Friday, February 15, 2013

Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Makassar) (PMT-9)

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 j.o Undang-Undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah merupakan landasan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemeritahan daerahnya sendiri. Otonomi daerah menciptakan ruang gerak yang lebih bebas dalam membuat kebijakan dan peraturan daerah yang melibatkan pihak-pihak terkait yang sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masyarakat masing-masing daerah tersebut. Dengan otonomi daerah diharapkan terjadi peningkatan pelayanan publik sekaligus memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat.

Desentralisasi jika dilihat dari latar belakang sejarahnya bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Artinya hakekat dari desentralisasi adalah pelayanan. Dorongan atas pelaksanaan desentralisasi, muncul sebagai dampak dari adanya tuntutan akan perlunya percepatan pelayanan yang harus dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat.

Untuk menjawab tuntutan ini maka penyerahan pemberian layanan kepada lembaga yang terdekat dengan masyarakat, yang secara hirarkis adalah penyerahan peran pemberian layanan publik kepada lembaga pemerintah dibawahnya adalah hal mutlak dilakukan.

Hal tersebut sejalan dan sesuai dengan tujuan otonomi daerah berdasarkan penjelasan umum (butir a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.


Menurut Ryaas Rasyid (1997) bahwa kalau kita percaya pemerintahan dibentuk untuk menjaga suatu sistem ketertiban, dan bahwa pemerintah bertanggung jawab memberi pelayanan kepada masyarakat, bukan untuk melayani dirinya sendiri, maka kita akan mudah menerima asumsi bahwa pemerintahan yang  baik adalah yang dekat kepada masyarakat. Asumsinya, kalau pemerintahan berada dalam jangkauan masyarakat maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, akomodatif, inovatif, dan produktif.

Kondisi pelayanan publik di Indonesia masih diwarnai oleh prosedur yang berbelit-belit, akses yang sulit, biaya yang tidak transparan, waktu penyelesaian yang tidak jelas dan banyaknya praktek pungutan liar dan suap yang tidak jelas. Pelayanan publik dikantor pemerintahan di Indonesia masih terbilang buruk, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bank Dunia dari 157 negara, Indonesia berada di urutan 135 dalam kualitas pelayanan publiknya.

S.P. Siangian (1996 : 39), mengatakan bahwa untuk memahami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan publik terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, diantaranya dapat disebutkan:

1.   Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin;

2.   Mencari berbagai dalih, seperti kekurang lengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis;

3.   Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain;

4.   Sulit dihubungi;

5.   Senangtiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diperoses”.

Kita semua menyadari bahwa pelayanan publik selama ini bagaikan rimba raya bagi banyak orang. Amat sulit untuk memahami pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyaknya ketidakpastian ketika mereka berhadapan dengan yang namanya birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan ini itu bisa diperolehnya. Begitu pula dengan sebarapa besar dana yang perlu disiapkan dalam pengurusan-pengurusan yang berkaitan dengan pelayanan birokrasi. Baik harga maupun waktu seringkali tidak bisa terjangkau dengan masyarakat sehingga banyak orang yang kemudian enggan berurusan dengan birokrasi publik.

Pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat. Pelayanan publik pada umumnya masih menunjukkan ketidakpastian. Ketidakpastian harga, prosedur, maupun waktu. Pengurusan perizinan menjadi molor, ditambah lagi pungutan liar disana-sini. Konsekwensinya secara ekonomis, timbul biaya ekonomi yang tinggi. Sedangkan pelayanan publik sudah merupakan hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi karenanya negara berkewajiban menyelenggarakan sejumlah pelayanan guna memenuhi hak-hak dasar warganya yang dijamin oleh konstitusi dalam hal ini Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik.

Semuanya itu berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia dibanding negara-negara berkembang lainnya. Kondisi ini terjadi karena organ pelayanan publik tidak pernah menyadari hal tersebut, yang diperparah lagi dengan korupsi yang mengerogoti, sehingga kualitas pelayanan publik di Indonesia jauh dari harapan warga. Organ pelayanan publik mancakup sumbar daya manusianya, lembaga yang memberikan pelayanan, dan proses tata laksana pelayanan yang tidak dijalankan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku.

Semua orang pasti membayangkan, begitu masuki kantor atau dinas saat hendak mengurus sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan publik, pegawai di sana menyambut dengan senyum dan menyapa ramah “selamat pagi, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” lalu meminta warga untuk mengambil nomor antrian dan mempersilahkan untuk duduk dan menunggu giliran.

Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) itupun sebenarnya tak perlu membutuhkan waktu yang lama, yang jelas dimana harus membayar dan seberapa dana yang harus dikeluarkan. Tanpa banyak meja yang harus didatangi, banyak mengeluarkan uang yang tidak jelas peruntukannya, dan tentu tanpa tawar-menawar dengan calo.

