diteliti (Nurkencana, 1986:17). Berdasarkan pengertian ini wawancara berarti suatu kegiatan untuk mengadakan tanya jawab terhadap seseorang yang digunakan sebagai subjek penelitian.

6.5.2        Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti (Nurkencana, 1986:18). Adapun yang diobservasi dalam penelitian ini adalah mengamati guru dalam mengajarkan ketrampilan berbicara melalui metode diskusi pada siswa kelas VIII SMPN 13 Mataram. Observasi terhadap guru dilakukan mulai dari membuka pelajaran sampai menutup pelajaran.

6.5.3        Metode Dokumentasi
Metode pencatatan dokumen dalam penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data tentang dokumen-dokumen yang terkait dengan masalah penelitian. Data dokumen terkait seperti jumlah guru, administrasi. Menurut Arikunto (2002:206), metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, rotulen rapat, agenda dan sebagainya.

6.6              Metode Analisis Data
Análisis data dalam suatu penelitian bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi suatu data yang teratur, serta tersusun dan lebih berarti (Marzuki, 1986:87). Metode análisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau memaparkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat karena disesuaikan dengan cakupan keluasan masalah yaitu hanya menggambarkan secara ringkas tanpa menggunakan metode statistik.
            Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama penyesuaian metode kualitatif lebih mudah apabila berhubungan dengan kenyataan ganda, kedua metode ini menyajikan secara langsung hakekat antara hubungan peneliti dan responden, ketiga metode ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 1989:6)

BAB II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN TINDAKAN DALAM PTK
1.      Pengertian Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan adalah proses implementasi dari kegiatan perencanaan dalam proses belajar mengajar.
Pelaksanaan tindakan ini mengacu kepada proses kegaiatan belajar mengajar yang diadakan di dalam kelas setelah melalui perencanaan dan perancangan yang cukup matang sehingga menimbulkan kerunutan dalam penyampaian materi di dalam kelas. Pelaksanaan ini mengacu kepada proses peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode-metode atau tema kepedulian seperti small group dan lain sebagainya.

2.      Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanaan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelakasanaan perencanaan itu. Namu, kenyataan dalam praktik tidak sedrhana yang dipikirkan. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang telah dirumuskan tidak dilaksanakan, maka guru hendaknya merumuskan perencanaan kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
Sesuai dengan contoh permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tindakan dapat dilakuakan sesuai dengan berikut. Pertama-tama guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa memenuhi pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model Problem-based Learning. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kinerja diadakan setiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan seksama. Hasil asesmen dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing konsep yang menjadi materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan nilai kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar berikut nilai dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Agar waktunya efisien, maka diadakan identifikasi kesalahfahaman siswa sekaligus dapat dikelompokkan jenis-jenis kesalahfahaman tersebut. Setelah pembahasan hasil asesmen tersebut selesai, mulailah pembelajaran tema baru, dan demikian seterusnya.

3.      Contoh Tema Kepedulian Penerapan Metode Small Group
Metode Small Group adalah metode diskusi yang dilakukan secara berkelompok antar siswa dengan pemberian materi oleh guru kemudian adanya proses timbal balik berupa pertannyaan dan jawaban (guru dengan siswa, siswa dengan guru).
Dengan langkah kegiatan seperti
1.      Guru menyampaikan materi.
2.      Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS).
3.      Siswa mengomentari dan menjawab LKS.
4.      Guru melakukan penilaian terhadap pelaksanaan diskusi dengan format penilaian yang sudah ada.

BAB III
 PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi sesuai dengan contoh permasalahan yang di uraikan sebelumnya, maka tindakan dapat di lakukan sebagai berikut;  pertama-tama guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, guru bisa memulai pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model PROBLEM BASIC  LEARNING. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kerja diadakan tiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan seksama.
Penerapan metode juga dapat dilakukan dengan metode Small Group, dengan pelaksanaan yang terencana dan proses penilian dengan mengisi format penilaian.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Soeharto Karti dkk, 2003, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN, SIC. Surabaya.
2.      Suprayekti, 2004, INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR, Edisi ke-2, LPMP Nusa Tenggara Barat. Mataram.
3.      Mandala Halus, 2011, METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN KELAS, Universsitas Muhammadiyah Mataram. Mataram.

No comments:

Post a Comment