Namun itu semua, masih jauh dari harapan masyarakat saat ini. Masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyaknya ketidakpastian ketika mereka berhadapan dengan birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa diperolehnya. Begitu pula dengan harga pelayanan, yang bisa saja berbeda-beda tergantung pada banyak faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan dengan para pengguna jasa.

Kota Makassar yang menjadi fokus kajian penulis dalam pengajuan proposal yang akan diteliti, maka pelayanan publik yan baik merupakan syarat  mutlak bagi Makassar untuk kembali ke kota dunia. Pelayanan publik dilakukan baik oleh pemerintah maupun non-pemerintah, pelayanan menyangkut konsumsi dan transaksi ekonomi dilakukan oleh pihak swasta. Sedangkan pelayanan yang menyangkut hal-hal administratif jelas merupakan domain pemerintah salah satunya pembuatan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan merupakan suatu izin yang mutlak untuk dimiliki bagi setiap masyarakat yang ingin mendirikan bangunan sebagaimanayang tertuang dalam Perda Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2004 tentang tata bagunan.

Mengutip hasil penelitian yang dilakukan Business Digest, sebuah lembaga survei ekonomi independen,yang dilansir majalah ekonomi SWA Sembadaedisi Juni 2007, Makassar menempati rangking ke-25 dari 50 kota di Indonesia dalam hal kekayaan dan sumber daya. Artinya, lembaga ini melihat Kota Makassar memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang secara cepat. Tetapi disisi lain Kota Makassar menempati rangking 21 dari 25 kota yang disurvei sebagia daerah yang menarik untuk investasi.

Mengapa demikian ? Ternyata masalahnya ada pada kualitas pelayanan publik. Kota Makassar yang terkenal dengan julukan kota anging mammiri berada pada posisi juru kunci atau menempati rangking yang paling terendah dari 16 kota lainnya di Indonesia, dalam hal city public service (CPS) index. Terdapat 15 titik layanan yang diukur dalam survei tersebut, termasuk di dalamnya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dari 15 titik layanan, hampir semua responden memberikan nilai kurang baik atau bahkan buruk. (SWA Sembada; Indonesia CPS Index: Masih jauh dari Asa; 14 Juni 2007).

Sudah banyak hal yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar dalam upaya memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Sejak 2005, Wali Kota Makassar yang dinahkodai oleh Bapak Ir. H Ilham Arief Sirajuddin, M.M yang akrab disapa Aco mencanangkan pelayanan satu atap dalam pengurusan izin untuk memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Menyadari adanya kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pentingnya iklim perizinan yang lebih kondusif dan untuk lebih menggairahkan perdagangan dan investasi, Pemerintah Kota Makassar membentuk Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Kota Makassar sebagai instansi yang memberikan jasa pelayanan publik yang dibentuk dalam rangka mengkoordinir Pelayanan Administrasi Pemerintah dibidang Pelayanan Perizinan yang secara spesifik bekerja untuk melayani permohonan berbagai perizinan, dan formalitas lainnya di Kota Makassar yang menjalankan sistem administarasi satu atap. Sistem tersebut diharapkan dapat mempermudah para pengurus perizinan di Kota Makassar. Setelah Kantor Pelayanan Administari Perizinan dibentuk, maka Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Walikota Makassar Nomor 14 Tahun 2005 tentang tata cara pemberian izin pada Pemerintah Kota Makassar.

Dari Uraian diatas telah disebutkan bahwa keberadaan Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan di Kota Makassar secara empirik diharapkan berhasil mendongkrak efisiensi dan produktifitas pelayanan publik di Kota Makassar. Namun perlu digarisbawahi pula bahwa fungsi dari Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan sesungguhnya tidak lebih sebagai front linear dalam penyelenggaraan pelayanan tertentu. Artinya, Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan memfungsikan dirinya sebagai ‘loket’ penerima permohonan yang akan dilanjutkan perosesnya pada dinas atau instansi fungsionalnya masing-masing. Dalam kondisi demikian, maka Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan justru dapat dipersepsikan sebagai penambahan rantai birokrasi dala pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menghindari kesan yang negatif ini, maka mau tidak mau perilaku birokrasi pada pelayanan Izin Mendirikan Bangunan harus dapat bekerja secara profesioanal, dalam pengertian bahwa meskipun terjadi penambahan rantai birokrasi, namun proses penyelesaian jasa dapat dilakukan secara lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk melakukankan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul ”Prilaku Birokrasi Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Makassar).

No comments:

Post a Comment